Share

"Kekasih"

Author: nsr.andini
last update Last Updated: 2024-12-02 14:04:20

Menyenangkan sih menguasai satu Kamar sendiri tanpa merasa tak nyaman atau mengganggu orang lain. Tetapi, sedikit tak enak dengan yang lain. Rasanya seperti aku menggunakan kekuasaan sebagai "kekasih" Rhino. Kalau seperti ini caranya orang lain akan semakin percaya.

Hufftthh. Kurebahkan diri ini di kasur yang sangat empuk dengan kaki yang menyentuh lantai. Menatap langit-langit Kamar sembari menghayal. Jika aku menjadi kekasih sungguhan Rhino, apa hidupku akan berubah? Jadi lebih berwarna? Treat like a queen?

Dengan mirisnya bahwa realita tak seindah ekspektasi, aku tersenyum. Sudahlah, El. Sedikit pun jangan membayangkan menjadi seseorang yang spesial untuk Rhino. Sampai kapan pun di hati Rhino cuma ada Luna.

.

.

.

Tak kusangka aku ketiduran dengan posisi kaki menyentuh lantai. Memang dalam perjalanan aku sedikit lelah dan mengantuk. Ketika aku baru mendudukkan diri, terdengar ketukan pintu.

"Pak Rhino menyuruh saya membawakan makan siang karena saat makan siang Bu Elea gak turun." Lalu, menyodorkan nampan di mana terdapat segelas air putih serta piring yang sudah lengkap dengan nasi dan lauknya.

"Iya, saya ketiduran." Kuterima nampan itu dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

Setelah menutup pintu, kutaruh nampan di atas nakas. Mengambil piring makanan lalu mendudukkan diri. Saat baru makan satu suap, terderang dering handphone. Sontak aku segera mengalihkan perhatian pada handphone yang kuambil dari dalam tas.

Terdapat panggilan masuk dari Rhino. Tentu saja aku langsung menerima panggilan itu.

"Iya, Pak? Ada yang bisa bantu?"

"Ke Kamar saya sekarang!"

Tanpa bertanya untuk apa aku ke Kamar-nya, aku menurut saja. Meninggalkan makanan yang baru dimakan sedikit. Padahal lapar tapi aku lebih memilih menahannya untuk segera menemui Rhino.

Setelah bertanya ke beberapa orang di mana letak Kamar Rhino, aku pun sampai di depan pintu Kamar yang segera kuketuk. Tidak membutuhkan waktu pintu terbuka.

Melangkah masuk ke Kamar yang luasnya sama dengan Kamar-ku. Bahkan ukuran kasurnya pun mirip. Rhino yang sudah duduk di sofa panjang, menyuruhku duduk. Kududukkan diri ini di sofa panjang juga tentu dengan jarak yang cukup terlihat.

"Karena semua orang tahunya kita sedang menjalin hubungan, berarti kita harus layaknya sepasang kekasih." Dengan tangan melipat di depan dada serta menatap lurus ke depan.

"Layaknya sepasang kekasih, gimana? Saya gak mengerti." Aku sungguh tidak mengerti maksud Rhino.

Rhino menatapku. "Bukankah kebanyakan kekasih suka melakukan skinship? Berarti kita perlu melakukannya."

Skinship? Seperti berpegangan tangan? Bersandar di dada atau pundak? Berpelukan juga? Membayangkannya membuatku merinding. Bukan karena tidak suka melakukan hal tersebut dengan Rhino melainkan bisa-bisanya aku menjadi berharap bisa menjadi "kekasih" sungguhan. Sesuatu yang nyata bukan palsu.

Pada akhirnya aku hanya mengatakan bahwa itu semua terserah Rhino, aku mengikut saja. Sebelum melangkah pergi dari sana sialnya perutku bunyi di saat tak tepat. Memalukan!

"Kamu belum makan juga?"

"Lagi makan, terus Bapak manggil jadi saya tinggal makannya."

"Seharusnya kamu bilang, kalau gitu kita bisa bicarakan nanti. Sebaiknya kamu segera menyelesaikan makannya."

Mendengar hal tersebut aku senang. Kenapa? Karena perut ini harus diisi sekarang.

