PoV Amira (2)**Jantungku berdegup ketika membaca pesan dari Om Darmawan.Aku menekan icon gagang telpon, untuk menghubunginya. Pasti ini bukan Om Darmawan yang mengirim pesan, bisa saja dia di tekan oleh Istri dan kedua anaknya. Sekilas aku melihat mobil Mas Irwan berlalu pergi. Bahkan dia tak mau mampir ke rumah ini. Sombong mereka, benar-benar tidak menghargai Ibu lagi.Hanya menyambungkan saja. Aku mencoba mengirim pesan, dan hanya centang satu warna abu-abu.Perasaanku menjadi gelisah dan berjalan lunglai menuju rumah Ibu."Mbak Iza, kenapa?" aku bertanya pada Mbak Iza yang sudah masuk ke dalam rumah bersama Ibu.Kakak sulungku itu terduduk lemas. Ibu menyodorkan segelas air minum padanya."Kamu minum, biar tenang!" ucap Ibu dan mengusap bahu Mbak Iza."Mbak, kenapa Bu?" tanyaku. Yang tak biasa melihat Mbak Iza gelisah seperti ini. Dia selalu ceria, dan hobi menghabiskan uang. Itulah Kakakku. Apalagi semenjak ikut menjadi anggota senam, bersama teman-temannya dia selalu sibuk
PoV (3)Amira sangat terpukul dengan kematian Darmawan. Pria yang menjadi sumber uang baginya, dan bisa membuat Amira merasa tercukupi. Sekarang sudah terbujur kaku.Terakhir kali mereka bertemu. Darmawan tidak menderita penyakit apapun, setahu Amira.Darmawan juga tidak memiliki riwayat penyakit yang kronis, karena semasa hidupnya. Dia rajin berolahraga dan menjaga makanan. Walaupun sudah berusia 50 tahun. Ia termasuk pria yang jarang sakit.Pihak rumah sakti akan segera mengurus kepulangan, jenazah Darmawan. Menuju rumah duka.Amira memperhatikan mereka dengan seksama. Tak jauh dari ranjang, di mana anak dan istrinya mengelilingi ranjang itu.Sekilas Amira melihat Sani yang tersenyum tipis. Dia merasa janggal dengan senyuman Sani. "Om Darmawan sakit apa? Kenapa ia bisa meninggal secepat ini?" tanya Amira memberanikan diri. Karena ia juga tidak di beritahu penyebab kematian Darmawan."Kami dalam keadaan berduka, dan kamu bertanya seperti itu!" hardik Tania menatap Amira dengan tatap
PoV (3)Dari awal menikah. Amira meminta rumah itu menjadi miliknya, dan tanpa tunggu lama. Darmawan menyetujui. Pria itu meminta Beni orang kepercayaannya untuk membalik nama sertifikat tanah. "Kamu berbohong! Aku tidak percaya, dasar wanita pembual dan ingin menguasai harta Papaku. Kamu tak akan mendapatkan apapun!" "Buktinya aku sudah dapatkan, semua sudah di urus oleh Beni. Untung Om Darmawan sudah menyetujuinya!" ucap Amira percaya diri. Setidaknya jika ia mendapatkan rumah, maka dia tidak akan di buang begitu saja setelah kematian Darmawan.Sani tersenyum sinis, memandang Amira. Membuat Amira keheranan. Kenapa Sani tidak syok, hanya dia yang santai sedari tadi. Berbeda dengan adik dan Mamanya. "Sayangnya Amira, kamu tidak sepintar yang kamu duga! Beni itu pacarku, semua yang di lakukan oleh Papa, dia akan laporan padaku." "Maksudmu?" tanya Amira. Wajahnya yang tadi senang berubah gantian syok. "Beni tak melakukan yang di suruh Papa. Secuil pun, kamu tak dapat apapun, ngerti
PoV SerenaAku melihat pada jam dinding, menunjukkan pukul 2 dini hari. Dan Amira datang ke rumah, ketika aku melihatnya yang duduk sambil menangis, merasa heran apa yang terjadi pada dirinya. Keluar kata maaf terlontar dari bibir Amira. Aku tidak tahu untuk apa ia meminta maaf. Atau minta maaf untuk semua yang telah ia lakukan, selama ini padaku, dan sikapnya yang menyebalkan. Aku ambilkan minuman untuk Amira. Agar merasa tenang, seperti apapun sikapnya padaku. Namun rasa empati, masih bisa mengalahkan egoku. "Apabila nanti keluarga Om Darmawan terbukti yang membunuhnya, aku akan melaporkan mereka!" ucap Amira."Membunuh! Siapa yang dibunuh?" tanyaku, karena tidak tahu apa yang dia bahas dengan Mas Irwan. "Suamiku meninggal Mbak, om Darmawan saat kejadian tadi pulang dengan keluarganya. Ketika aku tiba di rumahnya, dan menyusul. Om Darmawan sudah tidak sadarkan diri, dan dia dibawa ke rumah sakit. Aku tidak tahu dia terkena penyakit apa, dan meninggalnya seperti mendadak." jelas
