/ Young Adult / Miss Lazy / 6. Tak Ada Harapan

공유

6. Tak Ada Harapan

작가: Nana Poh
last update 최신 업데이트: 2021-06-02 08:00:00

Tiga orang itu saling melirik satu sama lain. Suasananya berubah kaku, Luna beberapa kali diam-diam menarik ujung seragam Opet disampingnya, bermaksud meminta bantuan. Wajahnya mulai terlihat gelisah, tapi entah kenapa Opet sama sekali tidak menyadarinya. Sejatinya Opet juga bingung harus berbuat apa, apalagi mendapat tatapan intens dari Pak Juan seperti ini.

Rasanya seperti tengah diintrogasi guna mendapat izin dari mertua. 

"Jika sekali dua kali setidaknya masih bisa saya toleransi."

Opet meneguk ludahnya sendiri, sebelumnya ia juga sudah menduga hal ini akan terjadi. Ditatapnya Pak Juan setenang mungkin.

"Tapi jika terus-terusan seperti ini, artinya semua nilai-nilai kamu itu tidak murni, Aluna." Pria berkaca mata itu lantas menatap Luna prihatin.

"Tapi saya yang kerjain kok pak," sambar Luna dengan nada memelas.

Pak Juan mengernyit bingung, tak yakin dengan pernyataan Luna barusan. "Jadi yang benar, kamu yang kerjain apa Rio yang kerjain?!" tanyanya mulai jengkel.

Keduanya berjengit kaget saat pria dihadapan mereka menaikan nada suaranya. Pria yang dikenal punya humor tinggi saat mengajar dikelas itu kini terlihat mengerikan yang mampu membuatnya keduanya bergidik takut.

Opet menoleh, melempar tatapannya pada Luna seolah memberi gadis itu isyarat untuk menjawab pertanyaan Pak Juan seadanya. Intinya, ia pasrah. 

"Dua-duanya deh pak," jawab Luna akhirnya. Pak Juan membenarkan letak kaca matanya, membingungkan.

Lantas setelahnya ia menatap Opet yang sejak tadi hanya duduk menyimak. "Rio, saya tau kamu ini sahabat terdekatnya Luna dan kamu salah satu murid teladan disekolah ini. Tapi jika kamu bersikap seperti ini terus pada Luna, kemungkinan Luna sekolah gak bakal dapat apa-apa." Pak Juan menghela nafas sejenak. "Jadi, bisa kan kamu bantu dorong Luna buat belajar, bukannya kamu yang malah mengerjakan tugas Luna. Lagian bukannya kelas kalian ini berbeda?"

Si empu yang terkait pembicaraan malah menguap lebar, melirik Opet lewat ekor matanya. Sungguh tak tahu diri, gerutu Opet dalam hatinya.

"Luna belajar juga gak bakal pinter-pinter, Pak," cicit Opet.

Brakkk...

Pak Juan dan Opet sontak berjengit kaget saat tiba-tiba Luna menggeplak meja dengan buku yang diambilnya asal entah dari mana. 

"Yahh... semutnya mati," gumam gadis itu tanpa dosa seraya menatap nanar seekor semut yang sudah tak bernyawa. Opet meringis, sementara Pak Juan hanya menatap datar.

💤💤💤

"Gue pinter kok. Cuman dalam hal lain yang gak orang lain ketahui." Bibirnya maju 5 senti selepas keluar dari ruangan kantor guru bersamaan dengan berbunyinya bel istirahat. Waktu kosongnya terbuang sia-sia, pikir Luna.

"Contohnya?" tanya Opet berharap jawaban Luna kali ini tak membuatnya ingin menepuk jidat. Bahkan detik ini saja Opet masih jengkel dengan kelakuan Luna barusan.

"Merangkai mimpi yang indah." Entah Opet harus ngakak atau bagaimana, tapi melihat bagaimana Luna mengatakannya dengan ekpresi seolah putus asa membuatnya terlihat menyebalkan.

Sudahlah, Luna memang terlalu sulit untuk dipahami. Beruntung hanya satu yang sepertinya didunia ini.

