Share

Part 8

Setelah semua pekejaan kantor dan meeting selesai. Aida dan Khair menuju supermarket. Kini mereka sedang memilih barang untuk diberikan pada Lena. "Sepertinya yang ini bagus, Pak," ucap Aida sembari menenteng satu boneka dengan warna biru muda berbentuk beruang dilengkapi love di bagian perutnya.

"Kira-kira Lena suka nggak, Ai?" tanya Khair seraya mengambil alih benda itu dari tangan Aida dan mengamatinya.

"Mudah-mudahan suka, Pak," sahut Aida. "Sepertinya ini sudah cukup. Ada cokelat, jam tangan, parfum sama boneka ini," lanjutnya. 

"Oke kita ke sana mumpung belum terlalu siang. Hari ini kamu ada acara nggak?" tanya Khair. 

"Kebetulan saya lagi free, Pak." Aida membawa semua barang belanjaan mereka dan menuju kasir. Khair mengikuti langkah Aida, lalu membayar semua belanjaan mereka setelah kasir menyebutkan nominalnya, dan segera bergegas menuju rumah Lena. 

***

Lena mengambil sapu dan mulai membersihkan rumahnya. Mungkin acara bersih-bersih hari ini agak siang. Karena seperti biasa, dia harus memasak dan mencuci baju lebih dulu. Lena juga sudah mengelap meja dan kursi ruang tamu. Bagi Lena itu adalah pekerjaan mudah sebab hanya memakan waktu beberapa menit saja. Hal ini karena sejak kecil Lena sudah terbiasa melakukan apa-apa sendiri. Meskipun sesekali Pak Santoso membantunya, lelaki itu kadang bisa berubah menjadi sangat baik dan tiba-tiba menjadi buruk. Mungkin sebenarnya dia adalah orang baik yang sedang salah jalan. 

Sebelumnya Lena telah melepas gamis yang dia kenakan semalam lalu mandi dan menggantinya dengan dress tanpa lengan dengan panjang kurang dari selutut. Walaupun di luar rumah Lena mulai mengenakan pakaian tertutup, tapi tetap saja saat membersihkan rumah seperti ini dia masih merasa risih.

"Assalamualaikum." Salam seseorang dari luar membuat Lena meletakkan sapunya sembarangan dan segera berjalan menuju sumber suara. Saat membuka pintu dia sangat terkejut mendapati yang datang adalah Khair dan Aida.

"Mas Khair, Aida?" tanya Lena kaget.

Aida tersenyum simpul. Sementara Khair langsung memalingkan wajahnya saat melihat aurat Lena terbuka akibat baju yang dia kenakan. Ada sedikit kesal dan kecewa dalam hati Khair. Dia pikir Lena sudah berubah, tapi ternyata dirinya salah. Perempuan yang mulai Khair cintai itu nyatanya tidak bisa dirubah dengan mudah.

"Mari silahkan masuk," ucap Lena. Dia membuka sebelah pintunya yang masih tertutup.

Aida masuk, kemudian duduk dan meletakkan barang-barang bawaannya di meja. Sementara Khair masih tetap berada di posisinya. Lelaki itu tak bergerak sedikit pun dan diam seribu bahasa.

"Mas nggak masuk?" tanya Lena dengan suara lembut. Dia merasa heran mengapa Khair sejak datang hanya diam saja. Lena mengamati dirinya sendiri. 'Apa ada yang salah dengannya?' batin Lena. 

"Pantaskah seseorang memakai pakaian seperti ini di hadapan lelaki yang bukan mahramnya, Lena?" tanya Khair tanpa menoleh sedikitpun. Suaranya terdengar datar dan sikapnya sedingin es batu. Khair semakin kecewa saat Lena ternyata tidak menyadari kesalahannya. 

Lena langsung menepuk jidatnya. Astaga! Dia lupa kalau dirinya sekarang sedang memakai baju seksi. Wajah Lena tampak menyesal. Dia pasti tahu jika Khair sedang kecewa dengannya. 

"Masuklah, Mas. Saya ganti baju dulu," ucap Lena seraya masuk ke dalam kamar dengan langkah yang tergesa-gesa. 

Aida yang melihat tingkah Lena sontak menatapnya penuh rasa heran. 

Khair menghela napas, mungkin Lena memang butuh waktu. Dia harus belajar sabar dengan kepribadian perempuan itu. Karena Khair sendiri yang memilih Lena sebagai calon istri. Khair memutuskan masuk sembari menunggu Lena mengganti pakaiannya. Saat akan melangkahkan kaki, tiba-tiba ponselnya berdering. Ya, setelah sekian lama dia men-charger ponselnya menggunakan power bank Aida, Akhirnya baterainya full juga. Dahinya sedikit mengerut melihat nomor yang tertera di benda pipih itu. Tak lama kemudian, dia mendekati Aida. "Ai, saya tinggal dulu, ada urusan," ucap Khair lalu pergi tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya itu.

Seperti biasa Aida hanya tersenyum masam. Dia tidak pernah sanggup menolak perintah bos-nya. Sebenarnya hari ini Aida ada acara untuk mengunjungi galleri seni, tapi Khair memintanya untuk menemani. Jadi terpaksa dia mengaku tidak ada kegiatan.

