Home / Romansa / Merusak Pagar Ayu / Kabar Dari Ratih

Share

Kabar Dari Ratih

last update Last Updated: 2022-11-13 11:25:26

BAB 6

Mereka memasuki sebuah kafetaria yang tak begitu padat pengunjung di siang hari. Meja paling pojok dengan view menghadap ke arah taman kecil di samping bangunan, menjadi pilihan untuk menikmati secangkir kopi dan menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit seperti yang dijanjikan Ratih ada Airin di telepon tadi.

"Silakan ...." Dazel menarik kursi dan mempersilahkan Airin untuk mendudukinya.

"Terima kasih."

Seorang pelayan menghampiri mereka dengan membawakan buku menu untuk mereka memilih apa yang akan dipesan.

"Mau minum apa?" Airin mengangkat wajahnya dan menatap Dazel yang saat itu tengah menatapnya juga.

Pandangan mereka saling bertemu dan keduanya sama-sama terpaku sampai beberapa detik, kemudian keduanya pun tersipu malu. Mirip remaja yang sedang jatuh cinta.

"Sepertinya aku mau minum kopi latte saja," jawab Airin di tengah rasa salah tingkahnya.

"Wow ... kita punya selera yang sama," ucap Dazel seraya terkekeh.

"Oya?"

"Hmm ...."

Dua kopi latte dan dua potong red velvet menjadi menu pilihan keduanya.

Airin merogoh ponsel dari tasnya karena terdengar suara berdering, lalu sesaat alisnya bertaut karena tidak mengenali nomor si pemanggil.

"Itu nomorku." Dazel yang melihat Airin mengerutkan kening, akhirnya memberi tahu kalau itu nomor ponselnya.

"Oh, oke, aku save, ya."

"Harus." Dazel menjawab dengan menjentikkan jarinya.

"Kenapa harus?"

"Karena setelah hari ini, di hari-hari selanjutnya kamu akan direpotkan oleh pesan dan panggilan dariku."

Airin tersenyum melihat tingkah Dazel. Sementara debar di dadanya semakin tak bisa terkontrol lagi. Wajahnya memerah saat Dazel menatapnya dan tentu saja membuat salah tingkah.

Tak lama ponselnya kembali berdering dan kali ini Ratih yang menelepon. Ia mengabarkan kalau sudah berada di lokasi. Airin mengarahkan Ratih untuk menemuinya di kafetaria.

Tak butuh waktu lama, netra Airin menangkap sosok sahabatnya itu memasuki kafetaria, Airin melambaikan tangannya ke arah Ratih dan disambut senyuman oleh Ratih.

"Hai, Rin ... akhirnya ...." Ratih memeluk Airin begitu sampai di meja Airin dan Dazel.

"Hai, Beib, seneng banget, deh akhirnya gue bisa nyusul, lo," ucapnya seraya cipika-cipiki.

"Duh, cantik banget, sih, ibu satu ini," puji Ratih seraya merengkuh bahu Airin.

"Ahay ... dikatai cantik sama yang lebih cantik," jawab Airin sambil terkekeh.

"Ehemm ...." Ratih mendehem seraya matanya melirik ke arah Dazel dan membuat Airin tersadar kalau dia tidak sendiri.

"Oh, Ratih, kenalin, ini Dazel," ujar Airin seraya melirik ke arah Dazel, "Dazel, kenalin, ini Ratih, perempuan cantik yang telah membuat kita menunggu di sini lebih dari dua puluh menit." Airin mengenalkan keduanya.

"Baik, karena sekarang Tuan Puteri sudah ada yang menjemput, jadi ... saya izin mohon diri, gapapa, 'kan?" Dazel berbicara seraya bangkit dari duduknya.

"Loh, kok, buru-buru? Kita ngobrol-ngobrol aja dulu, Zel." Airin berusaha mencegah walau hanya sekadar basa-basi.

"Iya, Zel." Ratih ikut menambahkan.

"Terima kasih, next time kita minum kopi sama-sama. I'm promise.”

"Ok, kalau begitu. By the way ... terima kasih banyak sudah menemani aku, ya," Airin berbicara seraya menangkupkan kedua tangannya.

"Sama-sama, Airin."

