Share

Mencari Tahu

Penulis: Yani Artan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-05 20:29:06

Adzan subuh membangunkanku dari tidur nyenyakku. Kulirik bayi mungilku ternyata dia masih tertidur lelap. Lekas menuju ke kamar mandi mengguyur tubuh dengan air dingin dan mengambil wudhu.

Dua raka'at aku tunaikan, setelah itu kumengangkat tangan di hadapan Penciptaku. Aku berdoa kepadanya agar diberikan petunjuk untuk keberlangsungan rumah tanggaku.

Meminta kepadaNya agar dibukakan apa yang selama ini tertutup, dijelaskan apa yang selama ini masih samar. Aku yang lemah agar diberikan kekuatan dan keikhlasan.

Puas telah mencurahkan isi hati kepada Yang Maha Pendengar, aku lanjutkan aktifitas pagiku.

****

Entah energi darimana aku dapatkan, dengan semangat aku mengerjakan semua pekerjaan rumah tanpa merasa berat.

Kumasak makanan kesukaan Ibu Mertua. Sayur lodeh, perkedel jagung, dan ikan goreng. Setelahnya kubersihkan bekas peralatan masak.

Saluruh rumah kubersihkan dan lantai pun terlihat sudah berkilau. Anggap saja ini baktiku untuk yang terakhir kalinya. Entah darimana pikiran semacam itu muncul.

"Pagi, Bu ... sarapan udah siap," kataku tersenyum ramah.

Ibu mertua yang kuajak bicara melongo menatap heran. Tapi tak lama setelah itu dia menggerutu."Cucian yang kemarin jangan lupa dicuci juga."

Kutanggapi ucapannya dengan senyum lebar .

"Dasar mantu edan! Diajak ngomong malah senyam-senyum sendiri," gerutunya.

Tak tahu kenapa suasana hatiku tiba-tiba ceria. Tak ingin menanggapi ucapan pedas mertuaku. Mungkin ini energi positif yang aku dapatkan setalah puas mencurahkan isi hatiku pada Rabbku.

****

Kuhampiri Raka yang sudah bangun dengan tersenyum. Dia bermain ditemani ayahnya.

"Pagi anak ganteng ... mandi yuk setelah itu kita jalan-jalan sambil beli bubur," ucapku.

Mas Raka memperhatikanku tanpa berkedip. Mungkin saja dia heran dengan perubahan sikapku.

"Kenapa melihat seperti itu, Mas?" tanyaku yang lama-lama jengah ditatap olehnya.

"Eh gak apa-apa, pagi ini kamu terlihat manis sekali," ucapnya seraya tersenyum.

Aku tersenyum miris mendengar pujiannya. Jika dulu rayuannya mampu meluluhkan hatiku. Kini entah kenapa hatiku sama sekali tak tersentuh.

"Sarapan dan kopimu sudah aku siapkan di meja," ucapku tanpa menghiraukan ucapannya.

Aku pun berlalu untuk memandikan bayiku. Kupakaikan baju, minyak telon dan bedak. Lalu aku menggendongnya untuk membeli bubur ayam.

Sampai di depan gang ternyata aku melihat Vanya di jalan depan sedang membeli bubur ayam juga. Setelah itu dia masuk ke dalam kost'an yang kutahu itu kost'an milik Bu Edi.

Sekarang aku tahu dimana Vanya kost. Entah apa alasannya memilih untuk tinggal dekat sini bukan dekat tempat kerjanya.

Kupesan bubur ayam 1 untuk sarapanku. Entah kenapa hari ini aku menginginkannya.

Setelah menerima bubur ayam pesananku, aku berbalik pulang. Saat masuk ke rumah, di depan pintu berpapasan dengan Irda.

"Dasar pemborosan pagi-pagi udah jajan," ucapnya hampir tak terdengar.

"Kamu ngomong sesuatu, Dek?" ucapku pura-pura tak mendengarnya.

"Ah enggak, itu ... istri tetangga boros banget suka jajan diluar," katanya mengalihkan pembicaraan.

