Sudah terdapat 4 bus yang berbaris di depan Kantor yang siap mengantar kami ke tempat tujuan. Saat aku sedang bingung mau naik bus yang mana, sejenak perhatianku teralihkan akan mobil sport hitam yang berhenti di belakang bus terakhir. Keluar Rhino dan Bara dari dalamnya dengan pakaian casual yang membuat keduanya nampak keren.
Tak kusangka Bara menghampiriku. "Kenapa belum masuk bus?" "Bingung mau duduk di bus yang mana." Dapat kulihat Bara menoleh ke arah Rhino yang tengah terduduk di bagian depan mobil. "Kenapa bingung? Kekasih kamu sudah di sini. Rhino mungkin akan membiarkan kamu berada di mobil-nya." Tidak kusangka jika rumor yang penuh kebohongan itu telah sampai pada Bara. Rasanya diri ini semakin buruk karena yang harus memercayai kebohongan itu lebih dari satu atau dua orang. "Pak Rhino datang ke sini bersama Pak Bara, jadi untuk pergi ke tempat acara pun kalian bisa bareng." Kulangkahkan kaki dengan masuk ke dalam salah bus secara acak. Aku berada di dalam bus yang lebih dekat dengan waktu aku berdiri yaitu bus dua. Memilih duduk di dekat jendela dengan bangku untuk dua orang. Walau beberapa kali pernah naik mobil sport Rhino, rasanya untuk saat ini bukan pilihan yang baik. Berada di mobil yang sama dengan Rhino di waktu-waktu ini hanya akan memperkuat bahwa kami benar tengah menjalin hubungan. Kalau boleh jujur sesungguhnya aku menyukai saat bersama Rhino tetapi aku tidak ingin kebohongan ini terus berlanjut. Orang lain mungkin akan berpikir betapa diuntungkannya aku akan kebohongan yang dilakukan Rhino, tapi sayangnya aku lebih memilih menjadi rekan kerjanya dari pada "kekasih palsu". Kisah cinta dalam diam ini tak perlu berakhir indah. Perjalanan yang semula damai tiba-tiba orang-orang yang berada dalam bus, histeris. Bahkan detak jantung ku pun sudah berada dalam batas normal. Aku yang duduk di samping jendela pun dapat melihat dengan jelas jurang di bawah sana. Nafas ku pun sudah mulai beraturan tetapi tidak dengan jantungku. Hampir saja bus yang aku tumpangi jatuh ke jurang. "Elea." Mendengar ada yang memanggil sontak aku menoleh ke sumber suara di mana Rhino sudah berdiri di samping teman sebangku yang tidak kukenal. "Iya?" "Kamu gakpapa? Gak ada yang luka kan?" Wajah itu... Rhino sungguh mengkhawatirkanku? Tentu saja, El. Kamu itu Sekretaris yang tidak ingin Rhino melepasnya. Rhino khawatir tak lebih dari atasan yang coba memperhatikan bawahannya. Agar aku tidak jadi mengundurkan diri, bukan? "Saya baik-baik saja." Tanpa diduga Rhino menarik salah satu tanganku dengan lembut. Membawaku entah ke mana, menjadikanku pusat perhatian orang-orang. Sampainya di depan mobil Rhino, lelaki itu melepas tanganku. "Ada baiknya kamu pergi ke tempat acara bersama Rhino," ucap Bara yang wajahnya juga terlihat khawatir. Apa yang aku katakan? Aku hanya mengiyakan saran yang mengganggu itu. Tentu saja mengganggu karena berduaan dengan Rhino terlebih dalam keadaan bukan sedang sibuk mengerjakan pekerjaan, mengganggu kondisi jantung. Jika sedang bekerja kan fokus ku tertuju pada tugas yang ada, bukannya memperhatikan Rhino. Jadi, jantungku akan baik-baik saja, namun kondisi seperti ini jantungku kondisinya kurang baik. Sudah tidak beres dari saat Rhino memasang wajah khawatir, jantung dan hati ini. Tenang, El. Jangan terlalu terbawa suasana. Jangan juga terlalu bahagia karena perjalanan ini berada berdua dengan Rhino. . . . Setelah perjalanan yang sudah lumayan lama itu mobil Rhino berhenti sendirian tidak dengan bus bus di depan sana yang terus melaju. "Ada apa, Pak?" Sembari menatap Rhino. "Ada yang perlu saya beli." Lalu, keluar dari dalam mobil. Kuperhatikan Rhino masuk ke dalam Minimarket yang berada di tepi jalan. Entah apa yang mau dibelinya. Selama menunggu Rhino yang kulakukan adalah memperhatikan kendaraan roda empat dan dua orang yang berlalu lalang. Tidak membutuhkan waktu lama Rhino kembali dengan kantong kresek putih yang diberikan padaku. Aku lihat isinya terdapat satu kaleng