Dazel menarik kopernya dan bersiap meninggalkan tempat itu, tetapi baru beberapa langkah tiba-tiba ia membalikkan badannya dan memanggil nama Airin.

"Airin ...."

Airin yang baru saja mengenyakkan bobotnya seketika berpaling ke arah Dazel.

"Ya, apa ada yang tertinggal, Zel?"

"Oh, no, I just want to say nice to meet you." Dazel berkata seraya tersenyum dan mengangkat kedua alisnya. Sementara Airin yang seketika memerah wajahnya menjawab lirih, "Me, too."

"Eheem ... nasib ... nasib, gini amat nasib jomblo, ya, jadi nyamuk gue," celetuk Ratih dengan raut wajah dibuatnya sesedih mungkin.

"Apaan, sih ...." Airin melempar Ratih dengan selembar tisu.

"Loh, kok, itu muka kenapa merah, gitu, Bu?" Ratih semakin menggoda Airin yang terlihat salah tingkah.

"Udah, deh, jan ngawur, ah." Airin berusaha menutupi apa yang bergejolak dalam hatinya saat ini.

"Eh, tapi gue penasaran. Gimana ceritanya lo bisa bareng dia?"

"Yaa ... enggak gimana-gimana juga, sih. Tadi itu di pesawat dia duduk sebelah gue, nah, setelah landing dia tanya gue dijemput atau enggak. Ya, gue bilang iya gue dijemput. Gue telepon lo dan lo bilang dua puluh menit lagi, lalu dia nawarin buat nemenin gue. Ya, udah gitu aja, enggak ada yang spesial."

"Oooh, gitu, ya? Eh, tapi sumpah dia itu cakep banget, lho, Rin."

"Terus? Kalo dia cakep emang kenapa?"

"Yaa ... enggak kenapa-kenapa juga, sih, hahaha," Ratih terkekeh sendiri melihat wajah Airin yang semakin memerah.

"Udah, ah, udah. Kita ke hotel sekarang aja, yok." Airin berusaha mengalihkan percakapan.

"Ya, udah, ayok. Eh, tapi, Rin ...."

"Kenapa?"

"Tadi, lo sempat tukeran nomor, 'kan?"

"Eemm ... tukeran enggak, ya ...." Airin kini balik menggoda Ratih seraya memainkan bola matanya.

"Tukeran. Pasti."

"Yakin?"

"Why not."

"Sok tau, lo." Airin berlalu mendahului Ratih.

"Eh, Rin, tunggu, Rin! Tukeran, 'kan, Rin?" Ratih masih terus saja mengoceh sambil mengejar langkah Airin yang sengaja mempercepat langkah kakinya.

"Rin, tunggu napa, Rin! Miris beud dah nasib gue, udah ditinggal laki, punya kawan atu doang gue ditinggal pula ...."

Mendengar celotehan Ratih, seketika Airin membalikkan badannya dan tertawa meski tawanya agak ditahan.

"Tega bener, Buuu ... gue ditinggal."

"Hahaha ...sini, sini peyuuukk ...."

"Dih! Ogah!"

Lalu kedua perempuan yang sudah berteman dekat lebih dari delapan tahun itu berjalan bersisian dengan senyum ceria dari keduanya.

Airin bertemu Ratih di tempat kebugaran, yoga menjadi pilihan Airin untuk berolah raga. Saat itu Airin baru satu tahun menikah dengan Bram dan belum memiliki anak. Keseharian Airin pun tidak terlalu sibuk dan juga belum mempunyai banyak teman.

Karena seringnya mereka bertemu dan berolah raga bareng, mereka merasa kecocokan sebagai teman dan berlanjut dengan jalan bareng, belanja, dan melakukan kegiatan lainnya.

Hingga beberapa bulan kemudian, Airin dinyatakan hamil. Ratih orang kedua setelah Bram yang memeluk Airin seraya mengucapkan selamat. Saat itu Ratih memeluk Airin erat sekali dan menangis terharu mendapat kabar kalau sahabatnya positif hamil. Sementara Ratih sendiri yang menikah lebih awal dari Airin, belum dikaruniai seorang anak.

