Inah! Dari mana saja kamu? Pagi-pagi sudah ngilang!" teriak Mama Reta ketika melihat Bi Inah masuk ke dalam rumah bersama dengan putranya.
"A-anu, Nya. Itu ...," jawab Bi Inah gagap.
"Anu-itu, apa? Dan kamu Khair, kenapa masih di sini? Nggak kerja?" potong Mama Reta seraya menghampiri mereka.
"Habis zuhur Khair ke kantor, Ma. Tadi ada urusan sebentar sama Bi Inah," sahut Khair, dia melirik ke arah asisten rumah tangga mamanya yang terlihat menunduk.
"Kamu itu jangan terlalu baik sama pembantu, ntar lama-lama dia ngelunjak. Pakai acara beliin barang-barang segala," ucap Mama Reta seraya melirik paperbag di tangan Bi Inah.
Astaga! Khair lupa meletakkan gamis Lena di bagasi mobil, untung mamanya berpikir itu belanjaan Bi Inah. Kalau sampai perempuan itu tahu yang sebenarnya, bisa runyam urusannya. Tapi kasihan juga Bi Inah, sekarang dia malah terkena imbas dari masalah Khair.
"Masuk aja, Bi. Terima kasih sudah bersedia menemani saya," ujar Khair. Bi Inah mengangguk lalu bergegas menuju kamar sebelum Mama Reta memarahinya.
Khair menghampiri mamanya. Perempuan itu tampak memalingkan wajahnya. "Ma, jangan bicara seperti itulah sama Bi Inah. Kasihan kan dia,"
ucap Khair sambil mengusap tangan mamanya.
Mama Reta menatap Khair dengan wajah sebal. "Habis kamu sama pembantu aja kaya gitu, lagipula dari mana sih kalian? Pantas waktu Melody datang ke kantor kamu nggak ada di sana."
"Mama ngapain nyuruh Melody ke kantor Khair?" tanya Khair tak percaya.
"Ya, ngantar makanan. Mama lihat tadi pagi kamu nggak sempat sarapan," ucap Mama Reta datar.
"Lain kali nggak perlu repot-repot lah, Ma. Khair bisa sarapan di luar," sahut Khair.
"Memangnya kenapa sih? Kamu nggak suka kalau Melody yang ngantar?" selidik Mama Reta.
"Bukan begitu, Khair nggak mau Melody salah paham dengan kedekatan kami. Karena selama ini Khair nggak ada perasaan apa-apa sama dia."
"Emangnya apa yang kurang dari Melody? Dia cantik, baik dan berpendidikan tinggi. Cocok sama kamu!"
Tentu saja tidak ada yang salah dengan Melody, apa yang dikatakan mamanya memang benar. Khair sejak kecil sudah dekat dengan Melody, dan itu membuat dirinya hafal kepribadian perempuan itu. Namun, masalahnya sekarang Khair tertarik dengan wanita lain dan dia tidak ingin memberikan harapan palsu pada Melody.
"Perasaan itu nggak bisa dipaksakan, Ma," ucap Khair.
"Mau sampai kapan? Mama sudah kepengin nimang cucu, siapa lagi yang bisa diharapkan kalau bukan kamu? Fatimah adik kamu masih kuliah, masa dia yang harus nikah?" Pertanyaan mamanya membuat Khair seketika rindu dengan adiknya.
"Udahlah, Ma, Khair ke atas dulu. Capek." Khair melangkah menuju tangga. Dia tidak mau mamanya terus-terusan membahas soal pernikahan.
"Halah! Capek ngapain? Wong dari tadi kamu cuma jalan-jalan sama Bi Inah kok!"
