Home / Fantasi / Miliknya Di Antara Dua Dunia / BAB 7 – NYANYIAN DALAM API

Share

BAB 7 – NYANYIAN DALAM API

Author: Ayla
last update Last Updated: 2025-06-10 00:58:11

“Tak semua api membakar. Ada yang menyanyi—dan nyanyiannya bisa membuat jiwamu terbakar dari dalam.”


Varethar tak pernah diam. Bahkan saat seluruh dunia tidur, ibukota kekaisaran kegelapan itu terus berdetak—seperti jantung kuno yang menolak mati.

Malam itu, nyanyian terdengar dari bawah tanah. Bukan lagu biasa. Tapi lantunan kuno, bahasa api, dinyanyikan oleh para penjaga Flamma Vitae—penjaga jiwa-jiwa lampau yang tertanam di dalam akar kota.

Seraphine berdiri di depan lingkaran api itu. Tubuhnya diterangi cahaya merah yang memantul dari dinding batu dan logam. Di hadapannya, berdiri seorang wanita tua berjubah hitam dengan mata tertutup kain—Aetheria, penjaga lagu-lagu terlarang.

“Nyanyian ini bukan untuk didengar oleh mereka yang ragu,” ucap Aetheria tanpa membuka matanya.

“Sekali masuk, jiwamu akan diukur, bukan oleh para Dewa, tapi oleh suara dirimu sendiri.”

“Aku siap,” jawab Seraphine mantap.

“Aku ingin tahu... siapa aku sebenarnya.”

Aetheria tertawa kecil. Bukan ejekan, tapi kesedihan.

“Kebenaran bukan hadiah, anakku. Ia luka. Dan ia meneteskan darah.”

Kemudian nyanyian dimulai.


Di tempat lain, di salah satu menara batu yang menghadap ke taman bawah tanah, Rovan tak bisa tidur.

Tatapan Seraphine, suara dan kata-katanya, menggema seperti mantra yang tak bisa ia lawan. Di antara semua iblis yang pernah ia buru, mengapa kini... hatinya sendiri yang terasa paling asing?

“Jangan pikirkan dia,” bisik Maldrek dari balik bayangan.

“Itu yang dia inginkan. Dia membalikkan Cahaya seperti membalikkan tangan.”

“Aku tahu,” sahut Rovan.

“Tapi... kenapa terasa seperti aku sedang melihat sesuatu yang harus kulihat sejak lama?”

“Karena kau lelah. Dan iblis menyukai mereka yang lelah.”

Diam.

Rovan tahu ada kebenaran dalam kata-kata Maldrek. Tapi ia juga tahu... ada sesuatu dalam diri Seraphine yang bahkan iblis pun tak bisa tiru:

Kejujuran dalam luka.


Di ruang api, Seraphine mulai kehilangan kesadaran akan waktu. Nyanyian itu bukan hanya suara. Ia adalah cermin—membuka bagian-bagian dirinya yang terkubur, menyayat dan menampilkannya seperti potongan kaca tajam.

Ia melihat ibunya—Ratu Alvara, pemilik kegelapan yang menari di medan perang.

Ia melihat ayahnya—pangeran Cahaya yang dibunuh oleh terang sendiri karena menikahi kegelapan.

Ia melihat dirinya... lahir dari pertentangan, tumbuh di dalam keterasingan, dan dipuja sebagai simbol. Tapi tak pernah dikenali sebagai manusia.

Seraphine. Anak gelap dan terang. Tak diterima oleh langit, ditakuti oleh bumi.

Nyanyian itu terus berputar. Namun sesuatu berubah.

Api mulai menyatu dengan tubuh Seraphine. Tapi bukannya membakar, api itu... bernyanyi dalam dirinya. Ia tak lagi hanya mendengar. Ia ikut menyanyikannya.

Aetheria terkejut.

“Dia... menyatu?” bisiknya.

“Bahkan darah penyihir kuno pun hanya bertahan di tepi lagu. Tapi dia—”

Seraphine membuka matanya. Dan matanya... bukan merah, bukan biru. Tapi cahaya gelap yang mengalun.

“Aku bukan produk dua dunia,” ucapnya.

“Aku adalah dunia yang ketiga.”

Dan di saat itu, Varethar bergetar.

Nyanyian api mengguncang seluruh kota bawah tanah. Bangunan tua retak. Batu-batu bergetar. Dan dari pusat nyala itu, cahaya hitam melonjak ke udara—sebuah sinyal.