Selama kehamilan Airin, Ratih sangat perhatian terhadap sahabatnya itu, saat Bram tak bisa mengantar untuk cek ke dokter, Ratih dengan sigap menggantikannya, saat Airin dalam masa ngidam, Ratih pun dengan telaten bertanya dan membawakan apa saja yang Airin inginkan.

Airin yang tinggal jauh dari orang tuanya merasa sangat bersyukur dipertemukan dengan Ratih yang begitu baik dan perhatian meski terkadang sikapnya sedikit urakan, tetapi Airin salut dengan keberanian Ratih yang selalu pasang badan saat pernah ada seorang laki-laki yang berusaha mengganggu Airin.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merusak Pagar Ayu   Bab29_Takdirkah ini? ( ENDING )

    Setelah melewati beberapa kali rangkaian pemeriksaan, akhirnya Airin dijadwalkan untuk menjalani operasi siang ini. Semua sedang dipersiapkan tinggal menunggu tim menjemput dan membawanya ke ruang operasi. “Sayang ... aku yakin kamu bisa sembuh dan aku akan selalu berdoa untuk kesembuhanmu.” “Pi, maafkan aku—” “Sstt ... sudah, jangan memikirkan yang lain dulu, sekarang kita fokus untuk kesembuhanmu. Aku yakin kamu pasti kuat, Mi.” “Tidak, Pi, aku takut aku tak bisa membuka mata lagi dan aku belum mendapatkan maaf darimu, Pi.” “Sayang—kita lupakan semuanya dan Insya Allah—aku sudah memaafkanmu.” Tutur Bram tulus, meski di dalam hatinya ada rasa sakit yang teramat menggores. Namun, setelah melewati proses merenung dan menjalankan salat istikharah, ia memutuskan untuk memaafkan Airin dan berjanji akan membimbingnya ke arah yang lebih baik lagi. Meski jujur harus diakuinya ada rada yang sangat tak nyaman saat mengingat bahwa istri yang teramat dia sayangi pernah membagi tubuh dan hat

  • Merusak Pagar Ayu   Bab28_Terbang ke Penang

    “Semua berkas sudah siap dan saya juga sudah membuat janji dengan Dokter Victor, Pak Bram bisa segera berangkat.” Dokter Faizal berbicara dengan Bram di ruang kerjanya.Malam ini juga Airin akan segera diterbangkan ke Penang untuk menjalani pengobatan, ia akan menjalani operasi Whipple. Operasi Whipple adalah operasi yang melibatkan pengangkatan bagian kepala pankreas, bagian pertama dari usus kecil ( duodenum ), dan sebagian dari saluran empedu, kantong empedu, dan terkadang sebagian lambung. Umumnya, operasi ini digunakan untuk menangani kanker pankreas. Untuk penderita di stadium 1,2, dan 3 yang belum parah, telah banyak penderita sembuh total setelah menjalani operasi ini.“Terima kasih banyak atas bantuannya, Dokter.” Dengan tangan gemetar Bram menerima semua berkas yang harus ia bawa untuk diserahkan pada pihak rumah sakit di Penang. Hati Bram hancur menerima semua kenyataan ini. Namun, ia harus tetap tegar dan kuat demi untuk kesembuhan wanita yang sangat ia sayangi. “Oke, jik

  • Merusak Pagar Ayu   Bab26_Airin Kritis

    “Jadi, istrinya Dazel berasal dari Karawang? Sama dengan aku?” Airin berkata di dalam hatinya. Sesaat ingatannya tertuju pada kampung halaman, orang tua, teman, dan saudara-saudaranya yang entah sudah berapa lama tak berjumpa. Lalu Airin teringat akan Wulan, teman semasa kecil yang sudah sekian lama tak diketahui kabarnya. Semenjak Airin menikah dan menetap di Jakarta, ia jarang sekali pulang ke kampung dan saat Wulan menikah pun Airin tak mengetahuinya.“Sayang ....”Dazel menggenggam tangan Airin dan menciuminya ingin rasanya ia memeluk tubuh mungil Airin. Namun, melihat kondisinya yang lemah Dazel takut malah akan menyakitinya.“Sayang, kamu kenapa bisa seperti ini? Sakit apa?”“Dazel, apa kamu mencintaiku?”“Tentu saja, aku sangat mencintaimu, Sayang, kenapa kamu bertanya seperti ini? Kenapa meragukan aku? Kita telah bersama selama tiga tahun, apa yang kamu ragukan, Sayang?”“Boleh aku meminta sesuatu?”“Katakanlah—““Ti—tinggalkan aku.”Dazel merasa seperti terhempas ke dalam ju

