Share

Bab 7_ Meminta izin

Bab7

Tiba di hotel, Airin langsung menuju meja resepsionis untuk melakukan check in. Namun, Ratih lebih dulu berbicara pada petugas resepsionis dan tak lama petugas itu memberikan dua buah kunci kamar.

"Lho, kok?"

"Iya, sebelum berangkat jemput lo tadi gue sempet pesan satu kamar buat lo, dan lo tau? Kamar lo itu pas sebelahan kamar gue!"

"Waaahh ... thanks, Beib." Airin berucap seraya menerima kunci kamar yang diberikan Ratih padanya.

Dengan menggunakan lift mereka naik ke lantai delapan di mana letak kamar mereka berada.

"Rin, lo istirahat dulu, ya, ini udah hampir masuk waktu Magrib juga. Nanti pukul 19:30 kita keluar makan malam dan cari angin sedikitlah," ucap Ratih saat mereka sudah sampai di depan kamar.

"Oke, gue juga udah pengen mandi, nih."

"Ya udah, oke."

Airin dan Ratih masuk ke dalam kamarnya masing-masing. Setelah menyimpan barang bawaannya, Airin lalu masuk ke kamar mandi, berendam mungkin akan membuat badan lebih segar setelah perjalanan dari Jakarta ke Surabaya siang tadi.

Wangi aroma terapi memberikan kesan rileks yang Airin rasakan, ia berendam dalam air hangat, matanya terpejam, tetapi entah mengapa tiba-tiba bayangan wajah Dazel hadir begitu saja membuat ia tersentak.

“Kenapa tiba-tiba saja aku teringat padanya?” Dalam hati ia bertanya sendiri, “Ya, ampuunn ingat suami, Airin! Jangan macem-macem.” Kembali suara hatinya berkata.

Setelah merasa badannya jauh lebih segar, Airin menyudahi ritual mandinya dan segera membalut badannya dengan handuk. Baru saja keluar dari kamar mandi, ia mendengar suara ponselnya berdering, gegas ia meraih ponsel yang diletakkannya di atas nakas sebelah tempat tidur.

"Halo, Sayang, aku baru selesai mandi, nih," sapanya saat tahu yang menelepon adalah Bram.

"Baru ditinggal beberapa jam aja udah kangen banget aku, Mi." Setengah merengek seperti anak kecil, Bram membuat Airin terkekeh.

"Mau menyusul?"

"Ah, enggak, Sayang. Aku cuma kangen aja, ternyata aku gak bisa jauh dari kamu. I love you."

"I love you more, suamiku. Kenzo gimana, Pi?"

"Aman, Sayang."

"Aku habis ini mau keluar makan malam dulu."

"Iya, Sayangku. Hati-hati, ya, selamat berlibur istriku. Aku tutup teleponnya, ya?"

"Bye, Papi."

"Bye."

Setelah pembicaraan selesai, Airin pun gegas mengeringkan rambut dan berganti pakaian karena sudah berjanji akan keluar untuk makan malam bersama Ratih.

***

Waktu sudah pukul 21:40 saat kedua sahabat itu kembali ke hotel setelah menikmati makan malam di sebuah kafe tak jauh dari hotel tempat mereka menginap. Sebenarnya mereka bisa saja menikmati makan malam di resto yang tersedia di hotel, tetapi Airin dan Ratih lebih memilih keluar sembari sedikit cari angin, begitu mereka bilang.

Setelah mencuci muka dan menghapus make-up tipis yang ia kenakan tadi, Airin merebahkan badannya. Mata belum terasa mengantuk ia iseng-iseng membuka media sosial yang sangat jarang sekali ia gunakan. Hanya di waktu senggang saja ia membuka media sosial yang ia gunakan itu pun hanya sekedar menjelajah saja dan melihat-lihat postingan teman-temannya.

Ting!

Notifikasi pesan dari ruang chat berbunyi, Airin langsung membukanya dan tersenyum sendiri saat tahu siapa yang mengirim pesan.

[Hai ... belum tidur?] Tulis seseorang yang mengirimkan pesan pada ponselnya dan Airin menamainya. Dazel.

Airin senyum-senyum sendiri sebelum ia membalas pesannya, ia bingung dan salah tingkah untuk membalas pesan lelaki itu, padahal hanya kata belum yang akhirnya dia tulis.