"Molor terus!" gadis itu mendengus kesal, kini rambutnya berantakan oleh ulah Opet.

"Itu kebutuhan, memangnya lo gak butuh molor?"

"Gue molor ya seperlunya. Gak kayak lo, molor terus gak bakal dapet apa-apa."

Luna tertegun, entah kenapa kalimat Opet berusan berhasil menyentil hatinya. Bukankah maksud Opet ia tidak berguna? Baiklah, Luna seharusnya bersikap seperti biasanya yang tak peduli terhadap perkataan orang lain. Tapi untuk kali ini, Luna tak bisa menerimanya. Terlebih kata-kata itu keluar dari mulut seseorang terdekatnya yang harusnya bisa mengenal Luna dengan baik.

Ia mengedarkan pandangannya pada siswa-siswi yang berlalu lalang dilorong sekolah dengan segala kegiatannya. 

Gadis itu menatap Opet sekilas sembari menghela nafas panjang, menghembuskannya kasar. "BUAT LO! LO! LO SEMUA!"

Opet melotot saat Luna berteriak dan menunjuk secara acak siswa-siswi disepanjang koridor tiba-tiba tanpa alasan. 

"DENGERIN UCAPAN GUE BAIK-BAIK YA! LIAT AJA! GUE MUNGKIN PEMALAS! TAPI GUE GAK SEBODOH YANG KALIAN KIRA!"

"GUE BISA PINTER! GUE BAKAL TUNJUKIN KE KALIAN KALO GUE INI GAK BISA DIREMEHIN... Mmphh!!!"

"Lo malah keliatan kayak orang gila kalo kayak gini caranya." Opet membekap mulut Luna, menyeretnya menghindari segala tatapan berbeda-beda makna yang mengarah padanya.

Gadis itu meronta, menghempaskan tangan Opet kasar. "Kenapa gue harus peduli?" sinisnya.

Opet merotasikan bola matanya. "Jelas, selain keliatan kayak orang gila dan bodoh lo kayak gak punya harga diri tahu gak?"

"Gue-" Luna tak melanjutkan perkataannya, gadis itu memilih melenggang berlalu meninggalkan Opet yang terpaku saat menyadari kata-katanya yang diduga melukai perasaan Luna. Apa ia kelewatan?

Dengan langkah seribu, ia mengejar Luna, mensejajarkan dirinya kembali dengan gadis itu yang kini tampak engan menatapnya. Seketika perasaan bersalah menyusup masuk diantara relung hatinya.

"Maaf, gue gak bermaksud ngomong kayak gitu," tutur Opet pelan.

Gadis itu tak menggubrisnya, tetap melangkah dengan pandangan lurus ke depan. Opet berdecak, laki-laki itu mulai uring-uringan tak jelas.

"Lun, maafin gue. Gue gak bisa didiemin sama lo kayak gini."

Luna lantas menoleh setelahnya, menampilkan senyuman termanisnya. Opet bahkan masih tak menyangka Luna bisa kembali dalam mood baiknya dalam hitungan menit.

"Gue tau, gue harusnya sadar. Gue bakal lebih berusaha buat belajar dan buktiin sama lo kalo gue bisa jadi lebih baik." 

Opet melotot, kali ini tak percaya dengan penuturan Luna barusan. Ah, gadis itu memang sulit ditebak. Tapi setidaknya ia bersyukur, Luna tak marah padanya. Beberapa menit yang lalu adalah hal yang membuat jantung Opet rasanya berdetak dua kali lebih cepat tanpa sebab, ia takut.

"Lo gak marah sama gue, kan?"

"Jongkok!" Suruh Luna, bukannya menjawab.

"Mau ngapain?" dahi laki-laki itu mengernyit heran.

"Gue bakal jadi orang pinter, gue bakal belajar abis ini," ungkapnya. Opet masih tak mengerti dengan perubahan mood gadis itu sebelum akhirnya menurut begitu saja, mengantisipasi agar Luna tidak bertindak anarkis. 

"Terus apa hubungannya lo nyuruh gue jongkok?"