Setelah kembali aku langsung menyelesaikan makan lalu ke Dapur untuk mencuci piring. Ketika kaki ini siap melangkah ke area Dapur, aku langsung membalikan tubuh, bersembunyi di balik dinding. Sungguh bukan waktu yang tepat untuk mencuci piring. Kalau memaksakan pasti akan ada kecanggungan yang tercipta.

"Kamu lagi apa berdiri di sini?"

Tanpa ada rasa takut dengan beraninya salah satu tanganku yang semula ikut memegang nampan, mendadak berada di depan bibir Rhino. Kututup mulut Rhino agar tidak berbicara lagi. Dapat kulihat dari tatapan Rhino yang sepertinya penasaran dengan apa yang sedang aku lakukan itu.

Mendengar langkah kaki sontak aku langsung ke Dapur. Saat berpapasan dengan perempuan dan laki-laki yang sebelumnya sedang berciuman itu, aku mencoba tenang seolah tidak pernah melihat adegan manis yang mereka lakukan.

Ketika mendengar mereka menyapa seseorang di belakangku, tidak kusangka jika Rhino mengekori. Masa bodoh, aku tidak peduli. Segera kucuci piring agar bisa cepat-cepat istirahat di Kamar.

"Kamu hutang penjelasan sama saya," kata Rhino yang berdiri di sampingku.

"Penjelasan apa?" Tanpa mengalihkan perhatian dari cucian piring.

"Kenapa kamu membekap mulut saya seolah saya gak boleh mengeluarkan suara?"

Hadehh. Masa iya aku berkata jujur jika aku melihat kedua orang tadi sedang berciuman dan aku gak mau mengganggu karena akan diselimuti kecanggunggan.

Setelah membilas bersih peralatan makan, menaruh di rak, aku menoleh ke arah Rhino. "Saya juga gak tahu kenapa melakukan itu."

Saat hendak melewati Rhino, lelaki itu menggapai salah satu tanganku. "Apa yang dilakukan kedua orang tadi sampai saya gak boleh bicara dan kamu berdiri di sana?"

Kukira Rhino tidak akan berpikir sampai sana nyatanya Rhino memiliki pemikiran yang tajam. Pembaca situasi yang akurat. Tunggu. Terus, aku harus bilang apa? Masa iya aku berkata sejujurnya yang ada kecanggungan itu mungkin akan menyelimuti aku dan Rhino.

"Kalau Bapak penasaran cari tahu saja sendiri." Aku mencoba melepaskan genggaman tangan itu. Melangkah meninggalkan Rhino yang entah apa yang dipikirkannya selanjutnya.

Naik ke atas ranjang dengan handphone yang kupegang. Menyandarkan kepala ke kepala ranjang. Memainkan handphone, melihat story orang-orang. Baru saja akan menikmati ketenangan itu tiba-tiba ketukan pintu terdengar.

Dengan sedikit malas, aku berjalan ke arah pintu. Saat pintu telah terbuka dapat kulihat dua orang perempuan yang tidak kukenal. Aku memang tidak hafal semua karyawan yang ada.

"Boleh kita masuk, Bu?" tanya perempuan berambut hitam panjang sedada yang bagian bawahnya dibuat keriting gantung.

"Silakan." Tanpa tahu tujuan mereka bertamu.

Kututup pintu dan melihat kedua perempuan itu yang sudah duduk di sofa panjang. Aku pun duduk di sofa single. "Tujuan kalian menemui saya, ada apa ya?"

"Saya lihat Bu Elea beberapa kali berbicara dengan Pak Bara yang berarti kalian mengenal satu sama lain," kata perempuan berambut keriting gantung.

"Iya. Kenapa dengan hal itu?"

"Kami ini menyukai Pak Bara. Apa Bu Elea bisa menanyakan Pak Bara bisa gak makan di luar bersama kami?" Perempuan berambut hitam lurus sedada yang diikat setengah yang kali ini bersuara.

"Saya gak bisa menjamin kalau Pak Bara akan menyetujuinya."

"Gakpapa, Bu. Yang terpenting kita sudah mencoba."