[Boleh aku telepon?] Dazel meminta izin pada Airin untuk menelepon dan Airin mengangguk tanda ia mengizinkan. Namun, berapa detik kemudian ia sadar bahwa Dazel tidak akan melihat ia mengangguk dan akhirnya kembali satu kata yang ia kirimkan sebagai balasan, "Boleh."

Tak lama kemudian ponselnya berdering tanda panggilan masuk dari Dazel.

"Hai ...." Airin menyapa saat telepon mulai tersambung.

[Kok, belum tidur?]

"Belum ngantuk, ini."

[Terus ngapain?]

"Tadi terima pesan, sekarang terima telepon ...."

[Dari aku?]

"Iya."

Lalu keduanya tertawa bersama, setelah itu mengalir obrolan-obrolan ringan seputar pertemuan mereka tadi dan mereka berjanji untuk pulang ke Jakarta bersama-sama. Tak terasa sudah lebih dari satu jam mereka mengobrol dan rasa kantuk sudah mulai menyerang, "Aku mulai ngantuk, nih," ucap Airin.

[Ya, sudah, kamu tidur, gih. Aku tutup teleponnya, ya, selamat tidur dan selamat mimpiin aku ... eh, mimpi indah.]

"Hahaha, terima kasih sudah menemani aku ngobrol."

[Airin ... senang bisa mengenalmu.] Dazel menutup pembicaraan dengan satu kalimat yang membuat Airin salah tingkah.

Lalu ia mematikan ponselnya dan menyimpannya di atas nakas di sebelah tempat tidurnya. Airin mencoba memejamkan mata yang sudah terasa berat, ia tertidur dengan satu senyuman di bibirnya.

***

Keesokan harinya Airin terbangun oleh ketukan di pintu kamarnya, ia gegas beranjak dari tempat tidur dan membukakan pintu. Tampak Ratih sudah berdiri di depan pintu dengan pakaian santai dan riasan wajah polos yang hanya menggunakan sedikit lipstik tipis.

"Tumben lo baru bangun, Rin. Gue telepon juga ponsel, lo, nggak aktif,” cecarnya seraya melangkah masuk.

"Oh, iya, semalam gue matiin ponsel setelah selesai teleponan."

" Sama siapa? Hayooo ... jan bilang, lo, abis teleponan sama ...." Ratih menggantungkan kalimatnya dan menatap Airin dengan tatapan menggoda Airin, sementara Airin memerah wajahnya dan gegas lari ke kamar mandi dengan alasan mau membersihkan badan.

Ratih terkekeh melihat sikap sahabatnya yang tidak seperti biasanya. Dalam hati ia berkata “Ini tidak boleh terjadi, Aku harus mengingatkan Airin sebelum semuanya terlambat.”

Tak lama kemudian, Airin sudah cantik dengan mengenakan pakaian santai dan rambut digerai.

"Kita sarapan dulu di bawah, ya," ajak Ratih dan disetujui oleh Airin.

" Rencana hari ini kita mau ke mana, ya?" Airin bertanya pada Ratih saat telah berada di dalam lift untuk turun ke lantai satu di mana tersedia resto yang menyediakan breakfast khusus untuk para tamu hotel.

"Gue udah searching beberapa tempat, sih, tapi nanti kita lihat mana yang lebih menarik untuk kita datangi."

"Oke.”

“Selamat pagi, Bu, silakan ....”

Sambutan ramah dari petugas hotel saat Airin dan Ratih memasuki ruang breakfast, lalu keduanya memilih untuk duduk di meja paling ujung yang menghadap ke pintu masuk.

Salad buah dengan ditambah ekstra yoghurt menjadi pilihan Airin untuk menu sarapannya pagi ini, ia memang penggila salad. Entah mengapa Airin sangat suka sekali dengan makanan yang satu ini. Sementara Ratih memilih menu mi goreng khas Surabaya yang pagi ini terhidang begitu menggugah seleranya.

Saat tengah menikmati sarapan, netra Airin menangkap satu sosok yang baru saja memasuki ruangan, Dazel!

Pagi ini lelaki tampan itu terlihat sangat gagah walau masih mengenakan pakaian santai, ia mengenakan kaos oblong yang dipadukan dengan celana pendek yang Airin hafal betul itu dari salah satu merek terkenal. Sejenak Airin terpesona memandang Dazel dari kejauhan.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status