Di markas Lux Hunter jauh di utara, para petinggi terbangun serentak. Satu cahaya hitam menyala di antara peta dunia: tanda bahwa api purba telah bangkit.

“Kita terlambat,” desis pemimpin tertinggi mereka.

“Seraphine telah membangunkan suaranya.”


Sementara itu, di kamar batu miliknya, Rovan terduduk dari tidurnya yang penuh mimpi aneh. Tapi bukan mimpi. Itu panggilan.

Ia mendengar nyanyian itu.

Dan entah kenapa, untuk pertama kalinya, api itu... terasa hangat.

Bukan ancaman. Tapi panggilan pulang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Miliknya Di Antara Dua Dunia   BAB 41 — HARI SETELAH DUNIA MATI

    "Setelah gemuruh terakhir lenyap, yang tersisa bukan keheningan. Tapi luka yang berbicara dalam bisu."Dunia tidak hancur. Tapi ia juga tak sepenuhnya utuh.Ia bernapas, seperti tubuh yang baru bangkit dari koma panjang—terengah, limbung, dengan mata yang masih mencari makna dari cahaya.Langit telah berubah warna.Biru... tapi bukan biru yang biasa. Ada semburat perak, seperti bekas luka mengambang yang belum sepenuhnya mengering.Di tepi runtuhan kota Siderra—yang dulu berdiri di antara dua leyline utama, kini hanya ladang abu dan reruntuhan kuarsa retak—Taran duduk. Ia menatap horizon dengan mata kosong, tombaknya tertanam di tanah, bukan sebagai senjata, tapi sebagai penanda kubur bagi waktu yang tak bisa dikubur.“Dia berhasil, kan?”Suara Meliora pelan, nyaris seperti angin. Ia berjalan perlahan, gaunnya berkibar tertatih, robek oleh perang, tapi masih mengusung sisa keanggunan.Taran tidak menjawab. Hanya mengangguk sekali.Tapi dalam anggukan itu ada pengakuan yang pahit: Sera

  • Miliknya Di Antara Dua Dunia   BAB 40 — SOVEREIGN VS DEITY: PERTARUNGAN KOSMIS VAULT TERAKHIR

    "Bukan yang terkuat yang menang, tapi yang paling pantas menguasai kehancuran."Arena Pertarungan: Dimensi Inti VaultLangit leyline retak sepenuhnya.Waktu dan ruang berlipat, menciptakan Void Nexus — ruang tak bernama tempat realitas lumat.Di sinilah Sovereign Seraphine berdiri berhadapan dengan Deity Zevalhar.Seraphine: berselimut sayap darah leyline, 9 plasma lingkaran aktif.Zevalhar: tubuh darah semi-dewa, mata pusaran hitam pekat.Suara Mahkota bergetar mengisi kehampaan:“Kau tak akan pernah mampu melawan hakikat asalku, Seraphine.”“Aku bukan melawan hakikatmu…”“...aku menolak takdirmu.”Awal DuelLedakan pertama dimulai.Zevalhar memuntahkan:"Void Pulse Crush" — gelombang anti-materi leyline."Dominion Grasp" — cakar darah yang menjerat dimensi.Seraphine membalas dengan:"Crimson Cascade Spiral" — rotasi leyline darah murni."Absolute Purity Breaker" — ledakan plasma yang memurnikan ruang.Setiap benturan teknik memecahkan dimensi Vault.Efek Samping BencanaSementara p

  • Miliknya Di Antara Dua Dunia   BAB 39 — MAHKOTA BERNYAWA: KEBANGKITAN ZEVALHAR AWAL

    "Kekuasaan sejati tak perlu tuan. Ia hanya butuh wadah."Situasi: Mahkota Mulai BangkitDalam ruang kontrol leyline yang hancur sebagian, aura darah hitam mulai membentuk pusaran spiral.Fragmen Zevalhar — yang tadinya terpisah — kini menyatu.Pelan tapi pasti, ia membentuk bentuk semi-fisik:Mahkota Zevalhar Purba.Tiga puncaknya berdenyut, seolah bernafas.Nadi-nadi darah mengalir melingkar di antara ukiran purbanya.Suara purba mulai mengisi udara:“Akhirnya… aku bebas…”Semua orang di ruangan — Seraphine, Altheon, Varion, Meliora — terdiam, tubuh mereka bergetar di hadapan entitas purba ini.Vault MengintervensiVault darah yang ada dalam tubuh Seraphine tiba-tiba beresonansi liar, mencoba melawan kehadiran Mahkota.Namun tekanan Mahkota terlalu besar.Vault Seraphine mulai retak lebih dalam."Grrh… tidak... aku belum selesai!"— Seraphine menahan rasa sakit yang mencabik seluruh jiwanya.Nyssa mencoba menopang tubuhnya, tapi energi Mahkota mendorong semua mundur.Altheon: Proposa