kopi yang berembun tanda dingin, satu botol teh rasa blackcurrant yang juga dingin serta dua bungkus roti beda rasa. Keju dan srikaya. "Perjalanannya masih sedikit jauh jadi kamu bisa makan roti itu dulu. Siapa tahu mendadak kamu lapar." Sembari menatapku. Aku pun hanya diam dan Rhino menjalankan mobil. Kuambil bungkus roti rasa srikaya karena keju adalah kesukaan Rhino. Tidak kusangka Rhino masih ingat rasa roti kemasan kesukaanku. Bahkan teh kesukaanku. Aku kira Rhino yang jarang sekali membelikan roti kemasan dan teh botolan itu lupa akan rasa favorite-ku. Lama kelamaan rasanya tidak enak makan sendirian, aku pun membuka bungkus roti keju itu. Menyodorkan roti tepat di depan wajah Rhino. Rhino menerima niat baikku, digigitnya roti itu dalam ukuran lumayan besar. Perjalanan yang cukup lama itu akhirnya membawa kami pada tempat tujuan di mana dapat kulihat sebuah Vila bercat putih yang sangat luas di depan sana. Sungguh penginapan yang bagus. Aku dan Rhino berjalan ke arah Vila yang di depannya ada beberapa orang. Orang-orang yang tak lain pegawai Rhino. Saat kami sudah dekat dengan mereka, orang-orang itu menyapa Rhino dan aku. Namun, dari tatapan mata orang-orang itu terlihat ada yang beda. Mungkin saja mereka menatapku bukan lagi sebagai Sekretaris Rhino melainkan "kekasih" Rhino. Sampainya di dalam aku takjub dengan suasana Vila yang nampak mewah itu. Aku rasa ini bukan Vila biasa. Mungkinkah Vila keluarga? Tapi, keluarga siapa? "Sampai juga kalian," kata Bara sembari menghampiri kami. Tidak sampai di situ Bara berbicara, Bara mengatakan bahwa Vila tetap sama seperti terakhir ia menginap. Bara pernah menginap? Apa mungkin Vila milik Bara? Secara Bara kan dari kalangan atas. "Vila ini milik Pak Bara?" Akhirnya aku pun bertanya dari pada memilih penasaran. Bara menggelengkan kepala dengan wajah datar lalu menunjuk ke arah Rhino. Maksudnya? Vila itu milik Rhino? Sepertinya. Kekayaaan keluarga Rhino kan tidak main-main. "Gimana menurut kamu Vila ini?" tanya Bara. "Luar bisa sekali." Lalu, tersenyum. "Kelak Vila ini akan menjadi Vila kamu loh." Aku yang mendengar itu terkekeh kecil. Tawa yang kupaksakan agar tidak terlalu serius. Bagaimana mungkin Vila itu akan menjadi milikku sedang aku bukan siapa-siapa. Tenang, El. Bara kan tahunya kamu bagian dari dunia Rhino. Dari pada mendengar tentang aku sebagai "kekasih" Rhino lebih dalam lagi, aku memutuskan untuk segera melarikan diri. Menarik koper, mencari Kamar yang aku tidak tahu di mana letak Kamar yang akan aku gunakan. Sampai datang salah satu karyawati yang katanya akan mengantarkanku pada Kamar yang akan kutinggali selama di sini. Saat masuk ke dalam Kamar, dapat kulihat Kamar yang luas dengan ranjang king size. "Siapa teman sekamar saya?" "Pak Rhino bilang Bu Elea akan menggunakannya sendiri." Hah?! Sendiri? Saat yang lain berbagi Kamar? Kenapa?Destinasi pertama kami adalah Coex Aquarium. Aku terpesona melihat berbagai jenis ikan berenang di antara terumbu buatan yang memukau. Tapi momen paling mengesankan adalah ketika kami memasuki terowongan kaca di mana ikan-ikan besar berenang di atas kepala kami."Kamu suka?" tanya Rhino, matanya tertuju ke arahku yang menatap kagum ke atas."Suka banget! Ini seperti dunia lain."Dia mengangguk. "Bagus. Aku ingin kamu punya kenangan indah di sini."Setelah puas menikmati keindahan bawah laut, kami menuju ke destinasi berikutnya, yaitu Lotte World Tower. Dari atas sana, kami bisa melihat pemandangan Seoul yang begitu luas.Rhino tiba-tiba berkata, "Elea, lihat ke sana. Kamu lihat gedung-gedung kecil itu?"Aku mengikuti arah pandangannya. "Iya, kenapa?""Dulu saya pernah berpikir, sebesar apa pun pencapaian saya, saya tetap akan terlihat kecil dari sudut pandang yang lebih tinggi.”Aku menatapnya, tak menyangka dia bisa berkata seperti itu. "Dan sekarang?"Dia menoleh padaku, tersenyum t
