Share

Chapter 03

Author: Silver Puma
last update Last Updated: 2023-07-20 17:14:39

Cahaya perak terpancar begitu terang, saking terangnya membuat mata siapapun yang melihatnya akan merasa silau.

Namun, seolah tahu jika Viole kesulitan membuka matanya, cahaya perak itu meredup perlahan, hingga ke titik kedua iris mata hitam gadis itu tidak lagi merasa silau.

Cahaya terang perak terus bersinar lembut seperti mentari, menerangi tempat Viole berada. Lalu sebuah suara misterius muncul, berbisik halus di telinganya.

“Hai anak manusia berparas elok,”

Mendengar suara itu, seketika membuat mata Viole yang sebelumnya sayu, langsung melebar. Dirinya tidak salah dengar bukan? Apakah itu suara nyata atau khayalannya saja?

‘Jangan-jangan malaikat maut?’ batin Viole menduga suara itu adalah suara malaikat.

Kemudian, suara itu terdengar kembali. Namun kali ini ia terkekeh. Suara kekehannya seperti menertawakan nasib Viole yang sangat tidak beruntung.

Hal itu membuat Viole tersenyum kecut dalam angan. Bahkan malaikat maut pun menertawakan hidupnya yang sangat tidak lucu ini.

‘Menyedihkan,’ batin Viole mengatai dirinya sendiri.

"Ya, kamu sangat menyedihkan," balas suara misterius itu.

‘Serah lu aja deh Tuan Malaikat Maut,’

"Bisakah kamu mengulangi perkataanmu?”

Mendengar suara misterius itu meminta untuk mengulangi perkataannya, memunculkan suatu pertanyaan di benak Viole. Mungkin suara itu bukanlah suara malaikat maut, melainkan hantu?’

Namun Viole segera menepis pemikirannya sendiri tentang hantu, menurutnya hantu itu tidak ada. Didengar dari pertanyaan yang ia lontarkan sebelumnya, Viole merasa suara itu tidak paham dengan bahasa slank, sama seperti Zanquen.

Hal itu secara tidak langsung mengonfirmasi bahwa suara itu kemungkinan besar adalah makhluk dunia ini.

‘Kamu bukan malaikat, kamu siapa?’ tanya Viole pada suara itu.

Bukannya menjawab, suara itu malah terkekeh lagi. Kekehannya bahkan lebih lama dan keras dari sebelumnya. Kemudian berganti menjadi tertawa terbahak-bahak.

‘Nakutin banget, kaya Psikopath.’ batin Viole mendengar suara tawa itu sangat mengerikan.

Kemudian bersamaan dengan berhentinya suara tawa yang mengerikan dari suara misterius itu, alas lunak tempat Viole terbaring bergetar, seperti dilanda gempa bumi.

Kedua iris mata hitam Viole melirik sekitar. Lelehan air liur lengket mulai keluar dari sekitaran dinding yang berwarna merah muda itu. Nampak di mata Viole, air liur itu mengalir hingga mengenai gigi geraham di bagian ujung, tempat asal cahaya perak ini berasal.

"Menjijikkan tahu!" bentak sang misterius.

Mendengar suara itu membentak, terdengar pula nada bentakannya seolah ia sangat benci dengan air liur. Dugaan Viole jika suara itu berasal dari makhluk dunia ini pun semakin kuat.

Mungkin dia makhluk yang berukuran sangat kecil, dan bernasib sama dengannya, berakhir dimakan oleh si monster.

Kemudian, suatu perasaan heran terbersit di benak Viole. Kenapa dirinya sedari tadi tidak dikunyah oleh monster ini? Atau jangan-jangan, monster ini tidak langsung mengunyah mangsanya?

Dilihat dari banyaknya air liur yang keluar, apakah mungkin, jika monster ini meluruhkan mangsanya dengan air liur sebelum dikunyah?

‘Itu artinya, air liur ini asam dong?!’

Namun tebakan Viole segera terbantahkan ketika air liur dari langit-langit menetes tepat di kakinya.

Begitu menyentuh kulit, air lengket itu terasa dingin. Jika mengandung asam, kulitnya akan terasa sangat panas hingga meluruhkan daging sampai ke tulangnya.

‘Bukan asam, terus kenapa ni monster ngebiarin gua di dalam mulutnya?’ pikir Viole heran bercampur bingung.

Sementara itu, suara misterius merasa diabaikan oleh Viole. Gadis itu bahkan tidak mengulangi apa yang diminta, dan malah terus memandang langit-langit.

“Kamu tidak mau keluar dari dalam sini?” tanyanya pada gadis itu.

Mendengar itu, Viole mengalihkan pandangannya ke arah cahaya perak itu berasal, ‘Aku ingin keluar, tapi tubuhku tidak bisa bergerak barang satu sentipun.’

Dirinya sengaja memakai bahasa baku, untuk memastikan sekali lagi bahwa suara itu memang makhluk dari dunia asing ini.

"Aku dapat membantumu keluar,”

Mendengar balasan dari suara misterius itu, Viole akhirnya mendapatkan jawaban. Dia memang makhluk dari dunia ini.

‘Benarkah?’ tanya Viole lagi.

"Iya. Akan tetapi ada syaratnya."

Mendengar tawaran bantuan bersyarat itu, membuat Viole tertawa dalam angan. Bagaimana bisa makhluk yang tidak berwujud, atau jikapun berwujud itu mampu membantunya? Bahkan dia saja juga terjebak di dalam sini.

‘Lelucon macam apa itu? Leluconmu sangat tidak lucu tahu,’

Suara misterius itu bicara lebih serius dari sebelumnya, “Lelucon apa? Aku serius! Aku dapat membantumu keluar!”

Mendengar jika suara itu tidak main-main dengan ucapannya, membuat Viole berpikir ulang. Benarkah dia mampu membantunya? Tapi dengan cara apa?

Di tengah berpikir, sesuatu yang terlewat baru disadari oleh Viole. Sejak tadi, dia dan suara misterius itu terus berbincang.

Padahal sangat jelas, dirinya tidak membuka mulut barang satu senti pun, juga tidak mengeluarkan suara. Itu artinya, dia bicara dalam hati dan suara itu dapat mendengarnya?

Sementara itu, sang suara misterius menunggu jawaban gadis yang tergeletak itu. Namun si gadis tidak kunjung memberi jawaban. Dia bahkan tidak menjawab ya atau tidak.

Hal itu memicu percikan kekesalan di benaknya. Berani sekali makhluk dari ras manusia mengacuhkan dirinya!

"Hei, anak manusia! Kamu mengacuhkan aku?!"

Viole yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya, cukup terkejut mendengar suara misterius itu membentak dirinya.

‘Apakah kamu marah?’

"Tentu saja, bodoh! Kamu sedari tadi mengacuhkan aku! Berani sekali dirimu!"

Mendengar bentakan suara itu terkesan jika harga diri dari sang suara sangat tinggi, membuat Viole menjadi penasaran. Siapa sebenarnya dia?

‘Berani? Memangnya kamu siapa, sampai aku harus takut denganmu?’

Mendengar pertanyaan Viole dengan nada yang polos, malah membuat sang suara misterius merasa makin disepelekan oleh anak ras manusia itu. Dia bertanya siapa dirinya bukan? Baiklah, ini jawabannya!

Viole menunggu cukup lama. Namun, suara misterius itu tetap diam dan sama sekali tidak memberikan jawaban.

Tiba-tiba saja, cahaya perak yang sebelumnya bersinar seketika menghilang, meninggalkan kegelapan total yang menyelimuti seluruh tubuh serta indra penglihatan Viole.

Bersamaan dengan itu, rasa sesak mulai menyeruak di dada Viole.

‘Loh, loh?! Ini kenapa?!’ batinnya berseru panik.

Rasa sesak yang tiba-tiba datang ke paru-paru gadis itu membuatnya kesulitan bernapas. Udara yang ia hirup terasa panas dan tercampur dengan aroma khas kawah gunung berapi yang mulai tercium.

Aroma itu berasal dari arah depan Viole, dan ia menyadari bahwa dari dalam sana mengeluarkan gas belerang.