"Biarin aja, Dek. Duit suaminya yang dipakai, bukan duitmu," ucapku membalas sindirannya.

Irda mencebik mendengar perkataanku. Masih ku dengar dia berlalu sambil menggerutu.

****

Kumakan bubur ayam dengan lahapnya. Tak kupedulikan mertua yang melirik sinis sambil mengomel.

"Gini nih, kalau punya menantu pelit, beli apa-apa buat dirinya sendiri. Gak ingat mertua dan ipar," sindirnya.

Aku balas sindiran mertuaku itu dengan senyuman sambil mengacungkan jempolku ke arahnya. Mertuaku mencebik dengan reaksiku.

Padahal selama ini aku jarang jajan untuk menghemat pengeluaran. Jika pun membeli sesuatu pasti membelikan orang rumah juga. Justru mereka yang selama ini menyembunyikan makanan dariku.

Mas Ikhsan yang sedang sarapan pun melihatku heran heran. Biasanya aku memang tak pernah membeli sesuatu tanpa membelikan yang lainnya.

Melihatku makan dengan tanpa ada beban, dia pun bersuara."Kamu lagi ngidam atau kelaparan, Nai? Jangan bilang kamu hamil lagi?" tanyanya seraya mengernyitkan dahinya.

"Aku butuh energi, mas. Untuk menghadapi kenyataan. Lagipula aku tak berencana memiliki anak lagi bersamamu," lanjutku.

"Dasar! Makin ngaco aja pikiranmu," ketusnya sambil berdiri.

"Mending aku berangkat kerja sekarang." Suamiku berdiri sambil menyodorkan tangannya untuk kucium.

Kuterima uluran tangan Mas Ikhsan. Walau bagaimanapun juga dia masih suamiku.

****

Jenuh di dalam rumah, aku membawa bayiku keluar. Di depan teras kulihat Ibu sedang bercanda dengan Bagas. Terlihat dia begitu menyayangi cucunya itu.

Ada perasaan iri, kenapa mertuaku tidak bisa menyanyangi Raka seperti Dia menyayangi Bagas. Kalaupun tidak menyukaiku setidaknya tidak dengan anakku.

****

Hari udah hampir maghrib, tapi belum ada tanda Mas Ikhsan akan pulang. Mendung sudah semakin gelap, angin kecang mulai datang. Dan akhirnya hujanpun turun dengan derasnya.

Hujan tak juga berhenti, jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Apakah hari ini ada lembur. Tapi selama ini tak pernah diadakan lembur di tempat Mas Ikhsan bekerja.

Apa yang terjadi dengan Mas Ikhsan? Apa dia sedang bersama Vanya? Berbagai pertanyaan melintas dalam benakku, seketika gelisah melanda.

Petir terdengar menggelegar di luar sana. Hujan deras belum juga berhenti. Raka sudah tertidur pulas. Sebaiknya aku memastikan dimana suamiku sekarang.

Aku menghampiri Bapak mertua yang sedang duduk santai di depan teras rumah.

"Pak, bisa minta tolong titip Raka sebentar?" tanyaku.

"Iya, Nduk ..., " ucapnya menggantung. Sebelum sempat dia bertanya lagi, aku sudah menyambar payung dan berlari keluar rumah.

Kencangnya angin membuat payungku tak bisa melindungiku dari air hujan. Bajuku kini bahkan sudah basah, tapi tak menyurutkanku untuk tetap melangkah.

Kupercepat jalanku menerjang hujan dan angin kencang. Aku ingin ke kost'an Vanya untuk meredam rasa gelisahku. Agar aku tak terus mencurigai suamiku.

Di depan gang sudah terlihat jalan lebar, tinggal belok sedikit aku akan bisa melihat kost-kost'an dimana Vanya tinggal.

Dan sekarang aku sudah bisa melihat pintu kos itu tertutup namun ada celah. Berarti pintunya tak tertutup rapat. Suasana sekitar lengang. Dan ... tak salah lagi itu sepeda Mas Ikhsan parkir di depannya. Lalu dimanakah suamiku? Apa sekarang dia ada di dalam kamar kos itu?

