Share

Chapter 09

Viole pun menoleh ke arah depan. Matanya seketika membulat. Monster yang sudah dia tebas ternyata masih bisa bergerak bahkan berusaha membawa pergi Zanquen.

Monster itu rupanya hanya berpura-pura kalah dan menipu Viole. Itu membuat emosi gadis itu memuncak.

Dia berlari seraya menggenggam erat Silver Gorffennaf. "Sialan! Lu nipu gua!"

Dia lantas mengibaskan tongkat perak itu ke kanan dan kiri. Angin yang tercipta mengoyak pepohonan raksasa di sekitar si monster. Namun, karena Viole mengibaskan tak beraturan, serangannya malah tidak mengenai monster itu sama sekali.

Ditambah, keberadaan pohon-pohon raksasa di sekitar seakan menjadi tameng bagi si monster.

Perasaan Viole bercampur aduk. Kesal, marah, dan juga ada rasa penyesalan karena tidak mendengarkan ucapan Silver Gorffennaf sebelumnya.

Dia terus berlari mengejar monster itu hingga masuk lebih dalam ke arah hutan. Matanya yang berapi-api tidak melepas pandangannya sedikitnya pun dari si monster.

Meski gadis itu berlari sekuat tenaga, dia merasa tetap tidak dapat menyusul monster di depannya. Gerakan sang monster malah semakin lama, terasa semakin cepat.

Viole menggertakan gigi. Dia kesal karena monster itu ternyata mampu melata dengan cepat.

"Sialan, dia nggak bisa kekejar!" monolog gadis itu.

Sadar jika hanya mengejar dan tidak melakukan serangan, si monster tidak akan berhenti, gadis itu pun kembali mengayunkan Silver Gorffennaf.

Namun, karena adanya pepohonan, serangan Viole kembali meleset. Kekesalan gadis itu kian memuncak ke titik paling tinggi. Hingga dia tidak lagi dapat berpikiran jernih.

Pikirannya kacau. Dia mengayunkan Silver Gorffennaf ke sekeliling dengan pola yang tidak beraturan. Menimbulkan angin yang sangat kencang, serta seperti pedang. Pepohonan raksasa di sekitar Viole pun terus tumbang.

Kini tidak ada lagi yang menghalangi dirinya. Tidak ada lagi yang menghalanginya untuk menghabisi monster itu.

Pikiran itu terus berkecamuk dalam kepala Viole. Dia tidak menyadari jika kontrak dengan Silver Gorffennaf sudah berlaku. Jiwanya terhubung dengan Silver Gorffennaf.

Dari dimensinya, jiwa senjata itu merasakan kejolak tidak wajar. Tempatnya yang tenang meski Viole berlari sekali pun, kini berguncang hebat. Lalu dadanya terasa panas, sangat amat panas. Seperti ada lava dalam dirinya.

"Tunggu, ini kenapa?!" monolog Gorfen kebingungan.

Pria itu pun jatuh berlutut, tangannya menahan panas di dadanya yang semakin besar dan menjalar ke seluruh tubuh. Ritme napasnya dengan cepat naik turun. Dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi padanya.

Dia baru pertama kali mengalami hal ini. Rasa panas yang semakin menjalar itu seakan memakannya. Memakan kesadarannya.

"Tidak mungkin! Tidak!" monolog Gorfen. Dia semakin tidak bisa menahan tubuhnya untuk tidak ambruk.

Perlahan tubuh Gorfen kian merendah, hingga kepalanya menyentuh lantai, kedua tangan pria itu masih memegangi dadanya. Panas sakit yang dia rasakan sungguh tidak tertahankan.

Muncul gangguan pada penglihatan Gorfen, seperti televisi yang rusak. Diiringi dengan kesadarannya yang semakin menurun. Hingga pada akhirnya, penglihatannya menjadi gelap total.

Disisi lain, Silver Gorffennaf yang tengah dipegang oleh Viole memunculkan sesuatu yang merambat seperti akar berwarna perak. Akar perak itu merambat hingga ke lengan atas Viole.

Seketika langkah Viole terhenti. Secara tiba-tiba, tanah yang dia pijak retak, kemudian pecah.

Pandangan Viole kosong, hanya memancarkan kemarahan. Gadis itu mengangkat tongkat perak yang dia pegang, dengan ujung berwarna merah ke atas.

Petir berwarna perak keluar dari ujung tongkat perak itu, terus terpancar ke atas hingga menembus langit. Sesaat kemudian, langit abu-abu itu berubah menjadi merah. Lalu, turunlah angin berbentuk boomerang dari langit merah itu.

Angin itu sonik berhembus kencang dan akan mengoyak apa pun yang ditemuinya. Kemudian cahaya yang sangat terang dan menyilaukan terpancar dari Silver Gorffennaf. Cahaya itu menyebar ke segala arah.