"Gue capek teriak-teriak. Ke kantin yuk, beliin gue minum, haus!" Detik berikutnya Luna sudah melompat kepunggung Opet, memeluk lehernya nyaman, setengah menyekik sepertinya. Ya, sepertinya Luna menyimpan dendam. Dan Opet hanya bisa pasrah kala Luna melempar senyuman smirk tanpa dosa.

Laki-laki itu bangkit setengah oleng dengan wajah memprihatinkan. "Lo emang udah gak ada harapan Lun," lirih Opet. 

Sementara orang-orang disekitar yang menyaksikan adegan itu mengelang tak heran. Sedikit iri dengan hubungan keduanya, tapi terlepas dari itu ada hal lain yang tak pernah orang lain duga diantara Opet dan Luna kedepannya.

To Be Continue...

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Miss Lazy   18. Pura-pura

    Kenyataannya, Luna tidak benar-benar pingsan. Sebelumnya gadis itu hanya ingin beristirahat sejenak dengan membaringkan tubuhnya dipinggir lapangan setelah menyelesaikan hukuman. Namun hal itu justru menimbulkan prasangka bahwa dirinya tak sadarkan diri.Luna tak bisa berkutik saat banyak orang-orang mulai mengerumuni dan mengira dirinya pingsan. Tak ingin menanggung malu, maka Luna melanjutkan aksinya. Ia sedikit terkejut saat seseorang membopongnya pergi dari lapangan. Lantas tersenyum dalam diam saat tahu orang itu adalah Opet. Opet datang diwaktu yang tepat."Jadi lo gak pingsan?" tanya Opet, terperangah begitu melihat Luna tersenyum lebar tanpa rasa bersalah sedikitpun diatas ranjang ruang kesehatan."Gak, gue cuma lemes." Luna mengelang singkat. "Jadi barusan itu apa?" Opet berkacak pinggang, menuntut pengakuan Luna."Orang lain ngira gue pingsan. Mana pipi gue udah digebuk-gebuk. Daripada nanggung malu gue lanjut pura-pura pingsan aja kan?"

  • Miss Lazy   17. Pingsan

    Pagi selalu jadi waktu paling memuakkan bagi Luna. Selain kedua matanya yang terasa berat dan sulit untuk sepenuhnya terbuka, ia tidak suka dilibatkaan dalam setiap hal yang mendorongnya untuk banyak melakukan kegiatan. Sesederhana apapun hal yang ia lakukan, selalu saja ada keluhan yang terlontar. Luna sadar kelak sikapnya tersebut akan menjadi bumerang atas setiap ketertinggalannya dalam hal apapun, lantas membuatnya dituntut lebih keras untuk bergerak maju. Luna hanya merasa ia belum menemukan momentum yang tepat untuk berubah. Entah kapan, namun suatu saat Luna tahu ia harus berubah."Kemana si, perasaan gue taro disini. Gak mungkin kan kaos kaki gue bisa jalan-jalan sendiri buat ngumpet?"Gadis yang sepertinya lupa menyisir rambut itu duduk lesehan didepan rak sepatu. Matanya menyisir setiap rak, mencari sebelah kaos kakinya yang entah kemana.“Bang, kaos kaki gue yang sebelahnya lagi kemana?” Luna menghampiri Alvian didapur yang sibuk denga

  • Miss Lazy   16. Maaf

    "Aku minta putus.""Putus? Kenapa?""Kamu pikir aku gak tahu berapa banyak cewek simpanan kamu!""Harusnya tau si.""Aku kira aku bisa jadi cewek yang lebih spesial buat kamu. Jadi satu-satunya yang bisa tahan lama. Tapi ternyata bener kata meraka, kamu tuh berengsek.""Salah sendiri gak mau dengerin mereka.""Aku gak tahan lagi sama kamu, pokoknya aku minta putus.""Oke, kita putus.""Kamu berengsek, Alvi!"PlakkkAlvian melirik pipinya yang dihiasi ruam kemerahan yang tak begitu kentara lewat kaca spion motornya. Bersyukur wajah tampannya tidak dicakar gadis beberapa saat lalu yang menemuinya hanya untuk mengatakan kata putus diantara keduanya.Tadinya, jika tahu seperti ini Alvian tidak akan repot-repot pergi keluar untuk menemuinya. Bahkan tanpa kata putus sekalipun, hubungan mereka bisa berakhir begitu saja tanpa kata-kata. Betina memang merepotkan, batin Alvian.Mata elang laki-laki