Khair tidak menggubris ucapan mamanya. Dia mengunci pintu kamar, lalu membaringkan tubuh di ranjang. Khair mengusap wajahnya berkali-kali. Bayangan tentang pertemuannya dengan Lena, perdebatan singkat perihal pakaian dan kejadian di mall tadi, terus berkelebatan di ingatannya. Entah dengan alasan apa Khair merasa hatinya teriris melihat kejadian itu. Ketika dalam perjalanan pulang, sempat terbesit dalam hatinya untuk menikahi perempuan itu. Tapi tidak! Itu bukan pilihan yang tepat. Sebaiknya nanti malam dia salat istikharah dulu. Khair sadar pernikahan adalah mitsaqan ghalidza, yaitu sebuah perjanjian yang besar. Dia tidak bisa sembarangan dalam memilih calon istri, belum lagi mamanya pasti akan menolak mentah-mentah keputusannya untuk menikahi Lena.
Khair tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya begitu resah memikirkan perempuan itu.
Apa dia benar-benar sudah jatuh cinta? Apa yang harus dia lakukan sekarang? Ah, Rasanya dia ingin segera datang ke kelab malam dan mengeluarkan Lena dari sana.
~oOo~
Lena Anastasya harus kembali masuk ke dunia gelap, di mana suara musik terdengar memekakkan telinga, aroma alkohol menyengat hidung dan kerlap-kerlip lampu diskotik memancar ke segala arah.
Tempat sebagian orang menggantungkan hidupnya dari bayaran melakukan pekerjaan-pekerjaan di dalamnya. Tempat hiburan malam itu pernah menjadi hal yang begitu mengasyikkan baginya. Terutama saat dirinya menghabiskan bergelas-gelas wisk*y dan masih dalam keadaan sadar, benar-benar seorang pemabuk yang handal.
Malam ini sangat ramai, banyak pengunjung datang untuk bersenang-senang setelah seharian melakukan rutinitas yang menguras tenaga juga menikmati suasana malam. Bahkan tak sedikit yang melakukannya sebagai dasar pelarian atas masalah dalam hidupnya. Mereka sampai rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk bisa masuk ke tempat hiburan tersebut.
"Kamu masih di sini? Emang benar ya, kalau perempuan kaya kamu nggak bakal jauh-jauh dari tempat ini!" ucap Om Ady sambil merangkul dua perempuan yang kini menopang tubuhnya.
"Saya sudah nggak ada urusan lagi sama Om, ya! Jadi suka-suka saya mau di mana aja," sahut Lena sedikit emosi. Dia hanya menyesali harus bertemu dengan lelaki tua itu lagi.
"Sombong! Mentang-mentang udah punya pacar shalih dan kaya. Kasihan banget ya dia sampai jatuh cinta sama perempuan murahan kaya kamu! Ya enggak, Sayang?" Om Ady menoleh ke arah dua perempuan di dekatnya secara bergantian.
"Iyaa, Om ...," ucap mereka serempak dengan suara lebai. Kemudian mereka bertiga ngeloyor pergi begitu saja.
Lena tersenyum masam. Om Ady benar, dosa apa Khair sampai harus berjumpa dengan dirinya.
"Sudah siap? Ayo temani saya sekarang juga!" Seorang pemuda menghampiri Lena dan merangkul bahunya. Lena merasa jijik, tapi mau gimana lagi? Mungkin takdir hidupnya memang harus menjadi wanita malam.
~oOo~
Setelah berwudu, Khair menggelar sajadahnya dan bergegas melaksanakan salat istikharah. Dia ingin meminta petunjuk atas segala kerisauannya, juga tentang jodoh yang akan menyempurnakan separuh agamanya. Gerakan demi gerakan dia lakukan dengan khusyuk, lalu setelahnya dia berzikir dan berdoa.
'Ya Allah, jika memang engkau ciptakan dia sebagai tulang rusukku dan menyempurnakan separuh dari agamaku, terbaik untukku, keluargaku dan masa depanku. Maka mantapkanlah hatiku dan permudahlah jalan kami menuju ikatan suci. Sesungguhnya hambamu ini pasrah atas segala ketentuanmu.'
