Share

Ikhsan Berkhianat

Author: Yani Artan
last update Huling Na-update: 2022-07-05 21:18:11

Ya Allah ... kuatkan aku. Dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan suamiku bermesraan dengan perempuan lain. Kuhirup udara sebanyak mungkin, tak mau kelihatan lemah di hadapan mereka.

Vanya duduk diatas pangkuan suamiku, saling berpelukan dan mereka berci*man.

Kubuka pintu semakin lebar dan tanpa ragu aku masuk ke dalam. Tak kupedulikan baju yang basah karena air hujan. Kuambil high heels yang ada di lantai lalu melemparnya ke arah mereka.

Aarghh!!

Dengan serta merta pasangan laknat itu melepaskan diri. Vanya berteriak kesakitan karena wajahnya kuhantam dengan sepatunya sendiri.

Mas Ikhsan tak percaya aku ada di depannya. Matanya melotot seperti melihat setan. Tanpa banyak kata aku maju ke depan dan menamparnya dengat sekuat tenagaku.

Plak!

"Itu untuk pengkhianatanmu, Mas!" ucapku.

"Dek--," belum sempat dia melanjutkan kata-katanya, aku menambahinya reward sekali lagi.

Plak!

"Dan ini untuk harga diriku," imbuhku. Nafasku terengah-engah menahan emosi.

"Mbak, gak sopan kamu masuk rumah orang tanpa permisi," teriak Vanya.

Brak!

Kulemparkan kotak sampah yang ada di dekat pintu hingga isinya berhamburan mengotori wajahnya.

"Diam kau j*lang, kau bahkan tak berhak bicara padaku," teriakku.

Setelah itu kurapikan rambutku, seolah tidak terjadi apa-apa, aku berlalu dari hadapan mereka.

Melihat ada secangkir kopi dan minyak goreng yang sudah dibuka diatas nakas, aku menyambarnya dan kembali masuk ke dalam. Kutuang secara berhamburan diatas kasur milik Vanya.

"Sialan! Set*n kau!" teriak Vanya.

"Maaf mengganggu, silakan dilanjutkan lagi," kataku sambil berlalu. Tak lupa kututup pintu dengan kencang hingga menimbulkan getaran suara yang keras.

Baru keluar dari kamar kos itu, kulihat ada beberapa orang yang berkumpul di depan pintu. Mungkin mereka terganggu mendengar suara berisik.

"Ada apa, mbak? Kok sepertinya ada keributan?" tanya Seseibu penasaran.

"Ada ulat bulu dan buaya darat di dalam, Bu," ucapku sesopan mungkin.

Mereka semua hanya saling tatap bingung. Biarlah yang penting aku sudah melampiaskan emosiku hari ini.

****

Kususuri setiap jalan dengan deraian air mata, biarlah hari ini aku menangis sepuasnya. Besok aku harus bangkit, tak boleh lagi ada air mata untuk pengkhianat itu.

Kupanjatkan doa KepadaNya agar memberikanku kekuatan dan keikhlasan. Aku juga memohon agar dimampukan dan diangkat derajatku agar bisa mengangkat kepala kepada mereka yang sudah menyakitiku. Bukankah doa orang yang teraniaya akan diijabah?

Ingatanku kembali pada dua tahun yang lalu. Dimana Mas Ikhsan berjuang memenangkan hatiku. Segala macam cara dia lakukan untuk bisa membuatku jatuh hati kepadanya.

Awal mula kami bertemu karena dikenalkan oleh seorang teman. Di pertemuan pertama dia sudah menyukaiku, itu yang pernah dia katakan. Kegigihan Mas Ikhsan yang akhirnya membuatku luluh.

Masih kuingat betul bagaimana dia berjanji kepadaku. Saat aku menerima cintanya, dia bersumpah akan selalu setia dan membahagiakanku, bahkan dia mengatakan itu di depan orangtuaku.

Dan kini dia telah menghancurkan kepercayaanku. Dia tidak bisa melihat pengorbananku.

Bagaimana perjuanganku agar keluarganya bisa menerimaku, aku rela diperlakukan seperti babu, aku diam meskipun mereka sering mencaciku, dan aku juga rela berbagi penghasilan dengan Ibunya.