Lena keluar dengan memakai baju yang diberikan Khair beberapa waktu lalu. Dia terlihat lebih anggun. Ya, kini dia sudah bisa mengenakan hijab setelah kemarin belajar dan sempat gagal hingga berjam-jam. Lena memang tidak pernah mengenakan hijab  sama sekali dan tidak ada yang mengajarinya.

"Loh, di mana Mas Khair, Ai?" tanya Lena setelah menghempaskan diri di kursi depan Aida.

"Pak Khair baru saja pergi, sepertinya buru-buru mungkin sedang ada urusan yang mendadak," sahut Aida jujur. 

"Apa dia tadi kecewa dengan penampilan saya? Oh, ya, ini gamis kamu. Terima kasih banyak ya." Lena menyodorkan paperbag yang berisi gamis Aida yang dia pinjam beberapa waktu lalu.

Aida tersenyum seraya mengambil pakaiannya dari tangan Lena. "Sepertinya tidak, Bu. Saya tahu Pak Khair adalah pria yang menilai segala hal dengan bijak," ucapnya. Beberapa detik kemudian perempuan itu mengamati sekitarnya. "Kamu tinggal sendiri?" tanya Aida kemudian.

"Hmmm sama ayah, tapi dia sedang keluar," jawab Lena seadanya. "Mau saya buatkan minum?" tanyanya lagi. 

"Oh, tidak perlu, Bu. Saya hanya sebentar kok. Ini hampir lupa. Semua barang-barang ini untukmu, Pak Khair yang membelinya."

"Panggil Lena saja, ya. Biar lebih akrab. Mas Khair membeli semua ini untuk saya?" tanya Lena tak percaya. Baginya ini sudah berlebihan, Khair membeli barang sebanyak ini dengan harga yang mahal tentunya.

"Tidak masalah, Bu Lena kan calon istri bos saya. Jadi biar lebih sopan. Semoga Bu Lena suka dengan ini semua, ya," ucap Aida. 

"Saya suka kok, Ai," ujar Lena. Dia mengembuskan napas sebentar, kemudian melanjutkan ucapannya. "Sayangnya, mama dari Mas Khair belum merestui hubungan kami," ujar Lena. Wajahnya terlihat sendu. Walau bagaimanapun restu dari orang tua sangat dibutuhkan dalam pernikahan apalagi restu seorang ibu. Namun, sepertinya Mama Reta tidak akan merestui hubungannya dengan Khair. Karena terlihat jelas di mata perempuan itu ada kilat kebencian yang ditujukan untuk Lena.

"Oh, ya?" sahut Aida terkejut, tapi buru-buru menyembunyikan ekspresinya karena takut Lena tersinggung. "Hmm, kalau baru bertemu memang seperti itu, tapi nanti lama-lama pasti akrab kok, yang sabar, ya. Kalau kamu butuh teman untuk bercerita, saya siap mendengarkan. Anggap saja ini sebagai balas budi saya pada Pak Khair. Karena selama ini dia sudah baik dengan keluarga saya."

"Terima kasih banyak ya, Ai. Kamu memang perempuan baik."

"Sama-sama. Bu Lena mau ikut saya mengujungi gallery seni? Di sana sedang ada pameran karya seni dari penduduk mancanegara. Ya, sekalian refreshing," tawar Aida. 

"Boleh deh, saya juga lagi suntuk di rumah."

***

"Ada apa, Ma?" tanya Khair setelah sampai di depan rumah. Dia menghampiri Mama Reta yang sedang duduk sendirian di teras. Tidak biasanya mamanya menelepon pada jam kerja seperti ini. Pasti ada yang penting untuk disampaikan. 

"Duduklah, Khair. Mama mau bicara sama kamu," sahutnya seraya menatap dalam ke arah putranya itu.

Khair lalu duduk, bersiap mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir mamanya.

"Apa kamu benar-benar ingin menikah dengan perempuan itu?" tanya Mama Reta dengan mimik muka serius.

"Namanya Lena, Ma." Khair berusaha mengingatkan nama perempuan yang mulai dicintainya itu.

"Hmm, ya. Apa kamu mencintainya?" tanya Mama Reta lagi. 

"Iya, Ma. Khair mencintai Lena sejak pertama kali bertemu dengannya. Khair tahu, mungkin Mama merasa ini terlalu mendadak. Tapi begitulah perasaan, Ma, tidak bisa ditebak. Jika saat ini Lena belum baik, Khair harap Mama lebih sabar. Bantu juga Khair untuk mendidiknya. Lena sejak kecil hanya tinggal bersama ayah yang memperlakukannya kurang baik. Itu sebabnya dia mungkin butuh kasih sayang dan sesuatu yang berkaitan dengan agama," terang Khair.

"Mama paham, dan mama sudah merestui hubungan kalian," ucap Mama Reta yang tanpa sadar seketika membuat mata putranya berbinar.

"Mama nggak lagi bercanda, kan?" tanya Khair antusias. Dia berharap ini bukan mimpi.

"Mama serius, nanti malam kita ke rumah Lena," sahutnya seraya tersenyum.

"Alhamdulillah, terima kasih banyak, Ma." Khair mengecup tangan wanita setengah baya itu dengan perasaan haru dan bahagia.

Bi inah yang tanpa sengaja melihatnya, ikut meneteskan air mata. Dia turut bahagia, baginya Khair sudah seperti putranya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status