Pagi di Seoul terasa berbeda. Udara dingin yang menusuk kulit rasanya beda dengan saat musim hujan di Jakarta. Dari jendela Hotel, aku bisa melihat deretan bangunan tinggi dengan atap yang tertutup salju tipis. Suasana ini sangat asing bagiku, tapi juga memberikan perasaan yang hangat.Aku berdiri di dekat jendela sambil menikmati secangkir teh hangat, membiarkan pandanganku melayang ke hiruk-pikuk kota. Tiba-tiba, suara Rhino memecah keheningan."Sudah siap?" tanyanya sambil berjalan keluar dari Kamar Mandi dengan rambut basah.Aku menoleh dan mengangguk. "Iya. Kita mau ke mana dulu?"Dia mengambil pengering rambut. "Ada beberapa tempat yang sudah saya siapkan. Tapi karena ini liburan, kita santai aja, oke?"Aku tersenyum kecil. Gaya santainya selalu membuatku merasa nyaman....Destinasi pertama kami adalah Bukchon Hanok Village. Tempat itu dipenuhi Rumah-Rumah tradisional Korea yang terlihat sangat cantik dengan salju yang menutupi atapnya. Kami menyusuri jalanan sempit yang diap
"Pak Rhino?" aku memanggil, hampir tak percaya dengan apa yang kulihat.Dia menoleh, menatapku sambil tersenyum canggung. "Pagi. Saya mencoba bikin sandwich untuk kita sarapan."Aku memandangi meja Dapur yang penuh bahan-bahan berserakan. Telur orak-arik, selada, tomat, dan keju tergeletak dengan tidak beraturan. Sandwich yang dia buat terlihat... unik, dengan isi yang hampir berhamburan keluar."Bapak belajar masak?" tanyaku, mencoba menahan tawa.Dia menggaruk tengkuknya dengan ekspresi malu. "Enggak juga, sih. Saya cuma pengin coba. Tadi sempat lihat tutorial, tapi ya, beginilah hasilnya."Aku mengambil salah satu sandwich yang sudah dia susun. "Saya coba ya?"Rhino langsung menatapku penuh cemas. Bagaimana jika sandwich pertama yang dia buat tidak enak?"Silakan. Tapi, kalau gak enak maaf yaa."Aku menggigit sandwich itu perlahan. Rasanya... tidak buruk. Penyajiannya memang berantakan, tapi rasanya cukup lumayan untuk pemula. "Lumayan kok. Tapi mungkin lain kali seladanya jangan t
Setelah pesta resepsi selesai dan para tamu mulai pulang, aku mengikuti Rhino ke Kamar yang telah disiapkan untuk kami. Kamar itu luas dan elegan, dengan dekorasi bernuansa putih dan emas yang menciptakan suasana romantis. Aku merasa gugup, lebih dari yang pernah kurasakan sebelumnya. Ini adalah malam pertama kami sebagai pasangan suami istri, meskipun aku tahu pernikahan ini bukan seperti pernikahan pada umumnya."Kamu bisa mandi duluan kalau mau," katanya sambil menatapku dengan ekspresi tenang.Aku hanya mengangguk dan segera masuk ke Kamar Mandi, mencoba menenangkan diri. Di dalam, aku menatap bayanganku di cermin. "Kamu bisa melewati ini, Elea," bisikku pada diriku sendiri. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku keluar dengan mengenakan piyama satin sederhana. Rhino sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang lengan bajunya digulung. Dia tampak begitu santai, sementara aku merasa canggung."Sudah selesai?" tanyanya, lalu berdiri untuk mengambil giliran mandi. Aku m
Hari pernikahan itu tiba dengan cepat, dan aku merasa seperti terjebak dalam kebingunganku sendiri. Setiap langkah yang kutempuh terasa berat, seolah seluruh dunia sedang menatap dan menunggu keputusanku. Tidak hanya aku, tetapi juga Rhino, yang tampak sangat tenang dan siap, meskipun aku tahu dia pasti merasakan kegelisahan yang sama-meskipun tidak dia tunjukkan.Pagi itu, aku sudah berada di Ruang Ganti, mengenakan gaun pengantin yang begitu mewah dan indah. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau cemas. Ini bukan pernikahan yang aku bayangkan, tetapi lebih sebagai sebuah kewajiban. Meskipun begitu, di dalam hatiku, ada satu pertanyaan besar: apakah ini adalah keputusan yang benar? Apakah aku sudah siap untuk menjalani hidup ini bersama Rhino? Masih saja keraguan itu menghantui diri ini.Aku merasakan ketegangan di setiap inci tubuhku, dan saat aku menatap cermin, aku melihat diriku yang tampaknya bukan diriku sendiri. Wajahku terlihat pucat, dan mataku masih menyimpan keraguan yan
