Kita memang tidak pernah tau apa yang berada dalam pikiran seseorang. Seperti apa yang dilakukan Rhino-CEO sangat mengejutkan Eleanor-SEKRETARIS. "Elea ini kekasih aku. Kami baru saja memulainya dan belum ada kesempatan untuk memberitahu semua orang." Setelah berhasil mencuri ciuman pertama Eleanor, tiba-tiba Rhino berbohong bahwa dirinya kekasih Eleanor. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Rhino melakukan itu pada Sekretaris-nya yang selalu mengikuti perintah tanpa mengeluh? cover by : gpt
Lihat lebih banyakDatang ke acara perusahaan yang diadakan satu tahun sekali ini niatnya hanya ingin setor wajah bahwa aku ini masih menjadi Sekretaris terbaik. Selalu ada di mana Bos-nya ada. Lebih tepatnya akan langsung ada di saat CEO-ku itu membutuhkan.
Namun... Malam ini sungguh malam yang berbeda. Apa yang terjadi detik ini membuatku mematung. Pertama kalinya dapat aku rasakan sesuatu yang kenyal menabrak bibir ini. Sesuatu yang meninggalkan sensasi 'luar biasa'. Tunggu. Sadar, Elea! Apa yang sedang terjadi bukanlah hal baik. Saat kesadaran sudah sepenuhnya terkumpul kuletakkan kedua tangan di depan dada bidang itu, lalu mendorongnya. Hanya mampu menyisakan sedikit jarak. Kutatap manik mata yang sulit diartikan. Bagaimana mungkin pria yang telah menjadi atasanku selama 3 tahun ini mengambil ciuman pertama ku! Apa yang sebenarnya sedang terjadi? "Saya bisa jelaskan, Elea." Kalian tahu perasaanku yang sebenarnya saat ini? ... marah tapi juga suka. Aku suka karena ciuman pertama itu diambil oleh seseorang yang sejak lama aku suka, tapi mengetahui bahwa aku tak pernah sekali pun berada di hatinya dan pasti ciuman itu dilakukan bukan karena dia menyukaiku, bukankah pantas jika aku marah? Di balik marah dan kecewa ini aku masih bisa-bisanya tersenyum seolah aku baik-baik saja. Sebelum aku membuka mulut terdapat seorang perempuan bergaya anggun dengan wajah lembut itu menghampiri kami. "Aku gak tahu kalau kamu memiliki hubungan dengan Sekretaris kamu sendiri," kata perempuan bernama Luna itu. Tiba-tiba Rhino-CEO meraih salah satu tanganku untuk digenggamnya dengan posisi berdiri yang sudah berada di sampingku. Mendadak perasaanku tak menentu. Kupikir akan terjadi hal yang lebih serius dari bibir kami yang saling menempel itu. "Elea ini kekasih aku. Kami baru saja memulainya dan belum ada kesempatan untuk memberitahu semua orang." HAH?! KEKASIH? sejak kapan? Ingatanku masih bagus kok. Seingatku tak pernah Rhino mengajakku berpacaran atau hanya sekedar mengatakan "aku cinta kamu, El". Walau apa yang dilakukan Rhino tak terduga, aku tidak sampai bingung perihal alasan Rhino memainkan drama bahwa kami sepasang kekasih. Rhino yang belum sepenuhnya move on ingin menunjukkan pada mantan tunangannya itu jika Rhino sudah move on dan hidupnya sudah mulai membaik. Kulihat Luna tersenyum. "Selamat atas hubungan kalian." Tatapan mata Luna terlihat tulus mengucapkan kata 'selamat' itu yang berarti Luna sungguh melepas Rhino. Tak ada keinginan kembali. Aku menoleh ke arah Rhino yang hanya memasang wajah datar. Wajah datar yang aku tahu hatinya tidak baik-baik saja. Rhino pasti menginginkan Luna tidak terima dengan hubungan kami. "Terima kasih." Akhirnya aku yang mengucapkan kalimat tersebut mengingat Rhino terus diam. Luna melangkah pergi dari hadapan kami dengan Rhino yang terpantau masih menatap Luna. "Seharusnya pertama kali resmi kalian langsung kasih tahu