Share

Chapter 04

Cahaya perak kembali bersinar dan aroma belerang yang sangat menusuk hidung pun mulai memudar. Viole dapat bernapas kembali, kemudian perlahan ia membuka mata.

Samar-samar dia melihat wajah seseorang tepat di depannya. Setelah pandangan Viole kembali jelas, nampaklah seorang pria berwajah rupawan dengan kulit putih mengkilap bak porselin.

Rambut dan iris matanya berwarna perak. Terdapat sedikit garis horizontal berwarna merah di kelopak bawah kanan dan kiri.

"Hai cantik,” sapa sang pria dengan senyuman hangat tersungging di bibir berwarna merah jambu itu.

Viole tertegun, tanpa bisa berkata-kata. Wajah pria itu mampu menyihir siapapun yang melihatnya. Bahkan dia juga memancarkan cahaya yang lebih terang dari sinar matahari.

Inikah yang dinamakan malaikat? Makhluk yang Viole dengar dari alkitab?

"Sudah aku bilang, aku akan membantumu tapi dengan syarat kontrak," ujar pria itu kembali.

Prang! Kekaguman Viole pun buyar seketika, begitu mendengar kalimat yang keluar dari mulut pria itu.

‘Loh kok sama?’ batin Viole, mendengar kalimat yang diucapkan oleh pria itu sama persis dengan sang suara misterius saat dirinya berada di dalam mulut monster.

Namun, ketika kedua iris mata hitam Viole melirik ke sekitar, tempatnya telah berubah. Sepanjang pandangannya, tidak ada apapun, hampa, semuanya serba putih. Hal itu memunculkan pertanyaan di benak Viole.

Dia berada dimana? Kapan dia berpindah tempat? Siapa yang memindahkannya? Lalu, pria itu siapa?

‘Dia siapa?’ tanya Viole dalam hati penasaran.

Seolah mendengar suara hati Viole, pria itu tersenyum lalu melepaskan Viole yang sedari tadi ia sangga dalam pangkuannya.

Dia berdiri, kemudian merentangkan tangan dan memperlihatkan pakaian yang ia kenakan. Pakaian sutra berwarna violet lembut dengan baju berkerah warna putih. Pada bagian kerahnya terdapat syal kecil berwarna merah.

Pria misterius itu lantas berputar sekali, seperti seorang model. Kemudian berjongkok, memandang lekat ke dalam mata Viole.

Dia tersenyum hangat, “Kamu bisa bicara disini, tidak perlu lewat telepati,”

Kemudian senyum itu perlahan berganti seringai, “Aku Silver Gorffennaf. Kamu dapat memanggilku Gorfen.”

Viole pun mencoba membuka mulutnya, “Benarkah?”

Eh? Suaranya benar keluar! Namun rasa gembira itu kurang lengkap karena tubuhnya tetap tidak bisa digerakan.

“Tubuh gua tetap nggak bisa gerak,” gumam Viole.

Dia mendengar nama yang sangat asing dan cenderung aneh dari pria itu membuat Viole heran. Silver? Nama macam apa itu?

"Kamu dinamai orang tuamu Silver karena rambut dan matamu berwarna perak?" tanya Viole polos.

Seringai di wajah pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Silver Gorffennaf itu pun seketika runtuh. Tatapan yang sebelumnya amat dalam berganti datar.

Hal itu membuat Viole kebingungan, apakah dirinya salah bicara hingga membuat pria di hadapannya ini tersinggung?

"Apa kata-kataku menyinggung perasaanmu? Aku minta maaf, aku benar-benar tidak berniat untuk mengatai penampilanmu yang berbeda," ujarnya meminta maaf.

"Tidak, bukan itu,”

"Lantas?"

"Kamu, kamu benar-benar tidak tahu siapa aku?"

Pertanyaan yang terlontar dari mulut Gorfen membuat Viole semakin bingung. Memangnya dia itu siapa?

Karena tidak mau terus diliputi rasa penasaran yang membingungkan, Viole pun menjawab, “Tidak.”

Gorfen lantas mengangkat kedua alisnya, "Tidak?"

"Memangnya kamu siapa sih?" tanya Viole penasaran.

Kembali mendengar pertanyaan yang memperjelas bahwa gadis yang terbaring di hadapannya ini sama sekali tidak mengenal dirinya, membuat Gorfen benar-benar terperanjat dan tidak habis pikir.

Baru kali ini dia bertemu dengan makhluk yang sama sekali tidak mengetahui siapa dirinya.

Dia pun berdiri dan membalikkan badan, membelakangi gadis itu. Lalu ia tertawa terbahak-bahak, "HAHAHAHAHAHAHA!"

Viole yang sangat menantikan jawaban dari Gorfen pun bertambah bingung. Bukannya mendapatkan jawaban, dirinya malah mendengar suara tawa keras seperti orang gila dari mulut pria itu.

"Dia gak waras ya," gumam Viole.