Tidak Rhino tidak Bara sama saja merepotkan orang lain perihal urusan pribadi. Kuambil handphone yang ada di nakas dan menelepon Bara.

***

Karena berhasil menyeret Bara keluar untuk bertemu kedua karyawati itu, mereka mengajakku ikut. Sampai di Restaurant tidak kusangka bahwa ada Rhino di sana. Siapa sangka bahwa Bara akan mengajak Rhino. Aku pikir seharusnya Rhino tidak berada di sana.

Saat memesan, Rhino mengatakan akan mentraktir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Milik Sang CEO   Cinta yang Tak Pernah Usai (END S2)

    "Kita jarang sarapan bareng, jadi biar saya suapin kamu," katanya santai.Aku melirik ke arah di mana Bara bisa tiba-tiba muncul. Takut Bara tiba-tiba muncul lagi dan meledek kami. Tapi melihat ekspresi Rhino yang serius, aku akhirnya membuka mulut dan menerima suapannya.Rhino tersenyum puas. "Gitu dong."Aku mendelik pelan. "Jangan manja, Kak.""Saya kan memang manja sama kamu."Aku menghela napas, tetapi tak bisa menyembunyikan senyum kecil di wajahku. Makan pagi ini terasa berbeda-lebih hangat, lebih berarti. Aku menyadari bahwa sejak Rhino mengingat semuanya, aku semakin menikmati setiap momen bersamanya.Tiba-tiba, Evelyn muncul dengan wajah mengantuk, mengucek matanya. "Mama ... Om Rhino ... lagi ngapain?"Rhino tersenyum lebar, lalu membuka tangannya. "Sini, sayang." Sayang? Apa itu efek Rhino ingin kembali padaku? Dia sampai membuka hati secepat itu untuk anak yang orang asing tahunya anak Bara.Evelyn berjalan mendekat, lalu duduk di pangkuan Rhino tanpa ragu. Aku mengangkat

  • Milik Sang CEO   Aroma Cinta

    Aku dan Rhino sama-sama terkejut mendengar suara Bara yang tiba-tiba muncul. Saat menoleh, Bara sudah berdiri di ambang pintu dengan ekspresi sulit ditebak."Gak bisa," katanya dengan suara datar.Aku langsung tegang. Rhino juga terlihat kaku, kedua tangannya yang tadi memegang pinggangku perlahan-lahan turun. Kami bertiga saling menatap dalam keheningan yang terasa begitu lama.Tapi, tiba-tiba, senyum tipis muncul di wajah Bara. "Gak bisa melihat Evelyn lebih sayang sama Rhino nantinya."Aku mengerutkan kening. "Apa?"Bara terkekeh kecil, lalu melangkah masuk ke Kamar dengan santai. "Kalian tegang banget. Saya cuma bercanda," katanya sambil menepuk bahu Rhino. "Gue senang akhirnya lo bisa ingat semuanya."Rhino menghela napas lega dan tersenyum kecil. "Lo gak marah?"Bara menggeleng. "Marah? Buat apa? Dari awal gue nikahin Elea, gue tahu hati dia bukan buat gue. Gue cuma berharap kalian bisa lebih bahagia dari sebelumnya."Aku merasa hangat mendengar kata-kata Bara. Pria itu memang t

  • Milik Sang CEO   Cinta yang Kembali

    Selesai makan, sebelum meninggalkan Restaurant, kami menyempatkan foto bersama dan itu ide Rhino yang katanya ingin menyimpan kenangan kebersamaan kami saat ingatannya tentangku hilang.Ketika kami semua telah berdiri dari duduk, tiba-tiba Evelyn menyuruh Rhino berjongkok. Rhino yang bingung pun ikut saja. Tidak aku sangka Evelyn akan naik ke punggung Rhino. Ternyata anak itu ingin digendong belakang. Sejak kapan Evelyn begitu dekat dengan Rhino sampai ingin digendong?Dengan wajah tanpa beban justru terlihat senang Rhino menggendong Evelyn. "Mama jangan iri ya," kata Evelyn yang tidak benar-benar mengerti dengan yang diucapkannya."Kalau kamu mau, saya masih kuat untuk menggendong kamu."Sungguh tidak terduga ucapan yang keluar dari mulut Rhino! Aku yang mendengar hal itu sontak memukul lengan Rhino sedikit keras agar dia sadar bahwa di antara kami ada Evelyn. Jangan membuatku malu di depan Evelyn, seperti itulah artinya.Kubiarkan Rhino berjalan di depanku bersama Evelyn, aku mengik

