Bab 17"Aku sudah hamil mas, kamu tahu itu kan! Tidak apa aku jadi istri kedua!" ucap Amira.Kini Amira benar-benar menjadi pusat perhatian. Karena ucapannya barusan, mengakui kehamilan."Amira! Apa yang kamu katakan?" ujar Mbak Iza dan mendekati adiknya."Kamu sudah hamil?" Mbak Iza mendesak jawaban. Amira tiba-tiba terisak, bibirnya bergetar."Aku sudah hamil anaknya Mas Rizki, bagaimanapun dia harus menikahi aku. Dan bertanggung jawab dengan janin yang aku kandung!" isaknya dan menatap Rizki."Tidak mungkin!" gumam Mas Irwan lirih, yang masih bisa aku dengar.Aku bisa menangkap raut wajah kecewa dari suamiku, dan sulit untuk menerima fakta ini. Ia melihat Amira dengan tatapan yang sangat prihatin. Paham, sebagai kakak pasti mas Irwan merasa sedih. Dan kasihan pada keadaan adiknya. Ditinggal menikah dalam keadaan hamil duluan. "Kamu sudah tahu kan jika aku hamil, dan kamu yang bilang kamu bertanggung jawab, Mas. Kenapa kamu menghianatiku! Menikah dengan dia!" meneriaki Rizki dan
Bab 18Kami akhirnya pulang. Mbak Iza bersama suaminya. Amira tinggal di sana, karena Rizki tidak mau datang untuk merayakan resepsi pernikahannya dengan Amira.Tania melarang Rizki pergi ke sana. Sia-sia semua acara yang telah di persiapkan oleh ibu mertua, butuh modal yang banyak."Mana Amira?" tanya Ibu ketika kami tiba di rumah. Mas Irwan berlalu tanpa menjawab pertanyaan Ibu. Kami berdua menuju kamar, ibu mengikuti dan ikut masuk."Irwan, mana adikmu? Tadi Iza datang juga tak membawa Amira." tanya Ibu yang menuntut jawaban."Amira, dia di rumah suaminya!" jawab Mas Irwan sambil membuka kancing atas kemeja yang ia kenakan."Nanti, Amira akan datang kemari bersama keluarga Rizki, ya? Gimana ijab Kabul nya! Penghulu sudah pergi sedari tadi, kamu telepon lagi Ir, pak penghulu itu. Aduh kenapa acara pernikahan jadi kacau begini, tak sesuai rencana!" keluh Ibu dan memerintah mas Irwan."Dia sudah menikah, tak perlu di panggilkan penghulu lagi!" ucap Mas Irwan."Hah?" Ibu memandang waj
Bab 19PoV IrwanAku menatap Serena. Walau ia terlihat cuek dan bersikap biasa, karena perlakuan keluargaku yang seakan tidak menganggap dirinya. Pasti Serena menyimpan rasa kekecewaan di hatinya.Sejak Tania gencar untuk mendekatiku dan mengirim pesan untuk merayu, agar aku mau kembali padanya. Justru rasa cinta ini semakin dalam pada istriku, aku tidak mau mengkhianatinya.Terlebih di saat aku melihat raut wajah ketakutan Serena. Ketika aku memaksanya untuk meminta uang, dia sangat ketakutan melihatku. Seakan aku ini adalah psikopat yang akan menyakiti dirinya. Semengerikan itukah diriku. Aku merasa menjadi suami yang gagal, dan tak bisa menepati ucapanku ketika mengucapkan ijab kabul. Istri yang harusnya aku sayangi, dan aku harus tanggung jawab untuk menafkahi dan memenuhi semua kebutuhan Serena. Dengan tidak tahu diri, aku justru terhasut oleh Ibu dan saudaraku untuk memanfaatkan Serena. Apalagi aku melihat temanku Sandy. Yang sekarang hidupnya luntang lantung tidak jelas, kar
PoV (3)Puspa terisak dan memasang raut wajah memelas, yang ia tunjukkan pada putranya. Semalam ia dan putri-putrinya sudah menghitung uang hasil resepsi, dan hasilnya tidak sampai separuh dari modal yang ia keluarkan.Hampir 100 juta lebih Puspa mengeluarkan modal, dari acara lamaran, hingga resepsi pernikahan. Dari sebanyak itu, sebagian ia baru membayar uang muka. Dan berjanji akan melunasi usai resepsi.Puspa di sarankan oleh menantunya untuk meminjam uang pada rentenir. Perempuan paro baya itu mengikuti saran Gunawan. Di tambah lagi dengan bujukan Iza yang mendukung untuk mendapatkan uang itu. "Berapa uang yang Ibu, pinjam?" tanya Irwan dan menatap Puspa seketika terdiam dan mengusap air matanya."Seratus lima puluh juta, Ir.""Sebanyak itu?" Irwan cukup kaget mendengar nominal yang di sebutkan Ibunya. Baginya uang sejumlah itu sangatlah banyak, dan Puspa meminjam pada rentenir. Berapa besar nominal yang akan ia bayarkan beserta bunganya."Bagaimana lagi, resepsi butuh modal be
