“Dalam terang, mereka berburu gelap. Tapi siapa yang memburu ketika terang sendiri yang mulai gelap?”
Mereka datang sebelum fajar.
Rovan dan Maldrek menuruni lereng barat Varethar seperti bayangan yang menolak diusir cahaya. Mereka mengenakan jubah kelabu para Lux Hunter—tanda bahwa mereka diutus oleh Dewan Cahaya untuk satu tugas: menghabisi penyimpangan.
Dan Seraphine bukan sekadar penyimpangan.
Ia adalah ledakan dari dua kutub, api dari dua alam, harapan sekaligus ancaman.
Di punggung Rovan, sebuah senjata suci terbungkus kain. Senjata itu tak memiliki nama, karena namanya hanya bisa dibisikkan oleh mereka yang layak menggunakannya. Dan Rovan, sejauh ini, belum berani menyebutkan apa pun.
"Kau gugup," gumam Maldrek tanpa menoleh.
"Itu bagus. Pembunuh yang tak takut biasanya mati duluan."
"Aku tidak gugup," balas Rovan, terlalu cepat.
"Aku... penasaran."
"Penasaran adalah akar dari kejatuhan. Kau tahu kenapa?"
"Karena semua jatuh dimulai dari sebuah pertanyaan."
Maldrek mendecak pelan, setengah muak, setengah kagum. Anak muda ini terlalu cerdas untuk ukuran seorang Lux Hunter.
Di pusat istana Varethar, Seraphine mendengarkan laporan dari para mata-matanya.
“Dua pemburu Cahaya terdeteksi di lereng barat, menuju gerbang timur. Mereka tidak bersembunyi.”
“Tidak menyamar.”
Seraphine menatap api di dalam cawan hitam di hadapannya. Cawan itu berisi "nyala gaib"—api yang membisikkan kebenaran tanpa suara.
“Mereka ingin kutahu,” gumamnya.
“Berarti ini bukan hanya pemburuan. Ini... ujian.”
Amah Mireya berdiri di dekat pilar, wajahnya tak menunjukkan emosi, tapi matanya memperingatkan.
“Jika mereka datang, kau tak boleh menyambut dengan kata-kata. Dunia sedang menatap. Api harus menyala.”
Tapi Seraphine punya rencana sendiri. Ia tahu betapa dunia mencintai pertunjukan darah. Tapi dia juga tahu betapa darah bisa mengaburkan apa yang seharusnya diselamatkan.
Dan Seraphine, untuk semua ambisinya, tak pernah lupa satu hal:
Ia tidak ingin menjadi ibunya.
Tapi ia juga tak ingin menjadi ayahnya.
Rovan dan Maldrek akhirnya mencapai tembok luar Varethar saat matahari masih mengintip malu di balik kabut. Gerbang besi itu berdiri tanpa penjaga. Terbuka.
“Jebakan,” kata Maldrek singkat.
“Atau undangan,” balas Rovan.
“Itu hal yang sama.”
Namun sebelum mereka masuk, seorang gadis kecil muncul dari balik pilar batu. Rambutnya kelabu keperakan, matanya biru seperti embun beku. Ia mengenakan kain usang, tapi langkahnya ringan seperti mereka yang tak kenal dosa.
“Nyonya kami menunggumu di Aula Bayangan,” katanya.
“Jangan membuatnya menunggu terlalu lama. Ia... tak suka menunggu.”
“Dan siapa kau, bocah?” tanya Maldrek curiga.
Gadis itu tersenyum.
“Aku? Aku cuma bunga kecil yang tumbuh dari kuburan para raja.”
Lalu ia berbalik dan menghilang begitu saja. Udara di sekeliling mereka menjadi lebih berat. Lebih dingin. Lebih... bernyawa.
Seraphine menyambut mereka bukan di aula, bukan di ruang takhta. Tapi di taman bawah tanah—sebuah kubah raksasa di bawah istana, tempat tanaman dari dua dunia tumbuh berdampingan. Bunga api berdampingan dengan lumut cahaya. Ranting hitam melilit akar perak.
“Aku tidak akan menyerangmu,” kata Seraphine.
“Belum.”
Maldrek langsung menyentuh gagang senjatanya. Tapi Rovan menghentikannya. Mereka saling tatap. Seraphine dan Rovan.
Waktu seakan melambat. Ada sesuatu dalam tatapan Seraphine yang mengganggu Rovan. Bukan karena cantik. Tapi karena jujur.
“Mengapa kalian datang?” tanya Seraphine, suaranya serupa bisik daun terbakar.
“Apakah aku ancaman? Atau cerminan dari apa yang kalian takuti dalam diri kalian sendiri?”
“Kau adalah ketidakseimbangan,” jawab Maldrek.
