Share

Chapter 08

Mata almond Viole dengan iris hitamnya berubah tajam, seperti seekor serigala yang tengah mengintai mangsa. Viole mengeratkan genggamannya pada Silver Gorffennaf.

Kaki belakangnya memulai aba-aba dan dengan mata berapi-api, dia berlari cepat ke arah monster itu.

Begitu pula dengan sang monster, dia tidak tinggal diam. Mengetahui gerakannya tidak bisa cepat, dia pun menggunakan cara lain untuk menghentikan Viole, si makhluk kecil.

Dia menggunakan kaki bawahnya yang panjang dan bercabang seperti akar pohon sebagai senjata. Dia menjulurkannya ke arah Viole.

Melihat akar melesat ke arahnya dengan cepat, Viole bersiap mengayunkan tongkat perak di tangannya ke arah kiri, berniat menebas akar itu.

Namun, sebelum dia melakukannya, Silver Gorffennaf yang menyadari jika serangan dari si monster hanyalah bayangan pun berseru, "Ke kanan anak manusia!"

Viole segera mengubah arah tebasannya ke kanan. Ayunan dari senjata suci itu menimbulkan sebuah angin yang dapat dilihat dengan mata fisik.

Terlihat sesuatu berwarna putih melengkung, berputar seperti boomerang. Dia melesat cepat ke arah salah satu sulur akar itu.

Ketika keduanya bertemu, sulur itu langsung terpotong. Kesakitan, sang monster pum meraung keras, diiringi cairan merah segar dengan derasnya keluar dari bekas tebasan itu.

Mata Viole membulat, tidak menyangka efek tebasan Silver Gorffennaf bisa sampai seperti itu. Dia juga terheran-heran dengan darah yang keluar dari sulur seperti akar pohon itu.

"Akar kok ada darahnya?" monolog Viole.

"Bentuknya memang seperti akar, tapi itu bukan akar, melainkan kaki." sahut Silver Gorffennaf.

Sementara itu, si monster tidak terima kakinya ditebas pun memanjangkan salah satu cabang dari kaki yang tertebas itu. Kemudian secepat kedipan mata, dia melesat ke arah Viole.

Karena datang mendadak, Viole tidak punya cukup waktu untuk menghindar. Sehingga kaki kirinya berhasil dililit oleh akar itu dan dengan cepat dia menyeret Viole ke arah tubuh induknya.

Viole dibalik oleh si monster. Kepalanya dibawah dan kakinya diatas. Dalam keadaan terbalik itu, Viole melihat bundaran putih besar dengan bagian dalam berwarna hitam tepat di depannya.

Mata Viole membulat, melihat benda itu menatapnya. 'Anjay, gede banget matanya!' batin gadis itu.

Disaat bersamaan dalam dimensi jiwa Silver Gorffennaf, pria berambut perak itu tersenyum menyeringai. Seolah melihat sesuatu yang sangat menarik.

Dia lantas berkata pada Viole lewat telepati, 'Sekarang kesempatanmu ... serang matanya!'

Mendengar itu, Viole segera menancapkan tongkat perak yang ia pegang tepat di bagian hitam dari mata monster itu.

"Warrgghh!" Sang monster meraung keras dan melepaskan lilitan sulurnya pada kaki kiri Viole.

Namun, karena tongkat perak yang dipegang oleh Viole masih menancap di mata si monster, mengakibatkan dia yang bergelantungan ikut terombang-ambing ketika kepala monster itu terus bergerak.

Tangan monster itu lantas memegang sesuatu yang menancap di matanya, menariknya hingga tercabut, kemudian melempar dengan keras ke arah hutan.

Viole pun terhempas jauh bersama Silver Gorffennaf dan menabrak keras salah satu pohon raksasa.

Saking kerasnya benturan itu, membuat tubuh Viole terpental kembali seperti bola bekel ke tanah.

"Aduh...." rintih Viole. Dia berusaha bangkit, anehnya ketika terpental tangannya tetap saja menggenggam erat Silver Gorffennaf.

Tidak hanya itu, tubuh kurusnya kini tidak merasakan sakit seperti sebelumnya. Hanya sedikit rasa perih di kulit akibat bergesekan dengan tanah.

Viole keheranan dengan tubuhnya sendiri. "Wah, apa sekarang gua jadi Wonder Woman?" monolognya.

"Hei anak manusia! Fokuslah ke depan!" seru Silver Gorffennaf, seketika mengembalikan perhatian Viole.