  • Miss Lazy   15. Opet Ngambek

    "Opet liat gue, dong! Lo kenapa sih. Tadi istirahat juga gak ajak gue ke kantin. Gue belum makan tau, gue laper!" rengek Luna, mulai geram mendapati sikap Opet yang engan berbincang atau bahkan sekedar menatapnya lewat kaca spion. Beberapa kali laki-laki itu membuang mukanya seolah-oleh sengaja menghindari tatapan Luna.Gadis itu memukul bahu Opet cukup keres sebagai bentuk kekesalannya. Bagaimanapun Luna butuh penjelasan atas sikap Opet yang tiba-tiba seperti ini, setidaknya Opet mengatakan apa yang salah darinya. Bukan diam seribu bahasa dan membuat Luna dirundung ribuan pertanyaan tanpa jawaban dan merasa bersalah tanpa alasan."Gue lagi nyetir, Lun!" sahut Opet akhirnya meski dengan nada ketus.Luna mencebik kesal, menarik keatas kaca helmnya. Kepalanya menjulur lebih dekat agar Opet bisa mendengar suaranya dengan jelas. "Setidaknya ngomong apa kek. Jangan cuma hmm... doang. Bilang kalo gue punya salah sama lo!" cetusnya berapi-api kemudian setelahnya

  • Miss Lazy   14. Mulai menyadari?

    Rega luar biasa terkejut saat mendapati laki-laki yang tetiba saja berdiri mencegat laju motornya, memaksanya mengerem secara mendadak. Seandainya tidak tepat waktu, Rega pastikan ban motornya akan melukai kaki laki-laki itu. Menghela nafas lega, Rega melirik wajah si biang kerok yang tampak temaram disinari cahaya bulan. "Cari mati lo?" tanyanya dengan intonasi dalam meredam kesal. Apalagi mendapati wajah laki-laki itu yang tetap kelem, seolah hal barusan bukanlah masalah besar. "Lo yang cari mati, mau kemana lagi habis ini?" laki-laki pemilik wajah datar itu menatap Rega mengintimadasi, terlebih plaster dipelipis yang menarik perhatiannya. Apa itu salah satu ulah Prahardi? begitu pikirnya. "Loncat dari atas jembatan. Ngapain nanya? Sok perhatian amat." Rega melengos tak ramah. Ralat, selalunya seperti itu jika berhadapan dengan Bara. "Bokap lo gak ada dirumah," kata Bara sesaat sebelum melangkahkan kakinya melewati Rega yang tercenung mencerna

  • Miss Lazy   13. Kecamuk Dalam Benak

    Hening, dua orang yang berjalan beriringan itu hanya bungkam, tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing. Rega melirik Iva sekilas, cewek kaku itu hanya menunduk.Rencananya ia akan mengantarkan Iva pulang, namun sebelumnya ia harus pergi ke rumah Adit untuk mengambil motornya yang tinggalkannya disana semalam. Selain itu ia juga harus berpamitan dan berterima kasih pada Adit telah bersedia menampungnya untuk semalam. Walau laki-laki itu selalu mengatakan Rega bebas ingin menginap berapa lama pun tak masalah."Padahal lo bisa nunggu dirumah Luna," gumam Rega memecah sunyi.Cowok yang kini berhiaskan plaster dipelipisnya itu mendongak. Memandang semburat orange yang mulai menghiasi angkasa, tanpa awan yang beberapa waktu lalu membuatnya tampak abu-abu.Iva tak menjawab, bingung harus mengatakan apa. Ia gugup saat mata elang Rega kini menatapnya intens. Jika diingat-ingat lagi, mungkin ini pertama kalinya Rega berbicara padanya wa

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status