Duar! Suara keras terdengar. Kemudian lambat laun, cahaya itu mulai menyusut. Tempat yang sebelumnya dilahap oleh cahaya itu berubah luluh lantam. Pohon yang tumbuh, semuanya hancur terpotong-potong.

Petir dan angin menghilang. Viole hanya menatap kosong ke depan. Bersamaan dengan langit merah yang mulai menghilang, tubuh gadis itu ambruk ke tanah.

**********

Di singgahsananya, Liftor sedang duduk, menonton Viole. Selama ini dia memperhatikan dan melihat apa yang gadis itu perbuat.

Mulut Liftor sedikit meringis, seperti menahan rasa sakit. Kemudian dia tersenyum menyeringai dengan mata yang mengintimidasi.

"Lumayan, lengan atasku jadi terasa sakit," monolognya.

Liftor menepuk lengan atas bagian kirinya sebanyak dua kali, kemudian ia bangkit.

Dia berjalan melewati lorong gelap. Senyum menyeringai masih merekah di bibirnya, karena akhirnya ia menemukan sesuatu yang benar-benar menarik. Suara tawa yang sangat nyaring terdengar menggema di tempat itu.

**********

Zanquen perlahan membuka mata. Dia melihat sebuah lapisan di depannya. Secara reflek, pemuda itu mengulurkan tangan ke atas untuk menyentuh lapisan itu.

Ketika telapak tangannya bersentuhan dengan lapisan asing itu, dia merasa seperti menyentuh kaca.

"Ini apa?" monolog Zanquen. Dia meraba-meraba lapisan itu.

Semakin dia raba, semakin aneh rasanya. Kaca itu seakan seperti cangkang yang mengurungnya. Pemuda lantas bangkit dan berusaha memukul-mukul lapisan itu.

Akan tetapi, lapisan itu sangatlah keras. Pukulan Zanquen sepert tidak berimbas apa pun.

"Tidak mau pecah!" monolog Zanquen kesal.

Ditengah dia memukul-mukul lapisan itu, dia melihat Viole tergeletak jauh darinya. Meski jauh, Zanquen dapat melihat dengan jelas, kondisi gadis itu tidak baik.

"Viole kenapa? Dan ..." Zanquen memutar kepalanya, melihat ke sekeliling. Matanya membulat. Dia benar-benar terperanjat dengan apa yang dia lihat.

Tempat sekitarnya hancur dan porak poranda, seperti terkena serangan nuklir. Pohon-pohon tumbang, tanahnya hancur, dan banyak pohon yang menghitam seperti telah terbakar.

'Apa yang sebenarnya terjadi?!' batin Zanquen.

Tanpa dia sadari, lapisan kaca yang mengurungnya telah hilang, entah sejak kapan. Zanquen segera bangkit dan berlari menghampiri Viole.

"Viole! Viole! Apa yang terjadi padamu?!" Zanquen membalikan tubuh Viole.

Mata gadis itu tertutup rapat.Zanquen mendekatkan telinganya ke dada kiri Viole. Suara detak jantung gadis itu masih dia dengar. Zanquen sedikit bernafas lega, gadis itu tidak mati.

Zanquen melihat di dekat Viole, tergeletak sebuah tongkat perak mengkilap. Dia memangku Viole, memandangi wajahnya yang kotor, karena terkena tanah yang menghitam.

Kulit wajahnya juga terdapat banyak luka goresan. Zanquen mengalihkan pandangannya ke badan Viole. Pakaian gadis itu banyak robekan serta luka-luka goresan di sekujur tubuhnya.

"Apa kau melawan monster itu Viole?" tanya Zanquen.

Dia lantas menoleh ke sekeliling, memindai tempat itu. Tidak ada lagi monster.

"Benar rupanya, kau yang menyingkirkan mereka semua," monolog Zanquen.

Sekarang dia bingung. Dirinya harus berbuat apa. Pertemuan dengan Viole sangat mendadak, karena saat itu dirinya tengah dikejar-kejar oleh monster yang tiba-tiba datang.

Zanquen terus memandangi sekitarnya. Dia takut jika monster lain tiba-tiba muncul. Namun, tidak ada satu pun monster yang terlihat.

'Apa seluruh monster di tempat ini sudah tidak ada?' pikirnya.

Disaat yang cukup tenang itu, terdengar suara langkah kaki dari arah belakang. Zanquen segera menoleh ke arah suara itu berasal, kemudian perlahan meletakkan kepala Viole ke tanah.

Pemuda itu menyambar tongkat perak yang masih tergeletak di dekat Viole dan mengacungkannya. " Siapa kau?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status