Kakek." Datang pemilik asli perusahaan tempat aku bekerja. Si Kakek Hilman yang membiarkan Cucu pertamanya menempati posisi CEO. Aku mencoba tersenyum lembut pada Kakek Hilman yang selama ini selalu bersikap hangat padaku seakan aku juga salah satu Cucu-nya. "Malam ini kami berencana memberitahu Kakek tapi jadinya seperti ini," kata Rhino sembari melepas tanganku. "Kamu tahu Rhi, kalau Kakek gak akan menentang hubungan kamu yang kali ini juga. Elea adalah perempuan baik-baik. Kakek percaya kalau Elea bisa membahagiakan kamu." "Saat itu juga Kakek percaya kalau Luna bisa membahagiakan aku, tapi nyatanya Luna menjadi orang pertama yang membuat aku terluka." Sedetik kemudian, Rhino berlalu dari hadapan kami tanpa mengatakan apa-apa lagi. Dapat aku lihat Kakek yang merasa bersalah dari raut wajahnya. Setelah menatap kepergian Rhino, Kakek menoleh ke arahku. "Kakek berharap kamu sungguh rumah untuk Rhino pulang. Kakek kasihan padanya yang belum pernah terlihat bahagia sejak pisah dengan Luna." Apa yang harus aku katakan? Ini semua salah Rhino tapi aku sudah mulai merasa bersalah. Aku tidak ingin membohongi Kakek, tapi bagaimana dengan Rhino jika aku membongkar kebohongannya pada Kakek? Bisa jadi dengan cepatnya Luna akan tahu. Aku tersenyum dengan alasan ingin membuat suasana hati Kakek tidak seburuk itu setelah apa yang dikatakan Rhino. "Kakek tenang saja. Aku akan selalu ada di samping Pak Rhino dalam keadaan apa pun." "Terima kasih, Elea." Seraya tersenyum. Setelah obrolan singkat dengan Kakek Hilman, aku mencari Rhino yang tidak juga kutemukan. Sampai aku ingin buang air kecil dan saat hendak melangkah ke arah Toilet perempuan langkahku terhenti saat mendengar suara yang tidak asing dari dalam Toilet. "Kamu benar gakpapa kalau aku bersama perempuan lain?" Suara itu .... milik Rhino. "Cukup Rhino! Kita sudah sama-sama memiliki seseorang." "Kamu tahu, Lun? Kalau kamu suruh aku meninggalkan Elea, aku akan meninggalkannya." "Karena aku pernah membuat kamu terluka, jadi jangan pernah buat orang lain juga terluka, Rhi." Walau hubungan kami hanya sandiwara Rhino, tapi mendengar Rhino siap meninggalkan aku jika Luna memintanya, hatiku sakit. Seolah aku benar kekasihnya. Sepertinya jika kami sungguh berpacaran, Rhino akan meninggalkan ku untuk kembali pada Luna. Miris, bukan? "Sepengamatan aku Eleanor adalah perempuan yang baik. Dia selalu melakukan yang terbaik untuk kamu dan perusahaan. Kalau kamu menyakiti perempuan seperti Eleanor kamu akan menyesal." "Kamu sendiri gak menyesal sudah meninggalkan aku?" Sudah cukup dalam aku mendengarkan percakapan mereka, sebaiknya aku pergi. Tak baik juga untuk kondisi hati yang mungkin akan lebih buruk jika aku terus berada di sana. . . . Mengingat Rhino yang sibuk dengan Luna, aku memutuskan meninggalkan pesta. Kembali ke Rumah yang jauh lebih nyaman rasanya. Setelah mandi dan sudah memakai piyama, kurebahkan tubuh di kasur yang rasanya begitu menenangkan. Rasanya siap tertidur namun tiba-tiba dering handphone terdengar. Kududukkan diri lalu mengambil handphone. Dapat kulihat layar handphone yang menampilkan panggilan masuk dari 'Pak Rhino'. Kugeser gambar gagang telepon berwarna hijau itu. "Hallo, Pak." "Di mana? Saya gak melihat kamu." "Saya sudah di Rumah." "Ya sudah, kalau gitu." Sebelum aku mengeluarkan suara panggilan telah terputus. Kutatap layar handphone di mana panggilan benar-benar sudah berakhir. Setelah