Tidak, aku tidak mau berjuang lagi. Sudah cukup selama ini aku berjuang mempertahankan rumah tanggaku sendirian.

****

Kudengar suara tangisan Raka saat memasuki rumah. Ternyata Bapak berusaha menenangkan bayiku. Sedangkan ibu mertua merengut, mulutnya juga tak berhenti mengomel.

"Dasar menantu edan! Pergi ke mana saja kamu?!" teriaknya padaku.

"Berisik, bayi cengeng!!" pekiknya pada bayiku.

"Cukup, Bu. Jangan mengumpat cucumu sendiri!" ucapku.

"Dari mana kamu? Lihat bajumu basah, lantai jadi kotor semua," cerocosnya tak berhenti.

"Naila, kamu dari mana? Ini Raka dari tadi tak berhenti menangis" tanya Bapak khawatir.

"Kamu ganti baju dulu, setelah itu baru gendong anakmu," kata Bapak.

Gegas aku mengambil baju lalu masuk kamar mandi. Secepat kilat kubersihkan tubuhku tak mau bayiku menangis terlalu lama. Terdengar suara motor Mas Ikhsan saat aku telah selesai.

"Udah, Pak. Raka biar saya gendong," pintaku.

Bapak lalu menyerahkan Raka padaku. Kubawa anakku ke dalam kamar untuk kuberi asi. Mas Ikhsan masuk, menatapku kikuk.

"Nai-," ucap Mas Iksan.

"Biarkan aku memberikan asi ke anakku dulu, Mas," selaku.

Mas Ikhsan lalu menyugar rambutnya kasar. Entah karena hasratnya terputus ataukah karena menyesali perbuatannya. Namun, aku yakin dia menikmatinya.

Raka telah tertidur, aku tak mau membuatnya terbangun dari tidurnya karena itu aku meminta bicara suamiku di luar kamar.

Aku menatap Mas Ikhsan tajam, dia terlihat salah tingkah. Tak mau menunggu terlalu lama, aku pun bersuara," Aku menunggumu, Mas. Cepatlah bicara,"ucapku.

"Nai ... aku khilaf, tapi kami baru melakukannya kali ini," jelasnya.

"Maksudku ... cuma sebatas itu, tidak lebih," Mas Ikhsan kesulitan menjelaskan.

"Itu karena aku mengganggumu. Jika tidak, kalian pasti sudah melakukan lebih," ucapku tegas.

"Kalian telah berkhianat di belakangku. Dan untuk sebuah pengkhianatan aku tidak bisa memaafkan," lanjutku.

"Naila, kamu jangan gegabah. Aku sudah minta maaf, tidakkah kamu ingin mempertahankan rumah tangga ini?" kata Mas Ikhsan mulai meninggi.

"Selama ini itu yang aku lakuin, Mas. Mempertahankan rumah tangga. Tak peduli bagaimana buruknya sikap Ibu dan ipar padaku. Meskipun kamu lebih sering membela mereka dari pada aku." Menahan sesak di dada kuungkapkan semua.

"Dan sekarang aku tak mau lagi berjuang sendiri karena pengkhianatanmu itu," lanjutku.

"Apa maksudmu, Nai? Kamu mau kita berakhir begitu saja?" tanya Mas Ikhsan tak percaya.

"Yang pasti aku akan pergi dari sini." ucapku tegas.

"Tidak, aku tidak mengijinkan!" ucap suamiku lantang.

"Egois sekali kamu, Mas! Kuminta menjauhi Vanya tak kamu hiraukan. Tapi kamu juga memintaku bertahan," ucapku.

"Setuju atau tidak aku akan tetap pergi, aku akan kembali ke rumah orangtuaku," lanjutku.

"Aku bilang tidak!" teriak Mas Ikhsan lantang.

Mendengar suara kami bertengkar, akhirnya Bapak keluar dari kamar diikuti Ibu di belakangnya.

"Ada apa ini, Ikhsan? Kenapa kalian saling berteriak?" tanya Bapak.

"Tadi Naila kembali ke rumah dalam keadaan basah. Aku yakin ada masalah diantara kalian." imbuh Bapak.

"Rumah ini kehilangan ketenangannya sejak kedatangan mantu tak tahu diri ini, Pak." Kembali ibu memprovokasi.

"Cukup,Bu. Jangan menambah keruh suasana,"ucap Bapak dan Ibu hanya mencebik.

"Katakan, Ikhsan. Kenapa kalian bertengkar?

"Naila ingin keluar dari rumah ini, Pak?" ucap Mas Ikhsan.

"Kenapa?" tanya Bapak.

"Mas Ikhsan berselingkuh di belakangku, Pak," kataku tertunduk.

"Bohong, Pak. Aku khilaf. Aku dan Vanya hanya--" Mas Ikhsan tak dapat melanjutkan kalimatnya.

"Mereka hanya saling berpelukan dan berciuman, Pak. Aku memergoki mereka berdua di dalam kamar kost," jelasku dengan menahan rasa sesak di dada.

Plak!!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Pernikahan Naila dan Arya

    Amanda diusir dari tempat kost di mana ia tinggal bersama Anton. Ia kedapatan bermain serong dengan suami pemilik kost itu. Bukan hanya diusir, tapi juga dipermalukan di tempat umum karena mereka kepergok bermesraan di dalam kamar. Sedangkan Anton memilih tak peduli lagi dengan nasib perempuan itu. Karena sebenarnya dia juga hanya main-main dengannya, apalagi perempuan itu ternyata mudah sekali menjual harga dirinya. Anton berusaha menemui Irda untuk minta maaf, tapi Irda tak mau menerima suaminya itu kembali. Irda berpikir lebih baik bercerai dari pada menghabiskan seumur hidupnya untuk lelaki pengkhianat. Akhirnya Anton memilih pulang kampung ke tempat asal orangtuanya. Meskipun di sana dia sudah tidak ada orangtua setidaknya dia masih punya saudara yang mau menampungnya. Irda untuk saat ini hanya memikirkan mencari nafkah untuk anak semata wayangnya. Ia ingin menghidupi anak dan Ibunya dengan jerih payahnya sendiri. Takdir kehidupan membua

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Rencana yang Gagal

    Renata melihat kedua bocah itu bermain sendirian."Bim, ini waktu yang tepat. Cepat bawa paksa anak Naila sekarang juga!" Bimo, lelaki sewaan Renata menuruti perintah Bosnya. Dia berjalan santai ke arah dua bocah itu bermain. Sementara Naila merasa perasaannya tak tenang. Dia keluar mencoba melihat keadaan putranya. "Kamu mau kemana, Nai? tanya Arya yang sedang mencoba baju pengantinnya ketika melihat Naila keluar. "Bentar, Mas. Aku lihat anak-anak dulu." sahut Naila. Sekar masih asyik bermain dengan ponselnya. Dia tak menyadari bahaya mengintai buah hatinya. Bimo, lelaki sewaan Renata telah berada di hadapan Hazel dan Raka. Karena panik melihat Naila berjalan keluar, dia lantas menarik paksa salah satu bocah itu. Raka menangis dan Hazel berteriak meminta tolong, Naila yang mendengar teriakan minta tolong dan suara tangisan anaknya segera berlari. Dia melihat seorang lelaki menarik paksa Hazelia dan menggendongnya. Naila me

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Rencana Pernikahan

    Pak Andre dan Bu Hera berbicara kepada Arya soal rencana pernikahannya yang akan dipercepat. "Gimana, Arya? Kamu setuju kan jika pernikahanmu segera dilaksanakan?" tanya Bu Hera kepada putranya. "Iya, Ma. Aku sih setuju saja. Tinggal nanti minta tanggapan Naila dan keluarganya bagaimana." jawab Arya. "Rencananya jika kalian sudah menikah nanti, maka butik akan Mama serahkan kepadamu dan Naila. Sekar sudah sibuk dengan pekerjaannya jadi dia menolak mengelolah butik itu." Bu Hera menjelaskan. "Apakah Mama akan ikut Papa ke luar negeri?" tanya Arya. "Iya, Sayang. Lagian kamu juga sudah ada Naila, 'kan? Biar Mama dan Papa bisa bulan madu lagi di sana," sahut Pak Andre sambil melirik istrinya. Arya tersenyum mendengar perkataan Sang Papa. Dia berharap kelak bisa mengikuti jejak kedua orangtuanya. Tetap mesra meskipun usia sudah menua.**** Sekar telah mengetahui rencana pernikahan adiknya akan dipercepat. Mamanya sendiri yang telah me

