Share

Rencana Mereka

Bab 6

PoV Serena

Aku membuka pintu, sambil berdoa agar bukan keluarga suamiku yang datang. Bisa saja mereka menyusul kemari demi uang.

Pintu terbuka, di hadapanku sudah berdiri Kak Elena.

"Kakak!" seruku dan merasa lega mendapati Kakakku yang datang, bukan keluarga Mas Irwan.

"Assalamualaikum," ujarnya. Ia datang sendirian sambil membawa bungkusan yang ia tenteng.

"Walaikumsalam, masuk kak!" jawabku dan mempersilahkan Kak Elena masuk.

"Kamu kenapa kok kayak habis dikejar setan, ngos-ngosan begitu?" tanya Kak Elena menyelidik.

Karena nafasku yang terengah, ketika ketakutan saat Mas Irwan mengejarku tadi.

Aku mencoba bersikap normal.

"Enggak apa-apa, Kak. Ayo masuk!" ajakku padanya dan berjalan duluan menuju ruang tamu.

" Irwan!" sapa Kak Elena pada suamiku yang ternyata dia berdiri tak jauh di belakangku, sambil memperhatikan kami.

"Apa kabar, Kak. Dari mana?" tanya Mas Irwan ramah dan mengikuti kami ke ruang tamu.

"Dari rumah, tadi Mbak membuat bolu tape dan ingat dengan Serena, dia kan suka dengan bolu ini. Jadi kakak bawakan 2 kotak sekalian!" jawabnya dan meletakkan itu padaku.

"Makasih banyak Kakak, aku buatkan minum dulu ya." ucapku. Kak Elena memang sering mengantarkan makanan, karena dia hobi baking.

"Gak usah, Kakak cuma sebentar." cegah Kak Elena. dan aku kembali duduk.

Mas Irwan ini gak pergi juga dari sini. Aku ingin sekali cerita dengan kakakku. Dia seperti mengawasiku sedari tadi.

"Ya sudah, Kakak pulang dulu, sebentar lagi Mas Niko, akan pulang dari kantor!" ucap Kak Elena dan bangkit dari duduknya.

"Iya kak, makasih ya udah mengantarkan ini untuk aku," ucapku dan mengambil dompet dari dalam tas.

Mas Irwan masih memperhatikan gerak-gerikku. Terlihat dari tatapannya.

"Sama-sama, kamu habiskan ya itu kan bolu favoritmu!" ucapnya dan mengulas senyum.

Aku ikut tersenyum dan kemudian mengantarkan Kak Elena sampai teras rumah.

"Kak, ini kartu ATM punyaku. Titip ya!" ucapku cepat dan memberikan kartu ATM milikku yang saldonya banyak.

Dengan ini Mas Irwan tak bisa memaksaku lagi untuk memberikan, padanya. Aku menoleh ke belakang, tak ada Mas Irwan.

"Kenapa?" Kak Elena mengerutkan dahinya, mungkin merasa heran dengan sikapku.

"Sudah Kak, bawa dulu!"

Tanpa banyak bertanya lagi. Kak Elena memasukkan kartu itu ke dalam dompet yang ia bawa.

**

"Sudah pulang?" tanya Mas Irwan ketika aku menutup pintu.

"Sudah!" jawabku tanpa melihatnya.

"Kemasi beberapa pakaianmu, kita ke rumah Ibu!" titah Mas Irwan padaku.

"Mau apa?"

"Nginep lah, Ibu barusan kirim pesan kita suruh nginap di sana. Seminggu setelah lamaran kan juga mau ijab kabul sekalian resepsi. Kamu harus di sana untuk bantu-bantu rewang," Mas Irwan menatapku yang masih berdiri dan kini saling menatap.

"Tenang aja, Ibu gak jadi pinjam uang padamu! Aku tunggu di sini, sekalian beberapa pakaianku!" ujarnya.

"Satu lagi, perhiasan jangan lupa di bawa! Jangan sampai ketinggalan!" tukas Mas Irwan.

Ingin aku mencebik, seenaknya dia memberi perintah. Yang awalnya aku selalu menghormati suami, dan keluarganya. Sekarang rasa hormat itu hilang, yang ada jadi sebal dan ingin melawan.

**

Aku menuju kamar. Baguslah jika Ibu tak jadi pinjam uang, tapi dia kira-kira mau pinjam uang dari siapa ya. Terserahlah, yang penting tak merugikan aku.

Mengambil koper kecil, dan memasukkan beberapa potong pakaianku dan juga suami. Dan mengemas beberapa barang lainnya.