Besar harapan dalam hati Khair, Allah SWT memberikan petunjuk untuknya memilih Lena atau tidak. Dia yakin Yang Mahakuasa tidak akan membiarkan dirinya terus menerus berada dalam kegundahan.
Khair baru saja melepas pecinya, ketika handphone-nya bedering. "Bagaimana Rehan? Ada kabar apa tentang Lena?" tanya Khair dengan nada tak sabar.
"Hmm, Lena sekarang sudah bersama saya," ucap Rehan. Suara lelaki itu terdengar berbisik.
"Baik, saya segera ke sana." Khair menutup teleponnya dan segera berganti pakaian. Tak lupa dia membawa gamis Lena yang telah diletakkan Bi Inah di kamarnya. Hatinya sedikit lega, ternyata temannya itu bisa diandalkan. Tak butuh waktu lama pria itu sudah berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik.
"Mau ke mana malam-malam gini?" tanya Mama Reta saat melihat Khair turun dari tangga dengan memakai pakaian yang rapi. Wanita itu sedang bersantai sembari menonton televisi.
"Hmm, Khair ada urusan, Ma," ucap Khair seraya mencium punggung tangan mamanya, kemudian berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban. Dia mengembuskan napas lega saat sang mama ternyata tidak memperhatikan paperbag yang ada di tangan kirinya. Ya, sepertinya Mama Reta sedang fokus menyaksikan sinetron favoritnya.
~oOo~
Setelah mematikan telepon, pria yang tak lain adalah Rehan itu mendekati Lena yang sedari tadi hanya duduk di tepi ranjang tanpa sepatah kata pun.
"Apa kita bisa mulai sekarang?" tanya Rehan pada Lena. Perempuan itu malah menunduk, lalu membenamkan wajah di kedua telapak tangannya.
"Kenapa? Kata Mami kamu adalah wanita paling memuaskan di sini?" tanya Rehan lembut. Dia tidak ingin menyakiti hati Lena. Karena sepertinya saat ini sahabatnya sedang menaruh perasaan pada perempuan itu.
"Iya, tapi itu dulu. Kalau boleh memilih, saya tidak ingin melakukan pekerjaan ini lagi," sahut Lena seraya menatap Rehan. Walau bagaimanapun Rehan tetaplah laki-laki normal pada umumnya yang akan terpesona dengan penampilan Lena yang cantik dan sexy. Namun, dia tidak pernah menyangka sahabatnya yang shalih juga terjebak dalam hal yang sama.
"Kalau begitu saya tidak akan menyentuhmu." Ucapan Rehan membuat Lena terkejut. Untuk apa Rehan membayar Lena dengan mahal jika bukan untuk bersenang-senang dengannya.
Sementara di sisi lain, Khair terpaksa datang ke kelab malam hanya untuk menyelamatkan Lena.
Dia berjalan dengan tegas memasuki tempat itu. Sayangnya, baru beberapa langkah Khair terpaksa harus berhenti, tangannya dicekal seseorang. "Kalau shortime 800 ribu rupiah, kalau longtime 1 juta rupiah. Bayar sama Mami, Bang, di kasir," ujar seorang wanita berbaju sexy sambil menggoda. Mungkin wanita itu berpikir Khair adalah seorang pelanggan di kelab malam tersebut.
"Di mana tempat melakukannya?" tanya Khair. Dia terpaksa bertanya seperti itu karena tadi Rehan tidak mengatakan di sebelah mana dirinya dan Lena berada. Barangkali perempuan ini bisa memberikan petunjuk untuknya mengetahui keberadaan Lena saat ini.
Sang wanita berambut pirang itu justru mengatakan tergantung kehendak pengunjung yang berniat mengajaknya. "Di dalam kamar, di hotel juga bisa. Ya, terserah abangnyalah." Wanita itu mengedipkan sebelah matanya. Jawaban yang tidak terlalu memuaskan bagi Khair. Sekarang mau tidak mau dia harus bertanya lebih detail. "Apa kamu kenal dengan Lena?" tanya Khair.