Setelah Rhino pergi untuk menemui Bara, aku memutuskan untuk merapikan tempat tidur. Meski masih pagi, aku merasa tidak bisa kembali tidur. Pikiran-pikiran tentang ancaman yang baru saja terjadi masih memenuhi kepalaku. Tapi entah kenapa, keberadaan Rhino membuatku merasa lebih tenang.Aku membuka pintu menuju Balkon untuk membiarkan udara segar masuk. Cahaya matahari mulai menyusup masuk ke ruangan, memberikan suasana hangat yang sedikit mengusir rasa cemas. Dalam diam, aku memikirkan semua yang telah Rhino lakukan untukku.Beberapa menit kemudian, Rhino kembali ke Kamar. Ekspresinya serius seperti biasanya, tapi ada kelembutan di matanya saat menatapku."Kamu sudah sarapan?" tanyanya.Aku menggeleng pelan. "Belum. Saya gak begitu lapar."Dia mendekat, mengangkat sebelah alis. "Kamu harus makan. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Jangan sampai kamu lemas."Rhino benar. Tapi tetap saja, sulit bagiku untuk memikirkan makanan saat kepalaku dipenuhi begitu banyak hal."Baikl
Ketika mobil sudah berada di tempat tujuan, setelah mematikan, aku langsung keluar Mobil. Tanpa rasa takut, melangkah masuk ke dalam Gedung yang gelap. Menggunakan senter handphone untuk menerangi jalan. Dengan pengawal yang datang bersamaku, terus mengikutiku. Saat masih berjalan menaiki tangga, langkahku terhenti melihat beberapa orang yang turun dari lantai atas. Manik mata ini pun terpaku pada salah satu di antara mereka. Rhino!Tanpa bisa kubendung air mata ini, lolos begitu saja. Tidak peduli tatapan orang lain, aku hampiri Rhino dengan langsung memeluknya. Akhirnya aku bisa bernafas lega untuk sekarang. Tidak ada luka serius yang terlihat. Dapat aku rasakan Rhino mengelus lembut belakang kepalaku. Seperti dia mencoba membuatku lebih tenang....Aku masih berada di samping Rhino saat kami akhirnya kembali ke mobil. Meski aku lega dia tidak terluka parah, ada perasaan tidak tenang yang terus menghantui pikiranku. Namun, Rhino tetap tenang sepanjang perjalanan pulang, meskipun a
Sungguh tidak disangka bahwa seorang Rhino menemui Inna hanya untuk bertanya soal apa yang aku suka, seperti jenis bunga, model gaun dan pesta pernikahan dengan tema seperti apa yang aku inginkan. Inna sendiri tidak menyangka bahwa Rhino terlihat bersungguh-sungguh dengan pernikahan itu. Mengingat apa yang pernah aku katakan pada Inna jika pernikahan kami karena Kakek....Malam itu, setelah kepergian Inna, suasana di Rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Aku berbaring di ranjang, menatap langit-langit Kamar sambil memikirkan semua yang terjadi belakangan ini. Ancaman, pengawalan ketat, dan sikap Rhino yang semakin melibatkan dirinya dalam hidupku. Rasanya seperti ada benang yang perlahan-lahan mengikatku lebih erat dengan pria itu.Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Aku segera meraihnya, berharap itu bukan ancaman lagi. Tapi ternyata pesan dari Rhino.Rhino: "sudah tidur?"Aku mengerutkan kening, lalu mengetik balasan.Aku: "Belum. Ada apa, Pak?"Tidak butuh waktu lama untuk mendapatka
Di tengah malam, aku terbangun karena mendengar suara ketukan pada kaca yang tidak santai. Hatiku langsung berdegup kencang. Sontak aku menoleh ke arah jendela yang sudah tertutup gorden sepenuhnya. Apa di luar sana ada seseorang? Haruskah aku memeriksanya? Tapi, jika terjadi sesuatu padaku itu hanya akan menambah kekhawatiran Rhino. Aku mengambil handphone yang berada di atas nakas."Pak Rhino," bisikku begitu dia mengangkat telepon. "Ada suara aneh di luar Kamar saya!""Jangan keluar, saya akan ke sana," jawabnya tegas.Tidak butuh waktu lama sebelum Rhino muncul di depan pintu Kamar-ku, diikuti oleh dua pengawal. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya, matanya menyapu seluruh ruangan.Aku mengangguk, meski rasa takut masih menguasai diriku. "Tapi saya dengar suara seperti seseorang mengetuk jendela."Rhino berjalan ke arah Balkon dan memeriksa. Dia membuka pintu kaca dan melangkah keluar, sementara aku menunggu dengan cemas.Setelah beberapa saat, dia kembali masuk. "Gak ada apa-apa. Mung