Beranda / Romansa / Milik Sang CEO / Cinta dalam Diam

Share

Cinta dalam Diam

Penulis: nsr.andini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 18:30:33

Sudah terdapat 4 bus yang berbaris di depan Kantor yang siap mengantar kami ke tempat tujuan. Saat aku sedang bingung mau naik bus yang mana, sejenak perhatianku teralihkan akan mobil sport hitam yang berhenti di belakang bus terakhir. Keluar Rhino dan Bara dari dalamnya dengan pakaian casual yang membuat keduanya nampak keren.

Tak kusangka Bara menghampiriku. "Kenapa belum masuk bus?"

"Bingung mau duduk di bus yang mana."

Dapat kulihat Bara menoleh ke arah Rhino yang tengah terduduk di bagian depan mobil. "Kenapa bingung? Kekasih kamu sudah di sini. Rhino mungkin akan membiarkan kamu berada di mobil-nya."

Tidak kusangka jika rumor yang penuh kebohongan itu telah sampai pada Bara. Rasanya diri ini semakin buruk karena yang harus memercayai kebohongan itu lebih dari satu atau dua orang.

"Pak Rhino datang ke sini bersama Pak Bara, jadi untuk pergi ke tempat acara pun kalian bisa bareng."

Kulangkahkan kaki dengan masuk ke dalam salah bus secara acak. Aku berada di dalam bus yang lebih dekat dengan waktu aku berdiri yaitu bus dua. Memilih duduk di dekat jendela dengan bangku untuk dua orang.

Walau beberapa kali pernah naik mobil sport Rhino, rasanya untuk saat ini bukan pilihan yang baik. Berada di mobil yang sama dengan Rhino di waktu-waktu ini hanya akan memperkuat bahwa kami benar tengah menjalin hubungan.

Kalau boleh jujur sesungguhnya aku menyukai saat bersama Rhino tetapi aku tidak ingin kebohongan ini terus berlanjut. Orang lain mungkin akan berpikir betapa diuntungkannya aku akan kebohongan yang dilakukan Rhino, tapi sayangnya aku lebih memilih menjadi rekan kerjanya dari pada "kekasih palsu". Kisah cinta dalam diam ini tak perlu berakhir indah.

Perjalanan yang semula damai tiba-tiba orang-orang yang berada dalam bus, histeris. Bahkan detak jantung ku pun sudah berada dalam batas normal. Aku yang duduk di samping jendela pun dapat melihat dengan jelas jurang di bawah sana. Nafas ku pun sudah mulai beraturan tetapi tidak dengan jantungku. Hampir saja bus yang aku tumpangi jatuh ke jurang.

"Elea."

Mendengar ada yang memanggil sontak aku menoleh ke sumber suara di mana Rhino sudah berdiri di samping teman sebangku yang tidak kukenal.

"Iya?"

"Kamu gakpapa? Gak ada yang luka kan?" Wajah itu...

Rhino sungguh mengkhawatirkanku? Tentu saja, El. Kamu itu Sekretaris yang tidak ingin Rhino melepasnya. Rhino khawatir tak lebih dari atasan yang coba memperhatikan bawahannya. Agar aku tidak jadi mengundurkan diri, bukan?

"Saya baik-baik saja."

Tanpa diduga Rhino menarik salah satu tanganku dengan lembut. Membawaku entah ke mana, menjadikanku pusat perhatian orang-orang.

Sampainya di depan mobil Rhino, lelaki itu melepas tanganku. "Ada baiknya kamu pergi ke tempat acara bersama Rhino," ucap Bara yang wajahnya juga terlihat khawatir.

Apa yang aku katakan? Aku hanya mengiyakan saran yang mengganggu itu. Tentu saja mengganggu karena berduaan dengan Rhino terlebih dalam keadaan bukan sedang sibuk mengerjakan pekerjaan, mengganggu kondisi jantung. Jika sedang bekerja kan fokus ku tertuju pada tugas yang ada, bukannya memperhatikan Rhino. Jadi, jantungku akan baik-baik saja, namun kondisi seperti ini jantungku kondisinya kurang baik.