Kupercepat langkahku menuju kamar milik Vanya. Dada semakin berdegup kencang. Apakah mungkin ada mereka berdua di dalam? Jika iya , apa yang mereka sedang lakukan saat ini.

Semakin dekat kulihat ada sepatu milik suamiku di depan pintu. Dan jas hujannya ditaruh di kursi plastik begitu saja. Hatiku semakin panas. Kucoba mendengarkan percakapan di dalamnya, tapi suara hujan menghalangiku.

Dadaku panas, tubuhku sudah bergetar. Aku harus siap melihat apa yang ada didepanku nanti. Aku mencoba tegar. Seketika kubuka pintu itu semakin lebar. Dan pemandangan di depan mata membuatku lemas seketika.

Ya Allah ... kuatkan aku ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Pernikahan Naila dan Arya

    Amanda diusir dari tempat kost di mana ia tinggal bersama Anton. Ia kedapatan bermain serong dengan suami pemilik kost itu. Bukan hanya diusir, tapi juga dipermalukan di tempat umum karena mereka kepergok bermesraan di dalam kamar. Sedangkan Anton memilih tak peduli lagi dengan nasib perempuan itu. Karena sebenarnya dia juga hanya main-main dengannya, apalagi perempuan itu ternyata mudah sekali menjual harga dirinya. Anton berusaha menemui Irda untuk minta maaf, tapi Irda tak mau menerima suaminya itu kembali. Irda berpikir lebih baik bercerai dari pada menghabiskan seumur hidupnya untuk lelaki pengkhianat. Akhirnya Anton memilih pulang kampung ke tempat asal orangtuanya. Meskipun di sana dia sudah tidak ada orangtua setidaknya dia masih punya saudara yang mau menampungnya. Irda untuk saat ini hanya memikirkan mencari nafkah untuk anak semata wayangnya. Ia ingin menghidupi anak dan Ibunya dengan jerih payahnya sendiri. Takdir kehidupan membua

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Rencana yang Gagal

    Renata melihat kedua bocah itu bermain sendirian."Bim, ini waktu yang tepat. Cepat bawa paksa anak Naila sekarang juga!" Bimo, lelaki sewaan Renata menuruti perintah Bosnya. Dia berjalan santai ke arah dua bocah itu bermain. Sementara Naila merasa perasaannya tak tenang. Dia keluar mencoba melihat keadaan putranya. "Kamu mau kemana, Nai? tanya Arya yang sedang mencoba baju pengantinnya ketika melihat Naila keluar. "Bentar, Mas. Aku lihat anak-anak dulu." sahut Naila. Sekar masih asyik bermain dengan ponselnya. Dia tak menyadari bahaya mengintai buah hatinya. Bimo, lelaki sewaan Renata telah berada di hadapan Hazel dan Raka. Karena panik melihat Naila berjalan keluar, dia lantas menarik paksa salah satu bocah itu. Raka menangis dan Hazel berteriak meminta tolong, Naila yang mendengar teriakan minta tolong dan suara tangisan anaknya segera berlari. Dia melihat seorang lelaki menarik paksa Hazelia dan menggendongnya. Naila me

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Rencana Pernikahan

    Pak Andre dan Bu Hera berbicara kepada Arya soal rencana pernikahannya yang akan dipercepat. "Gimana, Arya? Kamu setuju kan jika pernikahanmu segera dilaksanakan?" tanya Bu Hera kepada putranya. "Iya, Ma. Aku sih setuju saja. Tinggal nanti minta tanggapan Naila dan keluarganya bagaimana." jawab Arya. "Rencananya jika kalian sudah menikah nanti, maka butik akan Mama serahkan kepadamu dan Naila. Sekar sudah sibuk dengan pekerjaannya jadi dia menolak mengelolah butik itu." Bu Hera menjelaskan. "Apakah Mama akan ikut Papa ke luar negeri?" tanya Arya. "Iya, Sayang. Lagian kamu juga sudah ada Naila, 'kan? Biar Mama dan Papa bisa bulan madu lagi di sana," sahut Pak Andre sambil melirik istrinya. Arya tersenyum mendengar perkataan Sang Papa. Dia berharap kelak bisa mengikuti jejak kedua orangtuanya. Tetap mesra meskipun usia sudah menua.**** Sekar telah mengetahui rencana pernikahan adiknya akan dipercepat. Mamanya sendiri yang telah me