kebohongan yang dibuatnya sepihak tak ada yang ingin dikatakan? Sikap Rhino itu seolah tak terjadi apa-apa di antara kami. Menyebalkan, bukan? *** Seperti inilah jika lupa mengganti mode menjadi hening. Handphone terus berdering tanpa berniat berhenti. Mengganggu tidurku yang nyenyak saja! Setelah duduk, tanpa melihat siapa yang menelepon dengan mata terpajam kuangkat telepon itu. "Sebaiknya kamu segera ke Klub yang biasa." "Klub? Ini siapa sih?" "Bara, El. Kok bisa kamu lupa?" Kujauhkan handphone untuk melihat layar handphone yang ternyata penelepon itu adalah teman dekat Rhino. "Ada apa ya, Pak Bara?" "Rhino mabuk berat!" Bentar-bentar. Kan bisa Bara yang mengantar, kenapa menelepon aku? Jangan bilang kalau aku perlu datang untuk mengantar pulang Rhino...Destinasi pertama kami adalah Coex Aquarium. Aku terpesona melihat berbagai jenis ikan berenang di antara terumbu buatan yang memukau. Tapi momen paling mengesankan adalah ketika kami memasuki terowongan kaca di mana ikan-ikan besar berenang di atas kepala kami."Kamu suka?" tanya Rhino, matanya tertuju ke arahku yang menatap kagum ke atas."Suka banget! Ini seperti dunia lain."Dia mengangguk. "Bagus. Aku ingin kamu punya kenangan indah di sini."Setelah puas menikmati keindahan bawah laut, kami menuju ke destinasi berikutnya, yaitu Lotte World Tower. Dari atas sana, kami bisa melihat pemandangan Seoul yang begitu luas.Rhino tiba-tiba berkata, "Elea, lihat ke sana. Kamu lihat gedung-gedung kecil itu?"Aku mengikuti arah pandangannya. "Iya, kenapa?""Dulu saya pernah berpikir, sebesar apa pun pencapaian saya, saya tetap akan terlihat kecil dari sudut pandang yang lebih tinggi.”Aku menatapnya, tak menyangka dia bisa berkata seperti itu. "Dan sekarang?"Dia menoleh padaku, tersenyum t
Pagi di Seoul terasa berbeda. Udara dingin yang menusuk kulit rasanya beda dengan saat musim hujan di Jakarta. Dari jendela Hotel, aku bisa melihat deretan bangunan tinggi dengan atap yang tertutup salju tipis. Suasana ini sangat asing bagiku, tapi juga memberikan perasaan yang hangat.Aku berdiri di dekat jendela sambil menikmati secangkir teh hangat, membiarkan pandanganku melayang ke hiruk-pikuk kota. Tiba-tiba, suara Rhino memecah keheningan."Sudah siap?" tanyanya sambil berjalan keluar dari Kamar Mandi dengan rambut basah.Aku menoleh dan mengangguk. "Iya. Kita mau ke mana dulu?"Dia mengambil pengering rambut. "Ada beberapa tempat yang sudah saya siapkan. Tapi karena ini liburan, kita santai aja, oke?"Aku tersenyum kecil. Gaya santainya selalu membuatku merasa nyaman....Destinasi pertama kami adalah Bukchon Hanok Village. Tempat itu dipenuhi Rumah-Rumah tradisional Korea yang terlihat sangat cantik dengan salju yang menutupi atapnya. Kami menyusuri jalanan sempit yang diap
"Pak Rhino?" aku memanggil, hampir tak percaya dengan apa yang kulihat.Dia menoleh, menatapku sambil tersenyum canggung. "Pagi. Saya mencoba bikin sandwich untuk kita sarapan."Aku memandangi meja Dapur yang penuh bahan-bahan berserakan. Telur orak-arik, selada, tomat, dan keju tergeletak dengan tidak beraturan. Sandwich yang dia buat terlihat... unik, dengan isi yang hampir berhamburan keluar."Bapak belajar masak?" tanyaku, mencoba menahan tawa.Dia menggaruk tengkuknya dengan ekspresi malu. "Enggak juga, sih. Saya cuma pengin coba. Tadi sempat lihat tutorial, tapi ya, beginilah hasilnya."Aku mengambil salah satu sandwich yang sudah dia susun. "Saya coba ya?"Rhino langsung menatapku penuh cemas. Bagaimana jika sandwich pertama yang dia buat tidak enak?"Silakan. Tapi, kalau gak enak maaf yaa."Aku menggigit sandwich itu perlahan. Rasanya... tidak buruk. Penyajiannya memang berantakan, tapi rasanya cukup lumayan untuk pemula. "Lumayan kok. Tapi mungkin lain kali seladanya jangan t
