Share

Mengadu

Penulis: Arka Garneta
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-06 23:18:19

Perutnya mulai keroncongan minta diisi. Matahari pun mulai beranjak naik, tetapi Sadam belum juga pulang dari lari pagi setelah Subuh tadi.

Safira memutuskan untuk mandi saja setelah rasa lelahnya mulai hilang sambil menunggu Sadam pulang. Semalam ia minta diantar berkunjung ke rumah orang tuanya karena sudah rindu ingin bertemu ibu dan bapaknya. 

Safira duduk di depan meja rias, memandangi wajahnya yang cantik dan anggun. Sebenernya, Mirah sangat beruntung punya menantu secantik Safira, hanya karena Safira yang tak kunjung hamil. Jadi, Mirah membenci dirinya. 

"Safiraa, Safiraa," teriak Mirah lagi membuat menantunya itu tersentak. 

"Astaga, apa lagi, sih?" Safira membanting tempat skincare-nya ke atas kasur saat berdiri.

Safira berlari kecil keluar dari kamar menghampiri Mirah yang terus memanggil namanya. Ia berdiri di depan sang mertua yang berada dapur. 

Mata indahnya berkedip-kedip memandang wajah sang mertua yang tak enak dipandang. Ia merasa risih saat mata Mirah memindai setiap senti tubuhnya; dari ujung kepala yang masih terbalut handuk hingga kaki. Safira pun menunduk melihat penampilannya sendiri yang sudah rapi. 

"Mau ke mana kau?" tanya Mirah melotot.

"Mau, mau ke rumah Ibu dan Bapak," jawab Safira. 

"Bagus! Bagus sekali Safira! Menantu tak tahu diri!" bentak Mirah.

Wanita dengan kerutan di wajahnya itu mencengkram lengan atas Safira dan menariknya ke arah meja makan hingga menantunya itu mengaduh.

"Lihat! Meja ini masih kosong, mengapa kau tak menyiapkan makanan untuk sarapan pagi ini, hah? Kau ini benar-benar keterlaluan, ya!" sentak Mirah, jari-jarinya semakin kuat mencengkram lengan Safira. 

"A-aku sudah titip lontong sayur sama Mas Sadam, Bu," lirih Safira, meringis kesakitan dicengkeram Mirah. 

"Apa? Dasar menantu malas!" Mirah mendorong menantunya hingga terjerembap di lantai. 

"Aah," rintih Safira. 

Ia meringis menahan sakit di tangan dan lututnya yang beradu dengan lantai. Mertuanya benar-benar sangat keterlaluan, mendorong dirinya sampai terjatuh. Tak punya perasaan!

"Astaghfirullah, Ibu!" 

Seketika itu juga Sadam langsung meletakkan kantung plastik hitam berisi empat bungkus lontong sayur yang dipesan istrinya tadi saat mengirim pesan.

Ia membantu Safira berdiri. Pria bertubuh tinggi itu melihat dengan jelas saat ibunya mendorong sang istri. Ia baru saja sampai di rumah dan langsung masuk. 

"Ibu apa-apaan, sih?"

Sadam masih terengah-engah, keringat bercucuran di wajah dan tubuhnya sampai kaus yang dipakainya basah sebagian. 

"Tanya saja sama istrimu yang pemalas itu," ketus Mirah, menyilangkan tangan di depan dadanya seraya mendelik kepada Safira yang dirangkul putranya.

Mirah mendengkus kesal, melihat pemandangan di depannya. Ia merasa jijik dengan sikap sang putra yang terlalu baik dan memanjakan Safira.

"Memangnya ada apa lagi?" tanya Sadam lembut kepada sang istri.

Safira hanya bergeming menunduk. Ia memilih menutup mulut di depan mertuanya, percuma bicara yang ada dicemooh oleh Mirah apalagi kalau sampai membela diri. 

"Istrimu itu memang tak tahu diri, Sadam! Pemalas! Bisanya cuma menghabiskan uang," cela Mirah.

"Astaga, masih saja perkara mesin cuci yang Ibu bahas. Sudahlah, lagi pula tak pakai uang Ibu, 'kan?" bela Sadam.

"Bukan cuma mesin cuci, tapi perempuan ini tak mencuci baju Ibu dan Zafar malah menyuruhku mencuci sendiri. Istrimu itu juga tak menyiapkan makanan untuk sarapan pagi ini," cetus wanita ramping itu.

"Sadam sudah beli lontong sayur buat sarapan, Bu. Tadi Safira titip sama Sadam," balas putranya.

"Itulah istrimu, bisanya menghamburkan uang saja! Perempuan pemalas!" ejek Mirah.