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Perubahan Bu Sukma

    Sekar diam tak berani membantah lagi. Renata menatap Arya dengan wajah pias. Berharap sekali saja pria itu akan membelanya. Sedangkan Arya melengos ketika pandangan matanya tak sengaja bertabrakan dengannya. "Om, beri aku kesempatan sekali saja. Aku benar-benar tak bisa melupan Arya. Dia lelaki terbaik yang pernah hadir di hidupku." Renata memohon memasang wajah sedihnya. Pak Andre tidak lagi mengindahkan Renata. Dia teringat tujuan utamanya untuk makan malam kali ini. Dia lalu memandang Naila yang duduk di samping Arya. "Arya, diakah yang bernama Naila?" tanya Pak Andre. "Iya, Pa. Dia Naila, wanita yang aku cintai saat ini." ucap Arya dengan jantung berdebar. Pak Andre mengamati Naila lama. Tatapan matanya tajam memindai wanita itu. Naila mengangkat wajahnya ke arah pria yang memandangnya sedemikian rupa. Seketika timbul senyum di bibir manisnya. "Pak, Bapak yang di restoran waktu itu, 'kan? Terima kasih sudah membayar pesanan saya waktu itu," ucap Naila dengan senyum ramahnya.

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Makan Malam di Rumah Arya

    "Gak apa-apa dong, Mas. Nanti kita temui ayah kamu. Trus kenapa itu muka jadi kusut begitu?" tanya Naila mengajak Arya becanda. "Aku takut, Nai. Ayahku orang yang perfeksionis. Dia tak mudah menerima orang lain dalam keluarga kami. Aku takut kamu mundur jika dia mengatakan sesuatu yang tidak kita harapkan." Arya menjelaskan. Naila memandang mata kekasihnya. Digenggamnya tangan lelaki yang ada dihapannya saat ini. Dia mencoba meyakinkan pria itu akan kesungguhan hatinya. "Mas, selama kamu bersamaku dan memperjuangkan cinta kita, maka aku akan berjuang bersamamu." ucap Naila yakin. Arya tersenyum lega mendengar penuturan kekasihnya itu. Setidaknya Naila akan selalu bersamanya dalam situasi sulit sekali pun. "Oh iya, Nai. Ini ada titipan gamis dari Mama. Gunakan nanti saat makan malam ya," ucap Arya. Naila menerima gamis pemberian Bu Hera dengan senang hati."Iya, Mas. Terima kasih."**** Malam itu Naila sudah berpamitan kepada kedua

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Kekhawatiran Arya

    Rani tersenyum memandangi cincin pemberian Rendi yang terpasang di jari manisnya. Gadis itu masih tak percaya bisa sampai di tahap ini. "Eh, senyum-senyum sendiri. Ada kabar bahagia nih kayaknya," goda Naila pada sepupunya. "Mbak, liat ini cincin pemberian Mas Rendi." Rani menjawab seraya menunjukkan jari manisnya. "Cantik banget! Jadi dia sudah melamarmu?" tanya Naila turut bahagia. "Iya, Mbak. Mas Rendi gak mau lama-lama pacaran. Rencananya, minggu-minggu ini dia akan datang ke rumah bersama keluarganya untuk lamaran secara resmi," ujar Rani dengan mata berbinar. "Selamat ya, Ran. Semoga bisa sampai ke pelaminan," sahut Naila mendoakan. "Aamiin ... Semoga Mbak Naila bisa segera menyusul juga," sahut Rani balik mendoakan Naila. Kedua perempuan yang masih saudara sepupu itu saling berpelukan. Saling memberikan doa dan semangat untuk mencapai kebahagiaan.**** Rendi dan keluarganya datang ke rumah Rani untuk melamar secara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status