PoV (3)"Dek, cepat masuk!" titah Irwan ketika melihat Serena justru mematung, melihat kedatangan Tania bersama orang tuanya.Serena menoleh menyadari ucapan suaminya. Ia mengulas senyum."Bakal seru ini, Mas!" ujarnya.Irwan mengerutkan dahinya karena Serena seperti akan melihat pertandingan saja."Kita pulang sekarang, jangan ikut campur!" Serena menuruti perkataan Irwan dan masuk ke dalam mobil. "Aku penasaran, apa mereka bakal cakar-cakaran? Atau menarik tangan Rizki, seperti berebut mainan!" gumam Serena dan tertawa kecil.Serena menoleh pada suaminya yang tampak geleng-geleng karena perkataannya."Harusnya, kita tidak pulang secepat ini, Mas. Kita lihat dulu itu adikmu dan Tania. Pasti seru!" seloroh Serena. "Sudahlah kamu ini, masih saja memikirkan mereka. Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi, Kamu mau Ibu meminta uang?" ucap Irwan. "Tidak Mas, aku hanya bercanda. Lebih baik emang kita secepatnya pergi dari rumah ibumu, kamu harus berjanji padaku, untuk bersikap tegas j
Bab 22PoV (3)Amira menarik sisi bibirnya, ketika Darmawan meminta Tania tak membesarkan masalah ini. Tania merasa heran kenapa papanya seperti enggan, melaporkan perbuatan Amira yang jelas telah melukai dirinya.Padahal ini kesempatannya, untuk menyingkirkan Amira. Tania seakan mempunyai dendam pada Amira dan berusaha membalas. "Papa cepat hubungi koneksi Papa, yang bisa segera membantu melaporkan perbuatan dia. Aku mau dia di penjara!" tunjuk Tania seakan berkuasa karena Papanya seorang Lurah. "Tania! Sudahlah kamu tidak usah terlalu berlebihan, ini hanya masalah biasa!" "Lihat putri kita itu terluka karena perbuatan perempuan itu, Mama setuju jika dia dilaporkan, biar dia mendekam di penjara! Papa kenapa lembek begini, tegas dong!" ucap Chyntia dan mendelik pada suaminya. Karena Darmawan tak mau bersikap tegas.Amira menghampiri Darmawan. "Laporkan aku, maka keluargamu juga akan hancur Om!" ucapnya berbisik.Darmawan mengusap dagunya dan tak berani menatap Amira. Membuat Chy
Bab 23 PoV (3)"Mbak, kalau mau kesini jika hanya mau menyudutkan Serena. Lebih baik pulang saja!" ucap Irwan menahan kesal. Bahkan tak segan mengusir Kakaknya.Raut wajah Iza seketika geram. Karena di usir oleh Adiknya sendiri. "Kamu usir, Mbak?" "Irwan, kamu juga usir Ibu, berarti? Apa kamu benar-benar sudah tak peduli pada Ibu?" tanya Puspa dan kembali memasang raut wajah sedihnya.Irwan mendesah. Setiap kali yang ia ucapkan salah, mereka selalu saja berusaha playing victim. "Aku tak mengusir Ibu, hanya saja aku mohon sekali, jangan menekan Serena. Dia sedang hamil, aku tidak mau dia stress atau tertekan karena kedatangan kalian!" ujar Irwan dan sekilas melirik pada Iza."Masuklah!" Irwan mempersilahkan mereka untuk masuk.**Serena muncul membawa nampan berisi teh dan juga cake untuk Ibu mertua dan Kakak iparnya. Rasa kesal di hati, masih terasa. Tapi ia tak enak jika tak menjamu mereka.Iza menyapu pandangan dan melihat isi rumah adik iparnya itu. "Ini sofa mahal ya?" bisik
PoV SerenaSepulangnya dari USG aku melihat kedatangan ibu dan juga Mbak Iza ke rumah. Mereka sudah berdiri di depan pagar.Seperti sudah bisa aku tebak, kedatangan mereka pasti ingin membahas tentang uang dan lagi-lagi hanya itu yang mereka inginkan.Bagaimanapun aku tidak bisa cuek pada mereka, aku membawakan teh dan juga cake tapi dengan angkuhnya Mbak Iza menolak dan bilang cake yang aku berikan itu murahan. Dia tidak tahu saja harganya berapa.Jika dia tidak mau, biar aku saja yang makan. Sudah bersikap baik, tak pernah di hargai. Sebelum ketahuan, mereka sangat baik padaku. Kedatangan mereka hanya membuat kegaduhan di rumahku, ingin meminjam sertifikat. Semudah itu mereka ingin memanfaatkan. Apakah ibu lupa dengan jumlah uang gaji putranya, yang tidak akan cukup jika meminjam uang hingga ratusan juta di Bank. Aku tahu mereka itu ingin menjebakku dan juga Mas Irwan dalam hutang riba, dan setelah itu mereka akan lepas tanggung jawab.Aku bukan menantu yang lugu dan mudah di tip