Setelah pesta resepsi selesai dan para tamu mulai pulang, aku mengikuti Rhino ke Kamar yang telah disiapkan untuk kami. Kamar itu luas dan elegan, dengan dekorasi bernuansa putih dan emas yang menciptakan suasana romantis. Aku merasa gugup, lebih dari yang pernah kurasakan sebelumnya. Ini adalah malam pertama kami sebagai pasangan suami istri, meskipun aku tahu pernikahan ini bukan seperti pernikahan pada umumnya."Kamu bisa mandi duluan kalau mau," katanya sambil menatapku dengan ekspresi tenang.Aku hanya mengangguk dan segera masuk ke Kamar Mandi, mencoba menenangkan diri. Di dalam, aku menatap bayanganku di cermin. "Kamu bisa melewati ini, Elea," bisikku pada diriku sendiri. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku keluar dengan mengenakan piyama satin sederhana. Rhino sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang lengan bajunya digulung. Dia tampak begitu santai, sementara aku merasa canggung."Sudah selesai?" tanyanya, lalu berdiri untuk mengambil giliran mandi. Aku m
Hari pernikahan itu tiba dengan cepat, dan aku merasa seperti terjebak dalam kebingunganku sendiri. Setiap langkah yang kutempuh terasa berat, seolah seluruh dunia sedang menatap dan menunggu keputusanku. Tidak hanya aku, tetapi juga Rhino, yang tampak sangat tenang dan siap, meskipun aku tahu dia pasti merasakan kegelisahan yang sama-meskipun tidak dia tunjukkan.Pagi itu, aku sudah berada di Ruang Ganti, mengenakan gaun pengantin yang begitu mewah dan indah. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau cemas. Ini bukan pernikahan yang aku bayangkan, tetapi lebih sebagai sebuah kewajiban. Meskipun begitu, di dalam hatiku, ada satu pertanyaan besar: apakah ini adalah keputusan yang benar? Apakah aku sudah siap untuk menjalani hidup ini bersama Rhino? Masih saja keraguan itu menghantui diri ini.Aku merasakan ketegangan di setiap inci tubuhku, dan saat aku menatap cermin, aku melihat diriku yang tampaknya bukan diriku sendiri. Wajahku terlihat pucat, dan mataku masih menyimpan keraguan yan
Setelah Rhino pergi untuk menemui Bara, aku memutuskan untuk merapikan tempat tidur. Meski masih pagi, aku merasa tidak bisa kembali tidur. Pikiran-pikiran tentang ancaman yang baru saja terjadi masih memenuhi kepalaku. Tapi entah kenapa, keberadaan Rhino membuatku merasa lebih tenang.Aku membuka pintu menuju Balkon untuk membiarkan udara segar masuk. Cahaya matahari mulai menyusup masuk ke ruangan, memberikan suasana hangat yang sedikit mengusir rasa cemas. Dalam diam, aku memikirkan semua yang telah Rhino lakukan untukku.Beberapa menit kemudian, Rhino kembali ke Kamar. Ekspresinya serius seperti biasanya, tapi ada kelembutan di matanya saat menatapku."Kamu sudah sarapan?" tanyanya.Aku menggeleng pelan. "Belum. Saya gak begitu lapar."Dia mendekat, mengangkat sebelah alis. "Kamu harus makan. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Jangan sampai kamu lemas."Rhino benar. Tapi tetap saja, sulit bagiku untuk memikirkan makanan saat kepalaku dipenuhi begitu banyak hal."Baikl
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen