Nyatanya, memang tidak mudah menghubungi Khahitna walau sekarang sudah waktu pulang kerja. Bos wanita kaya bisa lembur tanpa tidur, oke!
Bertha pulang dan Albert mengantarnya sampai di depan rumah. Keduanya meninggalnya Rafael yang diberikan obat tidur. "Bagaimana kondisi Tuan saya? Apakah sesuatu membuat masalah di otaknya?" Albert yakin dugaannya benar. "Tidak ada yang serius. Sepertinya, Tuan Rafael hanya kelelahan mental akhir-akhir ini. Dari pemeriksaan, Tuan Rafael memiliki masalah tidur. Biarkan dia beristirahat." Bertha menjawab. Dua orang bicara basa-basi sebelum berpisah. Albert kembali ke kamar setelah mengantar dokter keluarga dan memijit pelipis. Sekarang, Tuannya tidur di kamar Nyonya. Apakah tidak akan ada perang ketiga? "Ya, Tuhan. Tolong singkirkan hantu apa pun yang ada di otak tuanku!" Albert berdoa, lalu dikejutkan dengan klakson Nyonya Muda Adiwara. "Habis sudah!" Albert hampir kehilangan ketenangan yang dibentuk selama 50 tahun bekerja di kediaman Adiwara. Albert buru-buru membuka pintu. Dia hendak menjelaskan situasi, tetapi Khahitna mengangkat tangan yang artinya, "Jangan bicara padaku." Dewi Es turun gunung dan dia tidak bisa dikalahkan. Khahitna masuk ke rumah dengan langkah tegas dan besar. Dalam rumah tidak berubah. Hanya saja, wanita 31 tahun dengan rambut pirang itu melihat pintu kamar Rafael terbuka, tetapi tidak ada pemiliknya di dalam. Sebaliknya, pintu kamarnya sendiri juga terbuka dan seseorang tampak berada di bawah selimutnya. Khahitna memejamkan mata dan mencoba meredam gejolak emosi di dadanya. "Baiklah! Tidak apa-apa." Khahitna memantrai diri dan jangan membuat keributan dengan seseorang yang baru sembuh dari sakit. Wanita tinggi 174 sentimeter itu melangkah ke kamar dan Albert yang gelisah mengikuti di belakang. "Nyonya, saya bisa menjelaskan. Saya tidak tahu apa yang terjadi kepada Tuan. Akan tetapi, akhir-akhir ini emosinya terganggu. Dokter mengatakan jika keadaan mental Tuan tidak stabil dan semua terjadi karena kelelahan. Tuan adalah penulis. Otaknya bekerja keras setiap jadi. Jadi ... jadi dia seperti ini." Albert mencoba menjelaskan. "Aku tahu." Khahitna menjawab acuh tak acuh seolah-olah apa pun yang terjadi kepada Rafael tidak mempengaruhinya sama sekali. Akan tetapi, Albert tahu bahwa semakin tenang Khahitna menghadapi masalah, semakin serius itu. Ah! Bahaya! "Tuan, selamatkan pernikahan Anda. Saya sudah berusaha semampu saya." Pria 55 tahun itu berdoa dalam hati. "Pergi ke dapur dan buatkan air hangat madu." Khahitna memerintah, meletakkan tasnya di meja, dan berhenti di depan tempat tidur. "Baik." Albert merinding dan tidak sabar melihat bagaimana Nyonya Muda Adiwara akan menangani suaminya yang melanggar kontrak. Albert pergi dan Khahitna mendekati ranjang. Di ranjangnya sekarang, Rafael berbaring dengan selimut menutupi setengah dada. Napas pria muda itu stabil. Bibirnya pucat dan ada bintik-bintik keringat di dahi yang membuatnya tampak tidak dalam kondisi baik. Kening dan alis tebal juga hitam Rafael mengerut, cukup menandakan tidur yang tidak bagus dan nyenyak. Rafael seperti tengah berada dalam mimpi buruk. Wajahnya mirip seseorang yang menahan sakit. Agak menyedihkan. Khahitna seolah-olah melihat Rafael yang lain; yang lemah, rentan, dan merepotkan dibalut penampilan halus. Sebenarnya, Khahitna tidak benar-benar memperhatikan pria ini. Mereka hanya bertemu sesekali. Setahun dua kali, mungkin. Jadi, dia tidak menghapal betul bagaimana Rafael. Akan tetapi, pada pandangan pertama, Rafael jelas bukan pria seperti ini. Dia sangat yakin, Rafael tidak akan membuat masalah dengannya. "Khahitna, kau Dewi Gunung Es! Penggila kerja! Kuda tidak punya waktu!" Dalam tidurnya, Rafael mengigau dan keringat semakin membanjiri wajah juga tubuhnya. Khahitna yang mendengar keluhan Rafael membuka mulut, tetapi tidak bicara: "... Aku harus memeriksa otaknya." Dia yakin sesuatu telah terjadi dengan otak Rafael. "Aku akan mati dan kau tidak pulang. Khahitna, kau kejam!" Rafael mengeluh lagi dan kali ini air matanya jatuh. Kamar itu terang benderang. Air mata Rafael sangat jelas di penglihatan Khahitna dan membuatnya tertegun. "Benar-benar menangis?" Apa-apaan ini? Khahitna tidak percaya, tetapi sepertinya kondisi Rafael semakin salah, semakin tidak baik. Khahitna mendekat dan duduk di samping Rafael. Ketika melihat dari dekat, sosok di ranjang semakin memprihatinkan. Bukan saja berkeringat dan menangis, bibirnya juga menjadi pucat lagi. Sepertinya, pria ini memang sakit parah. "Baik! Tidak masalah. Aku mentoleransi masalah malam ini." Khahitna memendam emosi dan tidak mungkin mengusir orang yang tidak sadar dari kamarnya meski dia sangat marah sekalipun. "Rafa ...." Khahitna memanggil tanpa fluktuasi apapun dalam suaranya: datar, acuh tak acuh, dan dingin. Tidak ada rasa wanita dalam suaranya. Rafael mendengar panggilan yang membuat jiwanya ikut menggigil dan memaksakan diri untuk bangun. Dia membuka mata, tetapi pandangannya kabur oleh air mata dan kesadaran yang berada di ambang. Dia mengantuk dan nyaris tidak sadar. Meski begitu, sosok kabur yang menatap dari sudut lebih tinggi masih bisa dikenali. Itu Khahitna. "Aku pasti bermimpi." Rafael mengelak kepada logika yang berada di ambang batas dan menangis seperti anak kecil. "Aku akan mati. Jadi, aku memimpikan wanita itu. Dia jahat sekali." Rafael mengeluh, bergerak, dan melingkarkan tangannya di pinggang Khahitna. Khahitna yang dipeluk terkejut: "Haruskah aku menamparnya?" Dia mengangkat tangan, siap menghajar orang, tetapi Rafael memejamkan mata seolah-olah tidur. Khahitna tidak bisa berkata-kata! Orang ini pasti bermasalah! "Albert, setelah ini, hubungi ahli jiwa di rumah sakit. Katakan padanya untuk memeriksa Rafael." Jika tidak berhasil, bawa dia ke rumah sakit jiwa! Khahitna menelan emosi. Akan tetapi, tatapan Khahitna beralih ke arah Rafael lagi. Ini bukan kali pertama dia dipeluk, tetapi pertama kali dipeluk oleh Rafael. Rasanya aneh. Mengejutkan. Dan ... sedikit mendebarkan. Rafael menyandarkan pipi di pinggang Khahitna. Napas pria itu tenang yang menandakan tidurnya. Mata Rafael basah. Ujung hidungnya merah muda dan tampak manis juga lembut. Khahitna tiba-tiba tertawa. "Jadi seperti ini dia kalau sakit?" Kemungkinan begitu. Dua tahun menikah, Khahitna memang tidak pernah menjadi pasangan seutuhnya bagi Rafael, begitu sebaliknya. Jadi, dia tidak tahu bagaimana pria ini jika sakit. Agak lucu. Sedikit kekanak-kanakan, tetapi manis. "Khahitna ...." Rafael bangun, melepas pelukan, dan berbaring terlentang. Matanya berkelahi karena kantuk yang parah. Jelas dia tidak sadar, tetapi masih memanggil. Khahitna yang dipanggil menatap pria itu. "Hum? Kenapa?" Suaranya tidak ramah. "Cium aku." Rafael berkata, menutup mata, dan lanjut bermimpi. Khahitna: "Tiba-tiba aku ingin menamparnya!" Hah! Sabar! Dia memejamkan mata dan mencoba yang terbaik untuk tidak memukul orang. "Tunggu sampai kau bangun besok. Aku benar-benar akan membuatmu paham untuk sekali lagi." Khahitna tidak ada maaf untuknya. Bersambung.Khahitna selesai membaca dan mengerutkan kening. Pria ini benar-benar tahu cara menjelaskan adegan seperti itu dengan sangat detail dan baik. Dia tidak percaya. Bukankah seharusnya dia seorang profesional dalam berciuman? "Oh ...." Jadi, Khahitna sedikit tertarik dengan aktivitas pria ini. "Kau paham tentang adegan ini seolah-olah kau telah melakukannya ribuan kali. Apakah kau pernah berciuman sebelumnya?" Dia bertanya, sedikit nakal. Rafael menatap sengit wanita berambut pirang yang tampak sangat misterius dan serius dalam ruangan remang-remang. "Apakah seseorang yang menjelaskan tentang narkoba harus mencicipinya lebih dulu? Tidak, bukan? Kau tidak perlu berciuman untuk menulis adegan berciuman. Belajar saja dari orang lain, novel atau naskah orang lain, dan bisa juga lewat film. Begitu mudah dan tidak perlu dibuat susah." Rafael menjawab dengan sungguh-sungguh. "Oh, begitukah?" Bos Wanita sedang menggali lubang jebakan sekarang dan senyumnya menjadi lebih misterius lagi. Siste
"Ya ...." Khahitna menjawab serius dan ekspresi di wajahnya tidak menunjukan sedikitpun tanda-tanda bercanda. Merry menutup ponselnya dengan kengerian dan teror. "Tidak bisa? Baiklah. Aku tahu itu. Kau masih lajang, bukan? Jadi, bagaimana kau akan tahu permainan seperti ini?" Khahitna penuh senyuman ejekan, keluar dari ruangan sang asisten, lalu kembali ke ruangannya sendiri sambil membayangkan hal-hal tidak bermoral lainnya. Merry yang ditinggalkan melarikan diri ke ruangan Sekretaris. "Kakak! Tolong aku!" Dia menangis dengan ketakutan. Apakah Presiden Adiwara itu tidak sedang mempermainkannya? Ciuman ... ciuman ... ah! Tuan Rafael akan memiliki hari-hari yang sial. Dia sangat terharu, oke! Di ruangannya, Khahitna mengeluarkan ponsel dan memasuki sebuah aplikasi, lalu menggunakan fitur pencarian untuk mencari sesuatu yang membuatnya penasaran. Tidak berapa lama, hasil pencarian keluar dan dia membukanya satu per satu. "Aku benar-benar sangat dangkal." Setelah menonton sampai pu
Rafael ditinggalkan dan kembali bekerja dengan fokus. Setelah selesai, dia mengirim hasil editan adegan kepada Mio dan Austin. Lewat panggilan video, ketiganya bertemu secara online. "Bagaimana menurut kalian?" Rafael meminta pendapat dengan timnya. "Sangat baik. Jika ditambahkan dengan efek, aku bisa membayangkannya. Ini luar biasa." Austin berkomentar. "Perhalusan yang memukau." Mio memberikannya jempol dengan kedua tangan, tersenyum dengan tulus. "Berikan masukan jika ada yang kurang atau perlu diubah kembali." Rafael bicara. "Tidak ada. Kemampuan Senior tidak perlu diragukan lagi. Kita hanya tinggal mengirimnya kembali kepada sutradara dan para pemeran." Mio berkata sungguh-sungguh. "Senior sangat berpengalaman." Austin tertawa, lalu menunjuk pangkal lehernya sendiri. "Senior, nyamuk yang menggigitmu banyak sekali. Bekasnya sampai seperti itu. Nyamuknya pasti sangat ganas." Hanya dia yang tahu maksudnya. Rafael yang memahami arah ini menutupi lehernya sendiri. "Benar-benar
Jika mengingat pembicaraan dengan sistem, Rafael benar-benar ngeri terhadap wanita cantik berwajah tegas ini. Sepertinya, dia memang harus menghindar dan melakukan trik lain dalam memenangkan hatinya. Tapi, apa? Di sisi lain, Khahitna benar-benar bangga dengan tandanya sendiri. Kelopak bunga-bunga itu cukup terbuka dan mudah dilihat orang lain. Hanya orang bodoh yang akan berpikir jika pria ini belum memiliki pasangan. Dia sangat siap jika Rafael membuat masalah lagi. "Tuan, apakah Anda memiliki kegiatan hari ini?" Albert bertanya. "Ya, aku tidak akan keluar." Rafael menjawab tanpa minat, mengambil sarapannya, dan makan dalam diam. Khahitna yang menunggu keributan Rafael merasa sedikit kehilangan. Mengapa hari ini si bayi besar tampak tidak ingin mencari gara-gara dan terlalu lelah? Apakah terjadi sesuatu dengannya? Bukan hanya Khahitna, Albert juga memiliki pemikiran demikian. "Apakah karena Tuan sudah sembuh, lalu kepribadiannya kembali?" Albert curiga dan merasa agak senang,
Rafael makan seafood dengan gembira. Moodnya membaik setelah makan. Tidak masalah jika bibirnya sangat sakit dan perih luar biasa ketika menyentuh pedas. Pada akhirnya, dia menyantap semua yang disajikan Albert dan mengakhirinya dengan jalan-jalan untuk mencerna makanan. Setelah merasa cukup, Rafael kembali ke kamar untuk mandi dan tidur. Dia tidak berniat begadang meski ada pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya. Dia masih harus mengubah adegan dalam naskah skenario dalam waktu dekat agar para artis bisa mempelajarinya. Rafael pergi ke kamar mandi. Dia mandi, setelah itu melihat diri sendiri di cermin besar kamar mandi. Rafael melihat wajahnya sendiri. Jujur saja, tidak ada perbedaan antara dirinya dan cangkang 'Rafael' ini dari sudut manapun melihatnya. Mereka sama persis seolah-olah dibuat dari cetakan yang serupa. Semakin melihat, Rafael sama sekali tidak bisa memuji wajah sendiri. Terlalu mengerikan ketika memikirkannya. Sampai kemudian, pandangan Rafael jatuh di bekas-b
Rafael terdiam dengan wajah cemberut. "Lepaskan aku." Pada akhirnya, dia takut dengan Khahitna. Seandainya wanita ini bukan Khahitna, dia berani menyebutnya. Namun, ini Khahitna. [Tuan Rumah, jawab saja. Aku merasakan bahaya dari Bos Wanita. Jika kau terus bermain-main, aku takut dia akan menciummu sampai mati] sistem terpaksa harus bertindak karena Tuan Rumah ini sangat tidak bisa diandalkan. "Tidakkah kau pikir dia sangat marah dan semakin membenciku sekarang?" Rafael bicara kepada sistem dalam benaknya. [Tuan Rumah, berapa usiamu sekarang, hah? Apakah kau bayi? Apakah kau tidak pernah menonton film romantis? Kau tidak bisa diandalkan] sistem sangat marah. "Mengapa kau marah? Tahu apa kau? Kau rusak!" Rafael balik memarahinya dan fokus kembali ke wajah Khahitna yang ternyata sangat dekat dengan wajahnya. "Lepaskan aku dulu." Sekali lagi, Rafael meminta dengan sikap merengek. Menggemaskan. Khahitna tidak tahan untuk tersenyum, tetapi tidak melepaskan. "Kau bilang ingin dicium.