Puas tertawa seperti pasien rumah sakit jiwa, Gorfen kembali membalikkan badan. Dia meletakkan kedua tangannya di antara wajah Viole, kemudian dia bertumpu pada kedua lututnya sendiri. Membuat Gorfen berada tepat di atas tubuh gadis yang terlentang itu.

Melihat wajah seorang pria menatapnya begitu dekat, mata perak itu jelas menyiratkan ada maksud lain dalam tatapannya.

Jantung Viole berdegup kencang, rasa dingin mulai terasa di seluruh tubuh yang tidak bisa ia gerakkan. Gorfen pasti akan melakukan sesuatu padanya!

"Aku mohon! Jangan!" teriak Viole dengan suara nyaring.

Begitu mendengar teriakan itu, Gorfen tertegun beberapa saat. Teriakan itu seolah menandakan bahwa dirinya akan melakukan sesuatu.

"Jangan apa? Aku hanya melihatmu loh,” ujarnya singkat, lalu berdiri.

Melihat Gorfen bangkit, hati Viole sedikit merasa lega. Ternyata pria itu tidak melakukan hal menakutkan seperti dalam bayangannya.

"Aku tanya sekali lagi, kamu mau aku bantu atau tidak?" tanya Gorfen tanpa berkedip. Tatapannya datar, namun begitu menusuk.

"I ... iya! Tapi katakan dulu, siapa kamu? Kenapa kamu terus bicara seolah semua orang seharusnya mengenalmu?"

Gorfen menatap datar nan tajam pada Viole kemudian melipat kedua tangannya, "Tentu saja kamu harusnya mengenalku. Aku dan Soul Cleaver lainnya memang terkenal hingga ke lantai atas."

Mendengar kata lantai membuat Viole semakin tidak mengerti arah pembicaraan pria itu. Lantai? Memangnya ini bangunan? Ada berapa lantai? Dan apa itu Soul Cleaver?

Melihat gadis yang tergeletak di depannya hanya diam memandang dirinya, Gorfen menduga bahwa gadis itu juga tidak mengerti dengan apa yang ia bicarakan.

"Huh," Gorfen menghela napas. Rasanya percuma berbicara dengan anak manusia seperti ini.

"Kau juga tidak tahu?" tanyanya datar.

"Tidak," jawab Viole.

Gorfen kemudian menarik napas panjang, mencoba menata baris kesabarannya yang sangat tipis itu. Lalu, dia menghembuskan napas panjang sambil menunjukkan senyum paksa.

"Aku Silver Gorffennaf, salah satu dari Soul Cleaver di Sistema," jelasnya.

Namun, penjelasan singkat itu tidak memberikan pencerahan pada Viole. Meskipun dia tahu dunia ini bernama Sistema dari sampul buku tua itu, namun dia tidak tahu apa itu Soul Cleaver.

"Soul Cleaver? Maksudnya Pisau Jiwa?” tanya Viole.

"Iya, tapi biasanya kami sering disebut senjata suci," jawab Gorfen.

"Memangnya itu apa?" tanya Viole lagi.

Mendengar pertanyaan polos Viole, Gorfen mengerutkan keningnya. Dia merasa heran karena Viole tidak tahu tentang Soul Cleaver, bahkan senjata suci yang lebih dikenal oleh orang-orang.

‘Apakah dia dari Verdams? Tempat terkutuk itu?’

Namun, Gorfen segera mengusir pikiran negatif itu dari kepalanya. Sekarang yang terpenting adalah anak manusia yang tergeletak di bawahnya saat ini, dapat ia ikat kontrak dengannya.

"Mudah saja. Sesuai namanya, Soul Cleaver adalah senjata yang memiliki jiwa. Lebih dikenal dengan sebutan senjata suci, karena tidak ada senjata lain yang seperti kami. Kamu beruntung bertemu salah satu dari kami, yaitu aku," jelas Gorfen sambil tersenyum bangga.

Meskipun penjelasan Gorfen terkesan menyombongkan diri, Viole akhirnya mengerti. Pria itu adalah jiwa, sehingga masuk akal jika sebelumnya Gorfen bisa mendengar suara hatinya.

Namun, tiba-tiba guncangan hebat terjadi di sekitar mereka, seperti sedang dilanda gempa bumi. Viole merasa bingung dan bertanya, "Apa yang terjadi?"

"Kamu sedang berusaha ditelan," jawab Gorfen dengan serius.

"Apa?!" seru Viole terkejut.

"Tidak ada lagi waktu. Aku akan membantumu keluar agar kamu tetap hidup, tapi kamu harus menerima syarat kontrak dariku," ujar Gorfen tanpa menghiraukan pertanyaan Viole sebelumnya.

Viole merasakan perubahan di sekitarnya. Tempat putih itu kembali seperti semula. Dia menyadari bahwa dia masih berada di dalam mulut sang monster, dan ia dikelilingi oleh air liur yang familier.

Terdesak situasi mematikan, Viole yang tidak mau mati dan ingin tetap hidup demi menemukan sang ayah pun memberikan jawabannya.

‘Baiklah Gorfen! Aku terima syarat kontrakmu! Apa pun itu!’

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status