“Dan ketidakseimbangan membawa kehancuran.”
“Atau perubahan,” potong Rovan pelan.
Maldrek memelototinya, tapi Seraphine menyipitkan mata—senang, mungkin, atau hanya bermain.
“Kau tidak sepenuhnya percaya pada misimu, Hunter.”
“Apakah karena kau tahu bahwa yang sedang kami perjuangkan bukan kebaikan, tapi hanya versi lain dari kekuasaan?”
Rovan diam. Tapi dalam diam itu, pikirannya melompat-lompat seperti burung panik.
“Dan kau, Seraphine?”
“Apa yang kau perjuangkan?” akhirnya ia bertanya.
“Kebenaran, kekuasaan, atau pembalasan?”
Seraphine tersenyum, tipis seperti darah pertama yang mengalir dari luka.
“Aku tidak tahu.”
“Tapi yang kutahu—aku tidak akan membiarkan siapa pun memilih untukku lagi.”
“Bahkan nasib?”
“Bahkan Dewa.”
Di permukaan, langit mulai berubah warna. Awan-awan kelabu menjadi merah, dan retakan tipis muncul di batas antara hari dan malam.
Di ruang bawah tanah, bunga-bunga api mulai bergetar. Dan para penjaga Varethar menyadari: pertemuan itu bukan negosiasi.
Itu adalah permulaan dari sesuatu yang lebih besar.
Sebuah cinta yang tak bisa tumbuh tanpa melukai.
Sebuah kekuatan yang tak bisa hidup tanpa membakar.
Sebuah dunia yang akan segera memilih sisi.
Dan di tengahnya:
Seorang perempuan bercahaya gelap.
Seorang lelaki yang masih mencari siapa dirinya.
Dan jalan bercabang yang menuju takdir atau kehancuran.
"Setelah gemuruh terakhir lenyap, yang tersisa bukan keheningan. Tapi luka yang berbicara dalam bisu."Dunia tidak hancur. Tapi ia juga tak sepenuhnya utuh.Ia bernapas, seperti tubuh yang baru bangkit dari koma panjang—terengah, limbung, dengan mata yang masih mencari makna dari cahaya.Langit telah berubah warna.Biru... tapi bukan biru yang biasa. Ada semburat perak, seperti bekas luka mengambang yang belum sepenuhnya mengering.Di tepi runtuhan kota Siderra—yang dulu berdiri di antara dua leyline utama, kini hanya ladang abu dan reruntuhan kuarsa retak—Taran duduk. Ia menatap horizon dengan mata kosong, tombaknya tertanam di tanah, bukan sebagai senjata, tapi sebagai penanda kubur bagi waktu yang tak bisa dikubur.“Dia berhasil, kan?”Suara Meliora pelan, nyaris seperti angin. Ia berjalan perlahan, gaunnya berkibar tertatih, robek oleh perang, tapi masih mengusung sisa keanggunan.Taran tidak menjawab. Hanya mengangguk sekali.Tapi dalam anggukan itu ada pengakuan yang pahit: Sera
"Bukan yang terkuat yang menang, tapi yang paling pantas menguasai kehancuran."Arena Pertarungan: Dimensi Inti VaultLangit leyline retak sepenuhnya.Waktu dan ruang berlipat, menciptakan Void Nexus — ruang tak bernama tempat realitas lumat.Di sinilah Sovereign Seraphine berdiri berhadapan dengan Deity Zevalhar.Seraphine: berselimut sayap darah leyline, 9 plasma lingkaran aktif.Zevalhar: tubuh darah semi-dewa, mata pusaran hitam pekat.Suara Mahkota bergetar mengisi kehampaan:“Kau tak akan pernah mampu melawan hakikat asalku, Seraphine.”“Aku bukan melawan hakikatmu…”“...aku menolak takdirmu.”Awal DuelLedakan pertama dimulai.Zevalhar memuntahkan:"Void Pulse Crush" — gelombang anti-materi leyline."Dominion Grasp" — cakar darah yang menjerat dimensi.Seraphine membalas dengan:"Crimson Cascade Spiral" — rotasi leyline darah murni."Absolute Purity Breaker" — ledakan plasma yang memurnikan ruang.Setiap benturan teknik memecahkan dimensi Vault.Efek Samping BencanaSementara p