‘Ini bau belerang beracun? Kenapa tiba-tiba? Sebelumnya nggak ada kok!’ pikirnya semakin panik.

Semakin Viole menghirup udara berbau itu, hidungnya semakin terasa sakit, seperti ditusuk oleh pisau. Dadanya juga semakin sesak dan panas.

Napas Viole pun naik turun dengan cepat, dirinya benar-benar tidak bisa bernapas. Pandangannya yang tidak dapat melihat apapun, mulai kabur.

‘To … long a … ku.’ batinnya terbata.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misi sang Pembuka Gerbang    Chapter 13

    “Kau … ingat bukan pesanku tadi?” tanya Liftor. Zanquen tertegun. Hanya pertanyaan sederhana itu yang keluar dari mulut Liftor? Bukankah beberapa detik lalu, pria di depannya ini dengan jelas ingin membuat nyawanya melayang? ‘Apa aku terlalu curiga padanya?’ batin Zanquen. Ekspresi curiga kembali muncul di wajah pemuda itu. ‘Tapi … dia sering berubah-ubah, tidak bisa dipercaya,’ pikirnya. Melihat itu, Liftor terkekeh. “Kau masih saja curiga padaku ya …” “Bersiap-siaplah,” katanya. Angin di sekitar mereka kian berhembus kencang. Perlahan kaki Zanquen terangkat. Tubuhnya terasa sangat ringan seperti kapas yang disedot ke atas. Di saat itu juga, dirinya melihat Liftor menorehkan sebaris senyuman. “Sampaikan salamku … pada Luca,” kata Liftor. Mendengarnya, mata Zanquen seketika melebar. Kenapa Liftor tahu nama itu? Apa dia mengenalnya? Belum sempat ia bertanya, Liftor tiba-tiba melepaskan tangannya. Zanquen pun terhempas ke atas. Setelah itu angin mereda, kemudian menghilan

  • Misi sang Pembuka Gerbang    Chapter 12

    Sementara itu di tempat lain, Liftor tengah memunguti beberapa ranting kering dan membawanya. Setelah jumlah ranting dirasa sudah cukup, dia memutuskan untuk kembali. Begitu berbalik badan dan akan melangkah, tangannya yang terdapat urat hitam terasa sakit dan berdenyut. Hingga ranting pohon yang dia pegang pun terjatuh. Liftor memegang lengannya. "Anak manusia itu ...."Dia pun duduk, bersandar pada batang pohon. Ia mendongak, melihat sekat antar lantai yang banyak disebut sebagai langit.Dia teringat mengenai amukan gadis yang menjadi tuan Silver Gorffennaf beberapa waktu lalu. Senyum miring tersungging di bibir Liftor. Dia baru kali ini melihat seseorang yang mampu membuat senjata suci sampai seperti itu.‘Bukan Silver yang memakan jiwa tuannya, tapi gadis itu yang memakan kesadaran Silver. Menarik sekali,’ batinnya. Dia juga teringat akan Zanquen, ketika pemuda itu menuduhnya berbohong setelah mendongak ke atas.Reaksi pemuda itu secara tidak langsung memberi tahu bahwa dia ti

  • Misi sang Pembuka Gerbang    Chapter 11

    “Maksudku? Kau lulus, itu saja,” jawab Liftor enteng. Dahi Zanquen berkerut. Dia tidak mengerti akan maksud pria di depannya ini. Meski begitu, dirinya tidak ingin bertanya lebih jauh lagi.Liftor cukup heran, melihat respon Zanquen.Biasanya makhluk yang dia loloskan akan langsung senang, sampai melompat-lompat kegirangan.“Kau tidak senang?” tanyanya.Belum juga Zanquen menjawab, terdengar sebuah suara. Suara itu sangat familier di telinga Liftor.“Lepaskan aku dari tangan baumu! Liftor sialan!"Zanquen terhenyak mendengarnya. "Siapa ... itu?"Liftor langsung menyodorkan tongkat perak yang dia pegang ke hadapan Zanquen. Pemuda bermanik merah itu pun secara spontan langsung menarik kepalanya ke belakang."Wah, reflek yang bagus," puji Liftor."Apa yang kau lakukan?" tanya Zanquen melirik curiga Liftor."Tenang saja. Aku sudah meluluskanmu, jadi tak usah curiga seperti itu. Kau tadi bertanya siapa? Dia yang bicara," jawab Liftor. "Dia siapa?" tanya Zanquen lagi.Mendengar itu, Lifto

  • Misi sang Pembuka Gerbang    Chapter 10

    "Wah, tenanglah. Aku tidak punya niat jahat kok," ujar Liftor tersenyum."Kau bisa menurunkan senjatamu itu," lanjutnya menunjuk tongkat perak yang diacungkan ke padanya.Sementara Zanquen, dia merasa ucapan pria di hadapannya ini tidak bisa dipercaya, dan juga nampak mencurigakan. Sehingga alih-alih menurunkan senjata, Zanquen malah semakin erat menggenggam senjatanya.'Waspada sekali,' batin Liftor."Kau siapa? Kau yang menyebabkan semua ini?!" tanya Zanquen."Tenanglah, jangan emosi dulu. Bukan aku yang menghancurkan tanah ini, tapi temanmu itu," jawab Liftor.Iris merah Zanquen melirik ke samping kanannya, tempat Viole terbaring. Melihat gadis itu tidak sadarkan diri, mustahil jika dia yang menyebabkan kehancuran luar biasa seperti ini. Kemudian Zanquen kembali melihat ke depan. 'Dia jelas-jelas sedang berbohong!' batinnya.Melihat reaksi pemuda di depannya malah menatap dirinya tajam dan penuh curiga, Liftor pun menghela napas. ‘Sepertinya dia tidak percaya padaku,’ ujarnya dal

  • Misi sang Pembuka Gerbang    Chapter 09

    Viole pun menoleh ke arah depan. Matanya seketika membulat. Monster yang sudah dia tebas ternyata masih bisa bergerak bahkan berusaha membawa pergi Zanquen.Monster itu rupanya hanya berpura-pura kalah dan menipu Viole. Itu membuat emosi gadis itu memuncak. Dia berlari seraya menggenggam erat Silver Gorffennaf. "Sialan! Lu nipu gua!"Dia lantas mengibaskan tongkat perak itu ke kanan dan kiri. Angin yang tercipta mengoyak pepohonan raksasa di sekitar si monster. Namun, karena Viole mengibaskan tak beraturan, serangannya malah tidak mengenai monster itu sama sekali.Ditambah, keberadaan pohon-pohon raksasa di sekitar seakan menjadi tameng bagi si monster. Perasaan Viole bercampur aduk. Kesal, marah, dan juga ada rasa penyesalan karena tidak mendengarkan ucapan Silver Gorffennaf sebelumnya.Dia terus berlari mengejar monster itu hingga masuk lebih dalam ke arah hutan. Matanya yang berapi-api tidak melepas pandangannya sedikitnya pun dari si monster.Meski gadis itu berlari sekuat tenag

  • Misi sang Pembuka Gerbang    Chapter 08

    Mata almond Viole dengan iris hitamnya berubah tajam, seperti seekor serigala yang tengah mengintai mangsa. Viole mengeratkan genggamannya pada Silver Gorffennaf.Kaki belakangnya memulai aba-aba dan dengan mata berapi-api, dia berlari cepat ke arah monster itu.Begitu pula dengan sang monster, dia tidak tinggal diam. Mengetahui gerakannya tidak bisa cepat, dia pun menggunakan cara lain untuk menghentikan Viole, si makhluk kecil.Dia menggunakan kaki bawahnya yang panjang dan bercabang seperti akar pohon sebagai senjata. Dia menjulurkannya ke arah Viole.Melihat akar melesat ke arahnya dengan cepat, Viole bersiap mengayunkan tongkat perak di tangannya ke arah kiri, berniat menebas akar itu.Namun, sebelum dia melakukannya, Silver Gorffennaf yang menyadari jika serangan dari si monster hanyalah bayangan pun berseru, "Ke kanan anak manusia!" Viole segera mengubah arah tebasannya ke kanan. Ayunan dari senjata suci itu menimbulkan sebuah angin yang dapat dilihat dengan mata fisik.Terlih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status