Mirah memang selalu saja membuat hal kecil menjadi masalah besar. Tak puas rasanya kalau sehari saja ia tak membentak Safira. Perkara Safira yang tak masak pagi ini dan memilih untuk membeli pun jadi masalah besar bagi Mirah. 

"Sekali-sekali tak masak tak apa-apa," sahut Sadam. 

"Lain kali lebih baik masak saja, lebih hemat!" ketus ibunya itu.

"I-iya, Bu," lirih Safira, menunduk, tak ingin melihat wajah masam ibu suaminya itu.

Bukan tak mampu Safira melawan Mirah, tetapi sejak kecil ia selalu diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua apalagi ini adalah mertuanya sendiri. Bisa saja ia melawan sang mertua, tetapi Safira menghargai Sadam, suaminya. 

Pagi itu mereka bertiga duduk bersama di meja makan, menikmati sarapan yang sudah dibeli Sadam. Mirah pun terpaksa menyantap lontong sayurnya karena sudah lapar sejak tadi. 

Sementara itu Safira tersenyum dalam hatinya melihat tingkah sang mertua yang menurutnya lucu. Tadi marah-marah karena ia menitip makanan kepada suaminya, tetapi akhirnya dimakan juga. Padahal Safira memang sengaja tak mencuci pakaian mertuanya dan tak memasak hari ini karena perkataan mertuanya kemarin masih sangat membekas di hati Safira.

Ia tak menyangka dirinya menjadi bahan perbincangan di kantor karena mulut Mirah yang tak bisa dijaga. Sebagai seorang ibu dari sang suami harusnya Mirah menjadi sosok pelindung bagi Safira. Namun, sebaliknya, Mirah malah menjadikan Safira sebagai musuhnya sampai menjelek-jelekkan dirinya di kantor.

"Oh iya, memangnya tadi baju Ibu dan Zafar tidak dicuci?" tanya Sadam saat mereka sudah berada di dalam mobil menuju ke rumah orang tua Safira.

"Iya. Aku cuma cuci baju kita, tapi Ibu marah-marah sampai menampar aku dan menyuruhku mencuci baju mereka pakai tangan pula. Badanku sampai pegal-pegal, makanya tadi titip makanan, aku lagi malas masak." Safira mengadukan kelakuan mertuanya kepada sang suami.

"Apa? Ibu menamparmu?" Sadam terkejut dengan pengakuan istrinya.

Selama ini yang ia tahu ibunya tak pernah sampai bermain tangan seperti itu kepada siapa pun, apalagi kepada anak-anaknya. 

"Kalau, Mas, tak percaya tanyakan langsung saja sama Ibu. Tadi lihat sendiri, 'kan, Ibu dorong aku sampai terjatuh?" Safira mulai mengeluarkan kekesalan dalam hatinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Pertemuan Terakhir

    Zafar menyelinap pergi dari rumah malam-malam. Sebenarnya ia pergi siang pun, yakin tak ada yang akan melarangnya. Semua orang di rumah sudah menganggapnya tak ada. Mereka tidak peduli lagi pada Zafar. Laki-laki itu tersenyum getir menoleh ke rumah yang akan ditinggalkannya. Ia tak akan pernah menyesal angkat kaki dari rumah bagai neraka baginya itu. Percuma tinggal di rumah yang sama sekali tidak menganggapnya ada. Percuma ada di tengah-tengah keluarga yang sama sekali tidak pernah peduli tentangnya. Teringat pada mendiang ayahnya, Zafar yakin ayahnya sedih melihat keluarga mereka yang berantakan seperti ini. Laki-laki itu berpikir semua karena keegoisan sang ibu. Zafar bertekad tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di rumah Mirah. Ia tidak ingin kembali ke rumah itu apa pun alasannya. Muak sudah Zafar bertahan selama ini. Awalnya ada Safira dan Sadam yang peduli padanya meskipun ia kesal pada kakaknya itu. Namun, setidaknya kehadiran Zafar masih ada yang menganggap. Setelah rum

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Setelah Kehadiran Ayunda

    Hati Zafar memang sangat kecewa dan marah pada Safira meskipun ia tahu keputusan Safira itu adalah yang terbaik. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia senang bisa bertemu dengan mantan kakak iparnya itu. Selama ini ia merasa yang peduli padanya hanyalah Safira dan Sadam. Namun, dengan semua hal yang terjadi waktu itu menyebabkan Safira harus angkat kaki dari rumah Mirah dan membuat Zafar merasa tidak ada lagi yang mempedulikannya. Apalagi setelah Sadam menikah dengan Ayunda dan ternyata semua jadi kacau. Sadam seolah lupa kalau ia memiliki seorang adik. Kakaknya itu sibuk dengan tingkah sang istri dan keadaan rumah yang sudah tidak seperti dulu lagi."Keadaan rumah kacau. Aku tak tahan lagi tinggal di rumah yang setiap hari selalu saja dipenuhi keributan sampai-sampai ibu dan kakak-kakakku lupa akan kehadiranku di rumah itu," tutur Zafar. Tatapan matanya fokus ke depan seolah sedang kembali ke rumah yang menurutnya sudah sangat tidak layak disebut rumah. Zafar menginginkan rum