Sudah tidak beres dari saat Rhino memasang wajah khawatir, jantung dan hati ini. Tenang, El. Jangan terlalu terbawa suasana. Jangan juga terlalu bahagia karena perjalanan ini berada berdua dengan Rhino.

.

.

.

Setelah perjalanan yang sudah lumayan lama itu mobil Rhino berhenti sendirian tidak dengan bus bus di depan sana yang terus melaju.

"Ada apa, Pak?" Sembari menatap Rhino.

"Ada yang perlu saya beli." Lalu, keluar dari dalam mobil.

Kuperhatikan Rhino masuk ke dalam Minimarket yang berada di tepi jalan. Entah apa yang mau dibelinya. Selama menunggu Rhino yang kulakukan adalah memperhatikan kendaraan roda empat dan dua orang yang berlalu lalang.

Tidak membutuhkan waktu lama Rhino kembali dengan kantong kresek putih yang diberikan padaku. Aku lihat isinya terdapat satu kaleng kopi yang berembun tanda dingin, satu botol teh rasa blackcurrant yang juga dingin serta dua bungkus roti beda rasa. Keju dan srikaya.

"Perjalanannya masih sedikit jauh jadi kamu bisa makan roti itu dulu. Siapa tahu mendadak kamu lapar." Sembari menatapku.

Aku pun hanya diam dan Rhino menjalankan mobil. Kuambil bungkus roti rasa srikaya karena keju adalah kesukaan Rhino. Tidak kusangka Rhino masih ingat rasa roti kemasan kesukaanku. Bahkan teh kesukaanku. Aku kira Rhino yang jarang sekali membelikan roti kemasan dan teh botolan itu lupa akan rasa favorite-ku.

Lama kelamaan rasanya tidak enak makan sendirian, aku pun membuka bungkus roti keju itu. Menyodorkan roti tepat di depan wajah Rhino. Rhino menerima niat baikku, digigitnya roti itu dalam ukuran lumayan besar.

Perjalanan yang cukup lama itu akhirnya membawa kami pada tempat tujuan di mana dapat kulihat sebuah Vila bercat putih yang sangat luas di depan sana. Sungguh penginapan yang bagus.

Aku dan Rhino berjalan ke arah Vila yang di depannya ada beberapa orang. Orang-orang yang tak lain pegawai Rhino. Saat kami sudah dekat dengan mereka, orang-orang itu menyapa Rhino dan aku. Namun, dari tatapan mata orang-orang itu terlihat ada yang beda. Mungkin saja mereka menatapku bukan lagi sebagai Sekretaris Rhino melainkan "kekasih" Rhino.

Sampainya di dalam aku takjub dengan suasana Vila yang nampak mewah itu. Aku rasa ini bukan Vila biasa. Mungkinkah Vila keluarga? Tapi, keluarga siapa?

"Sampai juga kalian," kata Bara sembari menghampiri kami. Tidak sampai di situ Bara berbicara, Bara mengatakan bahwa Vila tetap sama seperti terakhir ia menginap.

Bara pernah menginap? Apa mungkin Vila milik Bara? Secara Bara kan dari kalangan atas.

"Vila ini milik Pak Bara?" Akhirnya aku pun bertanya dari pada memilih penasaran.

Bara menggelengkan kepala dengan wajah datar lalu menunjuk ke arah Rhino. Maksudnya? Vila itu milik Rhino? Sepertinya. Kekayaaan keluarga Rhino kan tidak main-main.

"Gimana menurut kamu Vila ini?" tanya Bara.

"Luar bisa sekali." Lalu, tersenyum.

"Kelak Vila ini akan menjadi Vila kamu loh."

Aku yang mendengar itu terkekeh kecil. Tawa yang kupaksakan agar tidak terlalu serius. Bagaimana mungkin Vila itu akan menjadi milikku sedang aku bukan siapa-siapa. Tenang, El. Bara kan tahunya kamu bagian dari dunia Rhino.

Dari pada mendengar tentang aku sebagai "kekasih" Rhino lebih dalam lagi, aku memutuskan untuk segera melarikan diri. Menarik koper, mencari Kamar yang aku tidak tahu di mana letak Kamar yang akan aku gunakan.