"Oh, Lena? Kenal lah! Dia itu senior di sini." Wanita itu memutar bola matanya lalu memandang Khair dari atas sampai bawah.
"Di mana dia sekarang?" tanya Khair lagi.
"Ada di kamar sebelah sana. Sepertinya sedang melayani pelanggan." Wanita itu menunjuk salah satu ruangan yang ada di tempat itu.
"Terima kasih," ujar Khair bergegas menuju ke arah yang dimaksud perempuan tadi.
"Ck, gue malah ditolak lagi. Si Lena itu emang hebat ya, bisa dapat pelanggan yang tampan macam dia." Wanita itu membalikan badan dan melangkah pergi.
Klak!
Pintu kamar terbuka, Lena dan Rehan menoleh secara bersamaan. Perempuan itu sangat terkejut saat mengetahui yang datang adalah Khair.
"Mas Khair," ucap Lena dengan mata berkaca-kaca. Rasanya dia ingin sekali memeluk Khair, menumpahkan segala rasa sesak dalam dadanya.
Sementara Khair memberikan isyarat pada Rehan untuk keluar, lalu dengan segera pria itu meninggalkan mereka berdua.
"Lena, saya ingin bicara denganmu di luar," ucap Khair seraya berlalu dan membuat Lena segera mengikuti langkahnya. Saat mereka berdua melewati ruang tengah, orang-orang memandang Lena dengan tatapan heran. Mungkin dalam hati mereka bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi.
Khair berhenti, sedikit memutar tubuhnya agar menghadap Lena. "Saya akan menikahimu," ucapnya setelah mereka berdua sampai di halaman tempat tersebut.
Khair yang sedang berpelukan dengan istri pertamanya sontak segera melepaskan tautan mereka. Khair berjalan menghampiri Melody dan diikuti Lena di belakangnya."Mel, lain kali kalau kamu mau masuk ke kamarku bisa tolong mengetuk pintu lebih dulu?" tanya Khair dengan lembut meski dia merasa risih dengan kehadiran Melody disaat dirinya tengah bermesraan dengan Lena."Mas, aku juga istrimu. Apa aku salah memasuki kamar suamiku tanpa izin?" tanya Melody dengan tatapan nanar."Tidak salah kalau itu kamarku sendiri! Tapi ini adalah kamar Lena, yang harus dijaga privasinya. Seperti Lena tak memasuki kamarmu sembarangan, begitu pun kamu harus menjaga privasinya!""Baik, maaf kalau aku lancang!" Melody menekuk wajahnya dan menunduk sedih. Khair yang melihat itu merasa kasihan dan mengelus kepala Melody."Tak masalah, lain kali jangan seperti itu lagi, ya," ucap lelaki itu.