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Bertemu Zafar

    "Zafar," ucap Safira setengah berbisik.Ia tidak menyangka akan bertemu adik dari mantan suaminya setelah dua tahun berlalu. Yang membuat Safira sangat kaget adalah keadaan anak itu seperti tidak terurus dan sedang mengamen. Ia pun segera mendekati Zafar untuk memastikan kalau matanya tidak salah lihat.Tidak sengaja anak bungsu Mirah itu menoleh dan langsung terkejut saat seorang wanita yang dikenalnya sedang melangkah mendekat dan jarak keduanya bahkan kini sudah sangat dekat.Dengan tergesa Zafar pun segera melangkah pergi, menghindar dari mantan istri kakaknya itu. Tentu saja teman yang sedang bersama Zafar ikut terkejut karena orang yang sedang mengiringinya bernyanyi berhenti tiba-tiba dan pergi begitu saja."Loh, Zafar," panggil temannya seraya mengejar."Zafar, Zafar, tunggu!" panggil Safira yang juga ikut mengejar bersamaan dengan teman Zafar.Safira berjalan agak cepat bahkan hampir berlari kecil. Awalnya ia hanya ingin memastikan kalau orang yang dilihatnya memang adik dari

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Lembaran Baru

    Sungguh sangat sakit menerima kenyatan pahit ini. Pernikahannya dengan laki-laki yang sangat dicintainya kini harus berakhir. Kapal rumah tangganya yang dijaga sepenuh hati ternyata harus karam di tengah laut kehidupan sebelum mencapai tujuan terakhirnya.Tak bisa dipungkiri dan dibohongi, hati perempuan berparas cantik itu sangat bersedih dan hancur. Ia benar-benar tidak menyangka kalau rumah tangga yang dianggapnya harmonis dan baik-baik saja, harus hancur seketika. Air matanya mengalir cukup deras sesaat setelah menerima akta cerai dari pengdilan agama. Statusnya kini sudah jelas dan sah menjadi seorang janda. Tidak pernah terbayang dan terpikir kalau pada akhirnya ia akan menyandang status janda. Tidak pernah sekali pun terbesit di dalam kepalanya untuk berpisah dengan Sadam apapun ujian rumah tangga yang akan mereka hadapi selama Sadam masih membela dan terus berada di sampingnya. Namun, takdir berkata lain. Tuhan mengatakan kalau ia dan Sadam memang sudah harus berakhir.Safira

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Gugat Cerai

    Tak ada satu pun yang mengetahui kalau Arif sudah menemui Sadam. Ia sengaja tidak memberitahu Aini apalagi Safira. Arif hanya ingin meluapkan amarahnya pada sang menantu yang sudah berani melanggar janji saat menikahi anaknya. Sebenarnya ia sama sekali tidak puas, tetapi Arif menahan emosi karena Safira memintanya agar tidak lagi berurusan dengan keluarga Sadam. Arif pun menyetujui itu, tetapi dengan syarat Safira harus bangkit, melupakan laki-laki pengecut seperti Sadam. Ia tidak bisa melihat anaknya terus terpuruk dalam kesedihan. Pagi yang sangat cerah Safira sudah mengenakan pakaian dengan rapi. Ia merias wajahnya agar terlihat lebih fresh. Jujur saja, wajah Safira terlihat seperti orang yang sedang sakit. Bagai bunga yang sudah layu. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan.Setelah beberapa hari mengurung diri, Safira memutuskan untuk ke kantor. Bukan lagi untuk bekerja seperti biasanya, tetapi ia sudah menyiapkan berkas pengunduran dirinya. Ia harus melepaskan