  • Milik Sang CEO   Kenangan yang Terlupa

    Malam semakin larut, dan Rumah mulai terasa lebih sunyi setelah Evelyn akhirnya tertidur. Aku menghela napas lega, memastikan dia nyaman di tempat tidurnya sebelum menutup pintu Kamarnya dengan perlahan.Saat ingin menuju Dapur, aku melihat Bara sudah duduk di meja makan, seperti menungguku dengan tatapan serius. Dia tidak mengatakan apa pun, hanya menatap gelas air di depannya dengan ekspresi yang sulit kuartikan.Aku tahu dia ingin bicara, dan aku juga tahu apa yang ingin dia bicarakan.Dengan langkah pelan, aku berjalan mendekat dan duduk di seberangnya. Sesaat, hanya ada keheningan di antara kami. Bara terlihat seperti sedang memilih kata-kata yang tepat sebelum akhirnya membuka suara."Kamu lihat sendiri tadi, kan?" suaranya terdengar dalam, sedikit lebih pelan dari biasanya.Aku mengangguk. "Iya."Bara menghela napas, jari-jarinya mengetuk ringan permukaan meja. "Rhino ... sepertinya semakin banyak mengingat sesuatu."Aku menggigit bibir. "Dokter bilang itu hal yang wajar.""Say

  • Milik Sang CEO   Mendadak Sakit Kepala

    Setelah mendapatkan boneka kelinci impiannya, Evelyn masih belum puas. Dia menarik tanganku dengan penuh semangat, menunjuk ke area permainan."Mama, Lyn mau main di sana!" katanya, matanya berbinar penuh antusias.Aku menoleh ke arah Bara, yang langsung mengangguk. "Ayo, sekalian kita habiskan waktu bersama."Inna, yang berdiri di sampingku, hanya tersenyum tipis. "Aku gak keberatan, selama Evelyn senang."Aku melirik Rhino yang sejak tadi lebih banyak diam, lalu berkata, "Kalau kamu sibuk atau ada urusan lain, gak apa-apa kalau mau pulang dulu, Kak."Rhino menatapku dengan ekspresi yang sulit kutebak sebelum akhirnya menggeleng. "Saya ikut."Kami pun berjalan menuju area permainan anak-anak. Tempat itu cukup ramai dengan berbagai wahana seru seperti trampolin, perosotan raksasa, dan kolam bola warna-warni. Evelyn langsung berlari ke arah wahana perosotan yang memiliki terowongan berwarna-warni.Aku dan Inna memilih duduk di bangku dekat area permainan sambil memperhatikan Evelyn yan

  • Milik Sang CEO   Peran Bara

    Aku tidak tahu apakah ini ide yang bagus atau tidak, tapi melihat Evelyn begitu semangat saat tahu aku mengundang Inna, aku jadi merasa tidak terlalu bersalah."Tante Inna harus datang! Harus!" Evelyn merajuk tadi, memegangi tanganku dengan wajah penuh harapan. Aku hanya bisa mengangguk dan akhirnya menghubungi Inna, yang sempat ragu sebelum akhirnya setuju datang.Dan sekarang, di sebuah Restoran di dalam Mall, aku duduk di satu meja dengan dua pria dan satu wanita yang memiliki sejarah yang rumit.Bara duduk di seberangku, dengan Evelyn di sampingnya. Di sebelah Evelyn ada Inna, lalu Rhino duduk di sampingku.Keheningan sesaat menyelimuti meja begitu pesanan kami datang. Aku bisa merasakan kecanggungan yang hampir bisa dipotong dengan pisau. Bara terlihat sedikit kaku, sesekali melirik Inna yang tampak tenang, meskipun aku tahu dia juga pasti merasa aneh.Aku melirik Rhino yang dari tadi diam saja. Mungkin masih memikirkan kejadian hari itu di Lobi di mana aku belum memberinya jawab

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status