Sampai datang salah satu karyawati yang katanya akan mengantarkanku pada Kamar yang akan kutinggali selama di sini.

Saat masuk ke dalam Kamar, dapat kulihat Kamar yang luas dengan ranjang king size. "Siapa teman sekamar saya?"

"Pak Rhino bilang Bu Elea akan menggunakannya sendiri."

Hah?! Sendiri? Saat yang lain berbagi Kamar? Kenapa?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Milik Sang CEO   Cinta yang Tak Pernah Usai (END S2)

    "Kita jarang sarapan bareng, jadi biar saya suapin kamu," katanya santai.Aku melirik ke arah di mana Bara bisa tiba-tiba muncul. Takut Bara tiba-tiba muncul lagi dan meledek kami. Tapi melihat ekspresi Rhino yang serius, aku akhirnya membuka mulut dan menerima suapannya.Rhino tersenyum puas. "Gitu dong."Aku mendelik pelan. "Jangan manja, Kak.""Saya kan memang manja sama kamu."Aku menghela napas, tetapi tak bisa menyembunyikan senyum kecil di wajahku. Makan pagi ini terasa berbeda-lebih hangat, lebih berarti. Aku menyadari bahwa sejak Rhino mengingat semuanya, aku semakin menikmati setiap momen bersamanya.Tiba-tiba, Evelyn muncul dengan wajah mengantuk, mengucek matanya. "Mama ... Om Rhino ... lagi ngapain?"Rhino tersenyum lebar, lalu membuka tangannya. "Sini, sayang." Sayang? Apa itu efek Rhino ingin kembali padaku? Dia sampai membuka hati secepat itu untuk anak yang orang asing tahunya anak Bara.Evelyn berjalan mendekat, lalu duduk di pangkuan Rhino tanpa ragu. Aku mengangkat

  • Milik Sang CEO   Aroma Cinta

    Aku dan Rhino sama-sama terkejut mendengar suara Bara yang tiba-tiba muncul. Saat menoleh, Bara sudah berdiri di ambang pintu dengan ekspresi sulit ditebak."Gak bisa," katanya dengan suara datar.Aku langsung tegang. Rhino juga terlihat kaku, kedua tangannya yang tadi memegang pinggangku perlahan-lahan turun. Kami bertiga saling menatap dalam keheningan yang terasa begitu lama.Tapi, tiba-tiba, senyum tipis muncul di wajah Bara. "Gak bisa melihat Evelyn lebih sayang sama Rhino nantinya."Aku mengerutkan kening. "Apa?"Bara terkekeh kecil, lalu melangkah masuk ke Kamar dengan santai. "Kalian tegang banget. Saya cuma bercanda," katanya sambil menepuk bahu Rhino. "Gue senang akhirnya lo bisa ingat semuanya."Rhino menghela napas lega dan tersenyum kecil. "Lo gak marah?"Bara menggeleng. "Marah? Buat apa? Dari awal gue nikahin Elea, gue tahu hati dia bukan buat gue. Gue cuma berharap kalian bisa lebih bahagia dari sebelumnya."Aku merasa hangat mendengar kata-kata Bara. Pria itu memang t

  • Milik Sang CEO   Cinta yang Kembali

    Selesai makan, sebelum meninggalkan Restaurant, kami menyempatkan foto bersama dan itu ide Rhino yang katanya ingin menyimpan kenangan kebersamaan kami saat ingatannya tentangku hilang.Ketika kami semua telah berdiri dari duduk, tiba-tiba Evelyn menyuruh Rhino berjongkok. Rhino yang bingung pun ikut saja. Tidak aku sangka Evelyn akan naik ke punggung Rhino. Ternyata anak itu ingin digendong belakang. Sejak kapan Evelyn begitu dekat dengan Rhino sampai ingin digendong?Dengan wajah tanpa beban justru terlihat senang Rhino menggendong Evelyn. "Mama jangan iri ya," kata Evelyn yang tidak benar-benar mengerti dengan yang diucapkannya."Kalau kamu mau, saya masih kuat untuk menggendong kamu."Sungguh tidak terduga ucapan yang keluar dari mulut Rhino! Aku yang mendengar hal itu sontak memukul lengan Rhino sedikit keras agar dia sadar bahwa di antara kami ada Evelyn. Jangan membuatku malu di depan Evelyn, seperti itulah artinya.Kubiarkan Rhino berjalan di depanku bersama Evelyn, aku mengik