Dia melihat ke arah depan, tempat sang monster masih sibuk dengan matanya yang terluka.

Dari dimensinya, jiwa Silver Gorffennaf menatap dengan seksama sang monster, kemudian berkata, "Anak manusia, dengar baik-baik,"

Gorfen menunjuk ke depan, tempat dia melihat si monster dalam bingkai persegi panjang, seperti sedang menonton film di bioskop. "Tebas dia dalam empat kali ayunan, dengan pola kanan dan kiri secara bergantian,"

Viole mengangguk, kemudian berlari seraya mengangkat tongkat perak di tangannya.

Monster yang masih sibuk dengan matanya itu pun, tidak menyadari Viole tengah menuju ke arahnya. Sehingga memudahkan gadis itu mendekat.

Ketika dirasa jarak jangkauannya cukup, Viole segera melaksanakan apa yang diperintahkan oleh senjata suci itu. Secepat kilat, tangan dan kaki sang monster tertebas seketika.

Monster hibrida itu pun tumbang. Kedua tangan dan kaki dari si monster tidak lagi tersambung dengan tubuhnya.

Melihat monster itu sudah dalam keadaan tidak berdaya, sebagai seorang manusia yang memiliki perasaan, Viole merasa iba. Muncul keinginan agar membiarkan monster itu.

"Cukup sudah, dia sudah seperti itu." monolog Viole.

Di saat bersamaan dari dimensinya, jiwa Silver Gorffennaf mendengar ucapan Viole. Kedua alis perak pria itu seketika berkerut, ucapan anak manusia itu sangat tidak masuk akal.

"Kau gila atau bodoh sih? Ini kesempatanmu! Tidak ada kata sudah sebelum dia mati!" protesnya.

"Tapi dia sudah tidak bisa bergerak," terdengar suara sahutan Viole.

Mendengar itu, Gorfen mendengus keras. Dia kesal dengan sifat manusia yang tidak pernah teguh. Mereka selalu mudah berubah.

Dia menghela napas. "Viole, buanglah sifat manusiamu kali ini, ini kesempatan emas! Kesempatanmu untuk menang!"

Mendengar suara Silver Gorffennaf di kepalanya, Viole pun mendekatkan tongkat perak yang dia pegang itu ke hadapannya. Matanya memperhatikan senjata suci dengan ukiran merah di salah satu ujungnya itu.

Dia ingat, ketika ditengah pertarungan, dirinya sesekali mendengar suara pria itu tertawa di kepalanya.

Suara tawanya terdengar begitu renyah, seolah dia sangat menikmati setiap tebasan yang dia buat, dan setiap darah yang menetes dari monster itu.

Sementara itu dari dimensinya, jiwa Silver Gorffennaf menatap heran pada Viole. Gadis itu terlihat jelas seperti dalam sebuah bingkai layar bioskop, tengah menatap ke arahnya.

"Kenapa dia malah terus melihatku? Bukannya segera mengakhiri permainan yang sangat membosankan ini." monolog Gorfen.

Kesabaran Gorfen yang rapuh dan tipis pun segera runtuh. "Musuhmu ada di depan! Berhenti memandangiku, dan cepat lenyapkan dia!" serunya.

Viole yang mendengar suara bentakan keras dalam kepalanya itu, dada gadis itu seketika terasa sesak.

Suara keras pria itu seolah memutar rol film ingatan dalam kepalanya. Ingatan mengenai seorang pria yang ia benci dan selama ini berusaha dia lupakan.

Rahang Viole pun mengeras. Dia menggertakan gigi seraya bergumam, "Sialan."

Ditengah perseteruan batin antara senjata dan pemiliknya itu, diam-diam si monster yang masih hidup tengah memperhatikan mereka.

Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Meski tidak lagi memiliki anggota badan untuk bergerak, sebenarnya si monster masih bisa berjalan menggunakan perutnya seperti ular.

Ia lantas diam-diam pergi mendekati mangsa yang telah dia incar sedari tadi.

Setelah mencapai tempat Zanquen tergeletak, dia menjepit tubuh bagian bawah makhluk berbentuk manusia itu menggunakan mulutnya. Kemudian perlahan menyeretnya ke dalam hutan.

Tanpa diketahui oleh sang monster, rupanya hal yang dia lakukan disadari oleh senjata suci Viole. Dari dimensinya, jiwa Silver Gorffennaf melihat monster itu.

Pria itu lantas berseru dengan amarah yang berusaha dia tekan, "Viole, lihatlah ke depan. Kau akan sangat menyesal!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status