  • Miliknya Di Antara Dua Dunia   BAB 38 — RESONANSI MAHKOTA: AWAL KEBANGKITAN VAULT PURBA

    "Bila kau terlalu lama menatap kekuasaan, kekuasaan mulai menatap balik."Lokasi: Kuil Central Vault — Ordo LuminarisTiga fragmen Mahkota Zevalhar kini disatukan dalam ruangan isolasi leyline.Dikelilingi oleh lingkaran segel plasma, mantra pengunci dimensi, dan penjaga darah terbaik Ordo.Namun bahkan perlindungan tertinggi itu tak cukup untuk menahan bisikan Mahkota.Fragmen mulai beresonansi:DUM-DUM-DUM.Nadinya berdenyut seperti jantung para dewa yang dibangkitkan.Pertemuan StrategisSeraphine, Altheon, Varion, dan High Seer Meliora berkumpul.“Mahkota mulai hidup kembali,” ujar Meliora, wajahnya pucat.Varion menambahkan:“Leyline global mulai bergeser. Vault mulai bergetar. Jika kita tak segera menyegel ulang, dunia bisa runtuh.”Altheon menatap semua dengan dingin:“Atau… kita bisa memanfaatkannya.”“Berhenti, Altheon!” seru Seraphine.“Kita mengumpulkan fragmen untuk mengamankan dunia, bukan menguasainya!”Altheon menyipitkan mata.Untuk pertama kalinya, retakan ideologi me

  • Miliknya Di Antara Dua Dunia   BAB 37 — DRELTHORN: FRAGMEN KEMATIAN TERAKHIR

    "Kadang, untuk menyelamatkan dunia, kau harus hancurkan bagian dari dirimu."Lokasi: Makam Hitam DrelthornTidak ada tempat yang lebih terkutuk selain Drelthorn.Situs ini adalah:Makam ribuan Penyihir Darah Purba.Lokasi penyegelan ritual pengkhianatan pertama Mahkota Zevalhar.Altheon, pemimpin misi ketiga, berdiri di hadapan gerbang batu obsidian yang berlumuran nadi darah beku.Bersamanya:High Seer Meliora: penjaga kitab gelap.Cassian: pengurai mantra dimensi.Taran: assassin darah Ordo.Altheon Bicara“Tempat ini tak mengenal batas hidup atau mati.”“Dan jangan percaya apapun yang kalian lihat di sini,” tambah Meliora, matanya dingin.Memasuki DrelthornBegitu memasuki lorong spiral Drelthorn, mereka langsung disambut oleh ilusi waktu.Setiap anggota tim mulai melihat diri mereka di masa lalu:Cassian melihat adiknya yang ia korbankan.Meliora melihat dirinya membakar kuil lamanya.Taran melihat pembantaian pertama yang ia lakukan.Altheon — sang Master Strategist — tetap tegak

  • Miliknya Di Antara Dua Dunia   BAB 36 — RHEZ’ULMAR: ARENA DARAH NERAKA

    "Bahkan kegelapan pun takut menjejakkan diri di tanah ini."Lokasi: Celah Darah Rhez’UlmarLetaknya di perbatasan Dimensi Purba.Rhez’Ulmar adalah jurang abadi yang dikenal sebagai:Perut Darah DuniaKuburan Raja-Raja DarahLegenda berkata:“Tak ada yang kembali dari Rhez’Ulmar tanpa kehilangan sesuatu.”Tim VarionDipimpin oleh Varion, tim kedua Aliansi Darah memasuki gerbang berduri Rhez’Ulmar.Bersamanya:Ezira: ahli sihir darah ilusi.Kaleb: penjaga berpedang rantai plasma.Lyssa: penyihir pengurai leyline.Mereka membawa satu mantra perlindungan yang diciptakan Altheon sendiri:“Vault Harbinger - Seal of Anchor”Mantra ini menjaga kesadaran mereka tetap utuh di dalam pusaran darah Rhez’Ulmar.“Sekali kita masuk, tak ada jalan mundur cepat,” ujar Varion, suaranya dingin.“Kami siap mati, Lord Varion,” jawab Kaleb.Memasuki Rhez’UlmarBegitu mereka melangkah, udara seolah berubah kental.Kabut darah menari seperti roh lapar.Langit memudar jadi merah kehitaman.Jeritan samar terden

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status