Aku mengambil kebaya milikku. Warnanya berbeda dengan seragam lamaran Amira. Biarlah, aku juga tak mau seragaman dengan mereka.

'Kebayaku juga lebih mahal dan bagus!' batinku dan tersenyum getir.

Begini ya rasanya di sisihkan, aku pikir akan bahagia mempunyai mertua baik. Ternyata itu hanya topen yang ia perlihatkan selama ini.

Aslinya mereka tak menyukaiku. Merestui pernikahan kami hanya karena harta. Memang aku dari keluarga berada, dan ingin di manfaatkan.

Sekarang aku ikuti saja dulu, permintaan Mas Irwan untuk menginap di sana. Sambil memikirkan nasib rumah tangga ini, masih layak atau tidak untuk di pertahankan.

Untuk perhiasan aku hanya membawa 2 cincin dan gelang yang aku kenakan saja. Karena kemarin itu sempat aku bawa juga ke rumah ibu. Karena aku kadang main ke sana dan jarang di rumah, karena merasa kesepian ketika suamiku kerja. Takut tidak aman, ternyata keputusanku benar. Mas Irwan juga tidak tahu.

**

Kami kembali ke rumah Ibu. Aku mengikuti langkah Mas Irwan menuju kamar kami, jika menginap di sini.

Kamar suamiku dulu, ketika masih lajang. Sedangkan rumah yang kami tempati rumahku, yang dulu aku beli sebelum menikah. Dari hasil kerjaku.

"Mas, mau keluar dulu ya. Kamu kalau lapar jangan lupa makan. Gak usah sungkan!" ucap Mas Irwan sambil berganti baju.

"Kemana, Mas?" tanyaku.

"Ketemu teman-teman, udah lama gak kumpul bareng mereka," jawabnya.

Usai berpamitan mas Irwan pergi. Aku ingin keluar, tapi takut jika mereka masih sensi padaku, bukan takut tapi lebih ke malas menghadapi situasi menyebalkan.

**

Hampir 2 jam. Aku masih saja berada di dalam kamar. Ibu mertua tidak ada juga memanggilku atau sekedar berbasa-basi, biasanya beliau selalu menawarkan aku makan. Tapi ini sama sekali tidak ada, dia pasti masih kesal dengan kejadian tadi.

Aku bangkit dari ranjang, rasanya haus sekali. Menuju dapur, suara tertawa terdengar dari arah dapur.

Sepertinya ada Kakak iparku juga.

Aku melihat halaman, iya ada motor Mbak Iza dan juga Mbka Reva. Suara mereka keras sekali, jika tertawa.

Aku terus melangkah, ingin masuk dapur tapi ragu. Tapi aku sangat haus. Tawa mereka sudah mulai mereda.

"Dia gak berguna, minjamin duit aja gak mau. Pasti karena baper, dasar tukang drama!" ucap Amira dari suaranya.

Aku berhenti, di depan pintu dapur.

"Pasti nangis deh pas pulang ke rumah! Kesel Mbak lihat gaya nya itu! Harusnya kamu kasih dia kebaya yang sama dengan kita, demi uang 50 juta Mir. Karena dia itu ada gunanya juga!" timpal Mbak Iza.

"Iya, kamu tu cari gara-gara. Jika kamu bersikap terang-terangan seperti itu di depan Serena, pasti dia merasa sakit hati. Coba saja kamu lebih menekan egomu, pasti Ibu sudah mendapatkan uang 50 juta itu!" imbuh Mbak Reva.

"Kenapa pada nyalahin aku sih? Aku tuh udah eneg banget sama Mbak Serena tadi, makanya aku berkata seperti itu! Sok gitu ih!" tukas Amira.

"Makanya berpikir panjang, jangan asal ceplos mulutmu!" terdengar Mbak Iza menanggapi.

"Kalian enggak usah berdebat itu lagi, soal uang itu gampang. Ibu sudah bilang akan pinjam pada ibunya Serena. Ibunya itu baik dan lebih bodoh dari Serena, pasti mau meminjamkan uang itu pada kita. Tapi jangan ada yang bilang ya pada Serena, jika kita akan meminjam uang pada ibunya!" ujar ibu mertua.

Astaga, pantas saja Mas Irwan tak jadi meminta uang padaku. Ibu malah mau minjam uang pada ibuku.

"Untuk apa punya besan kaya, jika tak di manfaatkan!" ucap Ibu dengan entengnya.

Mereka serempak tertawa. Tanganku mengepal, aku akan memperingati ibuku.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mira Wati
pantas memang Serena goblok kok
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cuman dimamfaatkan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status