  • Milik Sang CEO   Kenangan yang Terlupa

    Malam semakin larut, dan Rumah mulai terasa lebih sunyi setelah Evelyn akhirnya tertidur. Aku menghela napas lega, memastikan dia nyaman di tempat tidurnya sebelum menutup pintu Kamarnya dengan perlahan.Saat ingin menuju Dapur, aku melihat Bara sudah duduk di meja makan, seperti menungguku dengan tatapan serius. Dia tidak mengatakan apa pun, hanya menatap gelas air di depannya dengan ekspresi yang sulit kuartikan.Aku tahu dia ingin bicara, dan aku juga tahu apa yang ingin dia bicarakan.Dengan langkah pelan, aku berjalan mendekat dan duduk di seberangnya. Sesaat, hanya ada keheningan di antara kami. Bara terlihat seperti sedang memilih kata-kata yang tepat sebelum akhirnya membuka suara."Kamu lihat sendiri tadi, kan?" suaranya terdengar dalam, sedikit lebih pelan dari biasanya.Aku mengangguk. "Iya."Bara menghela napas, jari-jarinya mengetuk ringan permukaan meja. "Rhino ... sepertinya semakin banyak mengingat sesuatu."Aku menggigit bibir. "Dokter bilang itu hal yang wajar.""Say

  • Milik Sang CEO   Mendadak Sakit Kepala

    Setelah mendapatkan boneka kelinci impiannya, Evelyn masih belum puas. Dia menarik tanganku dengan penuh semangat, menunjuk ke area permainan."Mama, Lyn mau main di sana!" katanya, matanya berbinar penuh antusias.Aku menoleh ke arah Bara, yang langsung mengangguk. "Ayo, sekalian kita habiskan waktu bersama."Inna, yang berdiri di sampingku, hanya tersenyum tipis. "Aku gak keberatan, selama Evelyn senang."Aku melirik Rhino yang sejak tadi lebih banyak diam, lalu berkata, "Kalau kamu sibuk atau ada urusan lain, gak apa-apa kalau mau pulang dulu, Kak."Rhino menatapku dengan ekspresi yang sulit kutebak sebelum akhirnya menggeleng. "Saya ikut."Kami pun berjalan menuju area permainan anak-anak. Tempat itu cukup ramai dengan berbagai wahana seru seperti trampolin, perosotan raksasa, dan kolam bola warna-warni. Evelyn langsung berlari ke arah wahana perosotan yang memiliki terowongan berwarna-warni.Aku dan Inna memilih duduk di bangku dekat area permainan sambil memperhatikan Evelyn yan

  • Milik Sang CEO   Peran Bara

    Aku tidak tahu apakah ini ide yang bagus atau tidak, tapi melihat Evelyn begitu semangat saat tahu aku mengundang Inna, aku jadi merasa tidak terlalu bersalah."Tante Inna harus datang! Harus!" Evelyn merajuk tadi, memegangi tanganku dengan wajah penuh harapan. Aku hanya bisa mengangguk dan akhirnya menghubungi Inna, yang sempat ragu sebelum akhirnya setuju datang.Dan sekarang, di sebuah Restoran di dalam Mall, aku duduk di satu meja dengan dua pria dan satu wanita yang memiliki sejarah yang rumit.Bara duduk di seberangku, dengan Evelyn di sampingnya. Di sebelah Evelyn ada Inna, lalu Rhino duduk di sampingku.Keheningan sesaat menyelimuti meja begitu pesanan kami datang. Aku bisa merasakan kecanggungan yang hampir bisa dipotong dengan pisau. Bara terlihat sedikit kaku, sesekali melirik Inna yang tampak tenang, meskipun aku tahu dia juga pasti merasa aneh.Aku melirik Rhino yang dari tadi diam saja. Mungkin masih memikirkan kejadian hari itu di Lobi di mana aku belum memberinya jawab

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status