  • Merusak Pagar Ayu   Bab26_Kedatangan Dazel

    BAB 26“Tambah lagi, ya, makannya?” Bram membujuk Airin yang beberapa hari terakhir ini susah sekali untuk makan. Dalam dua minggu terakhir ini atau selama ia sakit, berat badannya menurun drastis. Tubuh mungilnya semakin kurus dan pucat.“Udah, Pi,” Airin menjawab dengan lemah.Dua pekan sudah Airin terbaring di rumah sakit, keinginannya untuk bed rest di rumah tak dikabulkan pihak rumah sakit mengingat seringnya Airin mengalami drop dan tiba-tiba mengalami rasa sakit yang teramat sangat pada perut bagian atas kiri dan kemudian menyebar hingga ke bagian belakang. Rasa nyeri itu akan semakin bertambah saat ia sedang makan atau berbaring.Bram meletakkan piring yang isinya hanya beberapa sendok saja yang berhasil ia suapkan pada Airin. Ia melirik arloji yang melingkar di tangannya, jarum jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi lebih beberapa menit saja. Ia sudah membuat janji bertemu dengan Dokter Faizal untuk membicarakan tentang pengobatan Airin yang akan diberangkatkan ke Penang at

  • Merusak Pagar Ayu   Bab25_Berpulang

    BAB 25Dada Dazel bergemuruh hebat saat ia menerima telepon dari ART-nya yang mengabarkan kalau istrinya ditemukan tak sadarkan diri di dalam kamar.Dirinya yang saat itu sedang berbunga-bunga karena baru saja membuat janji bertemu dengan wanita lain yang tiga tahun terakhir ini mengisi hatinya, bertakhta setara dengan Regina. Dazel mencintai keduanya tanpa ada perbedaan. Dazel bukan mencintai Airin karena nafsu atau karena kemiripan wajah Airin dengan Regina, tetapi Dazel benar-benar mencintai Airin dari lubuk hati terdalam. Di tengah rasa paniknya, Dazel masih menyempatkan diri mengabari Airin dan meminta maaf harus membatalkan rencana kencan mereka. [Sayang ... maaf, untuk hari ini kita batal bertemu, aku ada urusan mendadak.] Dazel memberikan alasan batalnya pertemuan mereka. Namun, setelah beberapa saat menunggu tak juga ada balasan dari Airin. Dazel berusaha menelepon kekasih hatinya, tetapi tak juga dijawab olehnya. Rasa cemas dan takut kehilangan mendera hati. Ia sangat men

  • Merusak Pagar Ayu   Bab24_Kehilangan

    Bab 24Gundukan tanah merah itu masih basah, bunga-bunga segar pun masih bertaburan di atasnya. Orang-orang berbaju hitam yang tadi memenuhi area pemakaman untuk menghadiri acara pemakaman seorang wanita, satu per satu telah meninggalkan pemakaman. Kini, tinggallah seorang lelaki duduk termenung di samping batu nisan yang bertuliskan : REGINA PUTRI WULANDARILahir : Majalengka, 03 Januari 1989Wafat : Jakarta, 09 Februari 2022Lelaki itu adalah Dazel. Lelaki yang beberapa jam lalu masih memeluk tubuh istrinya yang semakin melemah. Ya, Dazel adalah seorang suami dengan dua orang anak. Ia sebenarnya lelaki baik yang begitu menyayangi keluarganya. Namun, sejak empat tahun yang lalu, tepatnya sejak Egi—panggilan—untuk Regina, divonis menderita leukimia stadium empat, hidupnya serasa hancur apalagi kedua anaknya masih sangat memerlukan perhatian penuh dari seorang ibu. Dazel berusaha mencari pengobatan yang terbaik untuk istrinya. Tak pernah sekalipun ia lalai mengurusi pengobatan dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status