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Keterpurukan Safira

    "Bagaimana, Bu?" tanya Arif.Safira yang baru saja tiba di rumah lekas masuk ke kamar tanpa berkata apa pun lagi. Wajahnya sudah dibasahi dengan air mata sejak perjalanan menuju rumah tadi bersama Aini. "Mirah dan Sadam benar-benar keterlaluan, Pak! Tidak punya hati mereka itu!" geram Aini.Aini menahan sang suami yang mau menemui anaknya di kamar. Ia meminta Arif untuk memberik waktu pada Safira. Ibu dari Safira itu menceritakan semua yang terjadi di pernikahan Sadam. Cukup puas karena Safira berhasil mempermalukan Sadam dan juga Mirah. Ia tak banyak membantu karena memang sudah diwanti-wanti anaknya untuk mendampingi saja. "Laki-laki pengecut!" umpat Arif kesal pada sang menantu.Setidaknya kini semua sudah jelas hubungan antara Safira dan Sadam. Perempuan yang merasa sudah dikhianati itu tidak akan mau bersama Sadam lagi meskipun hati kecilnya berat untuk berpisah, tetapi Sadam sudah membuat luka yang teramat besar. Dan itu tidak bisa dimaafkan begitu saja.Tiga hari berlalu Saf

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Mirah meyakinkan Dahlia

    Setelah pesta pernikahan selesai Dahlia memanggil Mirah. Ia ingin bicara dengan besan barunya itu tentang sikap Mirah tadi yang sangat memalukan. Dahlia pun mengajak Mirah duduk bersama di halaman belakang sambil menikmati secangkir teh hangat."Aku sangat keberatan dengan sikapmu tadi, Jeng! Sangat memalukan!" Kedua tangan Dahlia memegang cangkir teh yang ada di atas meja.Mirah menghela napas panjang, kepalanya yang tertunduk diangkatnya dan melirik teman sekaligus ibu dari menantu barunya. Setelah dipikir-pikir memang sikap merah sangat keterlaluan dan memalukan, tetapi ia tidak bisa menahannya lagi. Semua dilakukan karena dendam dan marahnya pada Safira. Ia tidak terima diperlakukan seperti tadi oleh perempuan yang dianggapnya sampai itu."Aku minta maaf, Jeng, atas apa yang terjadi tadi, tapi semua itu karena aku sangat marah pada perempuan sampai itu," ungkap Mirah, memicingkan matanya saat teringat lagi pada Safira. Ia juga tidak akan marah dan lepas kontrol kalau Safira tida

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Mirah Murka

    Mirah merasa sangat dipermalukan oleh Safira dan Aini di acara pesta pernikahan anaknya sendiri. Wajahnya benar-benar berubah merah padam, Mirah merasa risih mendapatkan tatapan aneh dari beberapa tamu undangan. "Pergi kalian dari sini!" usir Mirah sekali lagi seraya membulatkan matanya. "Sudah, Bu, sudah! Biar Sadam bicara dulu dengan Safira." Pria bertubuh atletis itu melerai sang ibu yang dibakar api kemarahan.Namun, tentu saja Mirah melarang keras putranya berhubungan lagi dengan Safira. Kini tempat Safira sudah digantikan oleh Ayunda, sang menantu kesayangan. "Sadam hanya ingin menyelesaikan semuanya secara baik, Bu."Ada rasa bersalah dan tidak enak dalam hati kecil Sadam. Saat matanya menatap wajah Safira, ia merasa sangat bersalah telah menyakiti istrinya dengan cara seperti ini. Ingin sekali Sadam meminta maaf pada Safira, tetapi memang Mirah sama sekali tidak mengizinkannya."Diam! Perempuan ini tidak penting lagi bagi kita, Sadam!" bentak Mirah. Sadam pun menurut saja

  • Mertua Penghancur Pernikahan    Keributan di Pernikahan

    “Safira!” Sadam sangat terkejut dengan kedatangan sang istri dan juga ibu mertuanya. Ia juga tercengang dengan permintaan Safira yang ingin bercerai dengannya. Bagaimana bisa ia berpisah dengan Safira, perempuan yang sangat dicintainya. Namun, ia juga mulai mencintai Ayunda dan baru saja sah menjadi suami istri. Tak mungkin ia menceraikan Ayunda. Sungguh sangat bimbang hati Sadam yang menginginkan kedua perempuan yang sekarang berada bersamanya. Sadam berubah menjadi sangat egois dan serakah!“Selama ini aku menunggumu! Tapi ternyata kau memang tak punya itikad baik untuk memperbaiki rumah tangga kita dan malah terlena dengan perempuan hina ini,” teriak Safira kesal.Tak ada air mata yang keluar hari ini. Hati Safira dipenuhi dendam dan amarah yang berkobar. Ia tidak ingin menjadi perempuan lemah di depan Sadam dan keluarganya, apalagi di hadapan sang mertua yang selama ini sudah memanfaatkan apa pun dari dirinya.Tiba-tiba Ayunda maju mendekati Safira dan melayangkan tangannya untuk

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status