Wajah Khair yang semula berbinar langsung berubah masam. Dia sangat terkejut mengapa rekan kerjanya bisa bersama Lena seperti itu. Apa lelaki itu mencoba menusuknya dari belakang?"Bohong, Mas. Ini nggak seperti yang dia ucapkan. Aku sama sekali nggak pernah janjian apalagi barengan belanja sama Azam," papar Lena yang seketika merasa lemas."Kamu ini bicara apa, Lena? Bukankah semalam kita teleponan gara-gara kamu kesepian. Karena Khair melakukan malam pertama dengan istri keduanya." Azam menyunggingkan senyum bahagia saat dia sedang berdiri di belakang Lena dan melihat Khair mengepalkan tangan."Kamu jangan bicara sembarangan lagi! Mas, dengarkan aku jangan percaya sama ucapannya. Dia sengaja ingin merusak rumah tangga kita," sahut Lena dengan tampang memelas."Sayang, udahlah jujur aja!" Azam merangkul pundak Lena.Seketika emosi Khair langsung meledak. Dia menggebrak mej
Pagi itu setelah Khair dipuaskan Lena dia pergi ke kantor dengan wajah semringah. Sementara Melody sengaja mengambil cuti dan berharap bisa berduaan dengan Khair. Karena mereka adalah pengantin baru yang masih hangat-hangatnya."Mbak, di mana Mas Khair?" tanya Melody setelah menghampiri Lena yang baru saja akan keluar untuk belanja keperluannya dengan Khair yang kebetulan ada beberapa yang telah habis."Mas Khair berangkat ke kantor sejak tadi pagi!" jawab Lena dengan tangan masih sibuk memasukkan ponsel juga dompet ke dalam tas.Rencananya dia akan belanja diantar sopir. Karena Khair sedang sibuk. Sebenarnya Lena sudah bisa mengemudikan mobil, dia beberapa kali diajari Khair dan sudah lumayan mahir. Sayangnya, Lena masih kurang percaya diri."Kerja? Kenapa nggak Mbak Lena larang, sih? Aku sama dia kan pengantin baru," protes Melody ketus.Lena mengembuskan napas kasar mena
Khair mengacak rambutnya frustasi, semua yang dikatakan Melody benar adanya. Namun, dia tak mungkin tega mengatakan semua itu padanya. Karena akan terlalu menyakitkan, tetapi bagi Khair dia memang butuh waktu setidaknya untuk menyentuh Melody.Rasa cinta untuk seseorang bisa saja hadir sebab terbiasa. Namun, ada juga yang bersama sekian lama, tetapi tak punya perasaan apa-apa.Cinta lebih mudah hadir kala hati masih kosong tanpa penghuni dan lebih susah untuk menggantikan nama seseorang yang telah lama bertahta.Khair menoleh menatap Melody yang menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut tebal. Bahu perempuan itu terlihat berguncang, isaknya terdengar keras di telinga Khair.Dia merasa kasihan, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Jika bukan karena permintaan sang mama juga persetujuan dari Melody dan Lena tentu dirinya tak mungkin menikahi perempuan itu.Khair tak akan m
Lena menelan saliva saat mendengar perkataan Aida, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya juga merasa takut akan hal itu."Aku permisi dulu, Ai. Mau ngobrol sama tamu-tamu di luar," pamit Lena akhirnya. Dia tak ingin larut dalam pembahasan yang membuat hatinya semakin was-was.Sementara Aida merasa lega melihat ekspresi Lena yang berubah seperti itu. Artinya perempuan itu pasti memikirkan kalimatnya barusan.***Lena keluar dari kamar untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di ruang tamu. Hari telah berganti malam, dia tidak tahu saat ini Khair berada di mana. Padahal sebentar lagi azan maghrib akan segera berkumandang.Ceklek!Saat Lena membuka pintu dia berpapasan dengan Melody yang keluar dari kamar tamu. Perempuan itu tak sungkan mengenakan lingerie seksi di hadapannya."Mbak, gimana penampilanku cantik bukan?" tanya Melody yang sengaj
Hari berlalu begitu cepat, malam berganti dengan sangat singkat. Ujian sebenarnya telah di depan mata, Lena harus mulai melangkah menapaki pahitnya rumah tangga dengan hadirnya orang ketiga pun madu yang menemani kegiatannya."Saya terima nikah dan kawinnya Melody Fauziah binti Muhammad Mas'ud dengan mas kawin tersebut. Tunai.""Sah?" tanya penghulu kemudian."Saaah ...," jawab mereka serempak."Barakallahu laka wabaaraka alaika wajam'a bainakuma fii khair, aamiin yaa rabbal'alamin."Tes!Sebulir air mata meluncur cepat dari kelopak yang rasanya sedang tak mampu berkedip. Bibir yang mengatup rapat dengan serangkaian pandangan kosong, juga rintihan keras yang tak terdengar di dalam sana membingkai sebuah ijab qabul kecil yang hanya dihadiri saksi, tetangga dan keluarga.Sebuah ikatan yang seharusnya menjadikan dua insan bahagia, tetapi tid