"Kekuasaan sejati tak perlu tuan. Ia hanya butuh wadah."Situasi: Mahkota Mulai BangkitDalam ruang kontrol leyline yang hancur sebagian, aura darah hitam mulai membentuk pusaran spiral.Fragmen Zevalhar — yang tadinya terpisah — kini menyatu.Pelan tapi pasti, ia membentuk bentuk semi-fisik:Mahkota Zevalhar Purba.Tiga puncaknya berdenyut, seolah bernafas.Nadi-nadi darah mengalir melingkar di antara ukiran purbanya.Suara purba mulai mengisi udara:“Akhirnya… aku bebas…”Semua orang di ruangan — Seraphine, Altheon, Varion, Meliora — terdiam, tubuh mereka bergetar di hadapan entitas purba ini.Vault MengintervensiVault darah yang ada dalam tubuh Seraphine tiba-tiba beresonansi liar, mencoba melawan kehadiran Mahkota.Namun tekanan Mahkota terlalu besar.Vault Seraphine mulai retak lebih dalam."Grrh… tidak... aku belum selesai!"— Seraphine menahan rasa sakit yang mencabik seluruh jiwanya.Nyssa mencoba menopang tubuhnya, tapi energi Mahkota mendorong semua mundur.Altheon: Proposa
"Bila kau terlalu lama menatap kekuasaan, kekuasaan mulai menatap balik."Lokasi: Kuil Central Vault — Ordo LuminarisTiga fragmen Mahkota Zevalhar kini disatukan dalam ruangan isolasi leyline.Dikelilingi oleh lingkaran segel plasma, mantra pengunci dimensi, dan penjaga darah terbaik Ordo.Namun bahkan perlindungan tertinggi itu tak cukup untuk menahan bisikan Mahkota.Fragmen mulai beresonansi:DUM-DUM-DUM.Nadinya berdenyut seperti jantung para dewa yang dibangkitkan.Pertemuan StrategisSeraphine, Altheon, Varion, dan High Seer Meliora berkumpul.“Mahkota mulai hidup kembali,” ujar Meliora, wajahnya pucat.Varion menambahkan:“Leyline global mulai bergeser. Vault mulai bergetar. Jika kita tak segera menyegel ulang, dunia bisa runtuh.”Altheon menatap semua dengan dingin:“Atau… kita bisa memanfaatkannya.”“Berhenti, Altheon!” seru Seraphine.“Kita mengumpulkan fragmen untuk mengamankan dunia, bukan menguasainya!”Altheon menyipitkan mata.Untuk pertama kalinya, retakan ideologi me
"Kadang, untuk menyelamatkan dunia, kau harus hancurkan bagian dari dirimu."Lokasi: Makam Hitam DrelthornTidak ada tempat yang lebih terkutuk selain Drelthorn.Situs ini adalah:Makam ribuan Penyihir Darah Purba.Lokasi penyegelan ritual pengkhianatan pertama Mahkota Zevalhar.Altheon, pemimpin misi ketiga, berdiri di hadapan gerbang batu obsidian yang berlumuran nadi darah beku.Bersamanya:High Seer Meliora: penjaga kitab gelap.Cassian: pengurai mantra dimensi.Taran: assassin darah Ordo.Altheon Bicara“Tempat ini tak mengenal batas hidup atau mati.”“Dan jangan percaya apapun yang kalian lihat di sini,” tambah Meliora, matanya dingin.Memasuki DrelthornBegitu memasuki lorong spiral Drelthorn, mereka langsung disambut oleh ilusi waktu.Setiap anggota tim mulai melihat diri mereka di masa lalu:Cassian melihat adiknya yang ia korbankan.Meliora melihat dirinya membakar kuil lamanya.Taran melihat pembantaian pertama yang ia lakukan.Altheon — sang Master Strategist — tetap tegak
"Bahkan kegelapan pun takut menjejakkan diri di tanah ini."Lokasi: Celah Darah Rhez’UlmarLetaknya di perbatasan Dimensi Purba.Rhez’Ulmar adalah jurang abadi yang dikenal sebagai:Perut Darah DuniaKuburan Raja-Raja DarahLegenda berkata:“Tak ada yang kembali dari Rhez’Ulmar tanpa kehilangan sesuatu.”Tim VarionDipimpin oleh Varion, tim kedua Aliansi Darah memasuki gerbang berduri Rhez’Ulmar.Bersamanya:Ezira: ahli sihir darah ilusi.Kaleb: penjaga berpedang rantai plasma.Lyssa: penyihir pengurai leyline.Mereka membawa satu mantra perlindungan yang diciptakan Altheon sendiri:“Vault Harbinger - Seal of Anchor”Mantra ini menjaga kesadaran mereka tetap utuh di dalam pusaran darah Rhez’Ulmar.“Sekali kita masuk, tak ada jalan mundur cepat,” ujar Varion, suaranya dingin.“Kami siap mati, Lord Varion,” jawab Kaleb.Memasuki Rhez’UlmarBegitu mereka melangkah, udara seolah berubah kental.Kabut darah menari seperti roh lapar.Langit memudar jadi merah kehitaman.Jeritan samar terden