PoV Serena [Mas, aku minta uang besok ya. 2 juta untuk ke salon, karena udah gak betah rambut panjang, pengen potong sebahu terus di smoothing sekalian. Tapi jangan bilang Mbak Serena, takut Mbak salah paham.] pesan darinya yang kubaca. Kenapa di akhir kalimat dia harus menulis seperti itu. Jikapun dia minta terang-terangan aku izinkan, kenapa harus terkadang sembunyi. **Karena pesan Amira ini membuatku semakin penasaran, dan menggulir lahir untuk membaca riwayat pesan mereka sebelumnya.Sekilas pesan dari Amira membuatku terperangah dan syok."Apa pesan yang dikirim oleh dirinya ini, kenapa dia memfitnahku?" gumamku kesal. Memang Amira kurang ajar. Ingin sekali aku berkata kasar padanya. Kembali lagi aku berusaha menahan diri. Namun emosiku kembali memuncak, ketika membaca pesan ini semakin ke bawah.[Aku sedih Mas, Mbak Serena sembunyikan makanan.] pesan dari Amira yang mengadu pada suamiku.[Yang bener? Mbak Serena itu gak pelit.] balas Mas Irwan. [Maaf Mas, aku bukan mau me
PoV (3)"Yang lebih membuat ibu sedih dan kecewa. Iza juga habis beli mobil baru dan motor baru yang mahal, itu si Gunawan!" "Gak bisa di biarin, ibu datang kesana bersamaku. Aku yang akan menagih pada Mbak Iza!" ucap Amira seperti menggebu. "Tapi aneh deh! Kenapa tiba-tiba Mbak Iza banyak uang? Bukannya kemarin dia habis nangis, katanya ketipu investasi. Apa dia itu pesugihan?" ujar Amira menyelidik.2 minggu yang lalu. Amira masih mengingat dengan jelas. Iza menangis, karena rumahnya akan di sita oleh Bank."Pesugihan? Enggak mungkin, Iza melakukan itu. Sesat, dan dosa besar! Kamu ngaco Amira," ucap Puspa menepis tuduhan Amira pada putri sulungnya. "Patut dicurigai Bu, karena Mbak Iza dia kaya instan, dalam sekejap. Gak masuk akal, suaminya saja gaji gak sampai 5 juta sebulan!" "Heh, benar juga ya. Tapi Ibu sulit percaya. Jika memang dia pesugihan siapa, yang akan Iza tumbal kan?" cicit Puspa yang mulai menilai ucapan Amira masuk akal juga. Perempuan paroh baya itu bergidik n
PoV (3)"Mau memberi alasan apalagi, kamu Amira? Tega kamu pada istriku? Serena sudah ikhlas membantumu, dan mengizinkan kamu untuk tinggal di sini. Tapi ini balasanmu, berpura-pura baik di depannya dan mendoakan hal buruk pada istri dan calon anakku!" berang Irwan sangat kecewa pada keluarganya. Amira sudah ia beri kesempatan kedua, tangisan dan penyesalan yang saat itu ia katakan. Membuat dirinya percaya, pada sang adik. Akan tetapi Amira memang tidak pernah berubah."Irwan kamu jalan salah paham!" ucap Puspa mencoba meredam emosi putranya. "Salah paham, Ibu bilang? Jelas terdengar di sini kalian menginginkan Serena keguguran. Di mana hati dan pikiran ibu, bayi yang dikandung oleh Serena itu juga calon cucu Ibu. Apakah ibu tidak mau mempunyai cucu dariku, mengapa ibu begitu benci pada istriku? Apa salah Serena, dia melawan karena perbuatan kalian. Jika saja Ibu bersikap baik, mungkin dia tidak akan seperti sekarang!" "Mas, kamu itu tertipu sama sikap baiknya!" ucap Amira tetap ta
HukumanWarga mulai berdatangan."Kenapa Mbak?" tanya salah seorang dari warga. "Ini, kakak ipar saya berzina dengan perempuan lain. Ketika istrinya tidak ada!" jelas Amira.Gunawan dan wanita itu panik. Mereka ketakutan akan di habisi karena ketahuan.Tak hanya pria, para wanita yang bertetangga dengan Iza ikut berkumpul. Lebih banyak wanita yang hadir, karena di jam seperti ini, banyak pria yang sedang bekerja. "Kamu berbuat zina, di sini!" tunjuk seorang perempuan bernama Sella. Rumahnya tepat di sebelah Iza. "Kita bisa kebagian dosa, jika membiarkan ini terjadi!" ujar salah seorang warga."Bubar kalian, saya tidak melakukan hal buruk! Ini hanya fitnah, perempuan ini tadi mengantarkan makanan!" ujar Gunawan memberi penjelasan."Makanan, apa yang dia antarkan? Pakaian sexy, makeup menor, makanan atau mengantarkan tubuhnya!" cecar Amira yang geram melihat Gunawan. Berusaha mengelak."Kamu udah mengkhianati putriku, b*jingan!" Puspa mengambil sapu lidi yang ada di samping rumah, da