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Perubahan Bu Sukma

    Sekar diam tak berani membantah lagi. Renata menatap Arya dengan wajah pias. Berharap sekali saja pria itu akan membelanya. Sedangkan Arya melengos ketika pandangan matanya tak sengaja bertabrakan dengannya. "Om, beri aku kesempatan sekali saja. Aku benar-benar tak bisa melupan Arya. Dia lelaki terbaik yang pernah hadir di hidupku." Renata memohon memasang wajah sedihnya. Pak Andre tidak lagi mengindahkan Renata. Dia teringat tujuan utamanya untuk makan malam kali ini. Dia lalu memandang Naila yang duduk di samping Arya. "Arya, diakah yang bernama Naila?" tanya Pak Andre. "Iya, Pa. Dia Naila, wanita yang aku cintai saat ini." ucap Arya dengan jantung berdebar. Pak Andre mengamati Naila lama. Tatapan matanya tajam memindai wanita itu. Naila mengangkat wajahnya ke arah pria yang memandangnya sedemikian rupa. Seketika timbul senyum di bibir manisnya. "Pak, Bapak yang di restoran waktu itu, 'kan? Terima kasih sudah membayar pesanan saya waktu itu," ucap Naila dengan senyum ramahnya.

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Makan Malam di Rumah Arya

    "Gak apa-apa dong, Mas. Nanti kita temui ayah kamu. Trus kenapa itu muka jadi kusut begitu?" tanya Naila mengajak Arya becanda. "Aku takut, Nai. Ayahku orang yang perfeksionis. Dia tak mudah menerima orang lain dalam keluarga kami. Aku takut kamu mundur jika dia mengatakan sesuatu yang tidak kita harapkan." Arya menjelaskan. Naila memandang mata kekasihnya. Digenggamnya tangan lelaki yang ada dihapannya saat ini. Dia mencoba meyakinkan pria itu akan kesungguhan hatinya. "Mas, selama kamu bersamaku dan memperjuangkan cinta kita, maka aku akan berjuang bersamamu." ucap Naila yakin. Arya tersenyum lega mendengar penuturan kekasihnya itu. Setidaknya Naila akan selalu bersamanya dalam situasi sulit sekali pun. "Oh iya, Nai. Ini ada titipan gamis dari Mama. Gunakan nanti saat makan malam ya," ucap Arya. Naila menerima gamis pemberian Bu Hera dengan senang hati."Iya, Mas. Terima kasih."**** Malam itu Naila sudah berpamitan kepada kedua

  • Mertuaku Selalu Pilih Kasih   Kekhawatiran Arya

    Rani tersenyum memandangi cincin pemberian Rendi yang terpasang di jari manisnya. Gadis itu masih tak percaya bisa sampai di tahap ini. "Eh, senyum-senyum sendiri. Ada kabar bahagia nih kayaknya," goda Naila pada sepupunya. "Mbak, liat ini cincin pemberian Mas Rendi." Rani menjawab seraya menunjukkan jari manisnya. "Cantik banget! Jadi dia sudah melamarmu?" tanya Naila turut bahagia. "Iya, Mbak. Mas Rendi gak mau lama-lama pacaran. Rencananya, minggu-minggu ini dia akan datang ke rumah bersama keluarganya untuk lamaran secara resmi," ujar Rani dengan mata berbinar. "Selamat ya, Ran. Semoga bisa sampai ke pelaminan," sahut Naila mendoakan. "Aamiin ... Semoga Mbak Naila bisa segera menyusul juga," sahut Rani balik mendoakan Naila. Kedua perempuan yang masih saudara sepupu itu saling berpelukan. Saling memberikan doa dan semangat untuk mencapai kebahagiaan.**** Rendi dan keluarganya datang ke rumah Rani untuk melamar secara

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status