Dua hari lagi.
Hanya tersisa waktu dua hari lagi sebelum acara pemilihan putri mahkota dilaksanakan.
Sudah banyak sekali hal yang terjadi selama ia menjadi calon putra mahkota, hal-hal yang nyaris merenggut akal sehatnya, yang memaksanya melakukan tindakan nekat.
Zeline menghela napasnya, terasa berat. Ia menengadahkan kepalanya, matanya terpejam. Sebentar lagi. Sebentar lagi keadaan akan berubah drastis.
Ia menyingkirkan tumpukan dokumen pada meja, menyusunnya sesuai urutan yang ia inginkan. Sembari meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, ia beranjak keluar ruangan, hendak mencari angin segar untuk menyegarkan pikirannya.
Zeline tersenyum saat mengingat kejadian tadi siang, saat Aquila dengan konyol-nya melarikan diri dari acara pelelangan. "Lucu sekali."
Sepertinya Zeline akan terus mengingat kejadian itu, kejadian yang sangat menyenangkan dan membuatnya merasa telah menang.
Lalu, yang paling penting, "Mental Aquila pasti sed
'Dibanding memikirkan mereka yang membencimu, lebih baik fokus terhadap orang-orang yang selalu mendukungmu.' Ucapan Rose itu terus saja terngiang di dalam kepalanya, Aquila tersenyum, ia menyadari ada banyak sekali orang yang tulus di sekelilingnya. Kalimat Rose tersebut seperti sebuah suntikkan penyemangat, setelah mendengarnya, Aquila merasa semua beban, kekhawatiran, dan hal-hal lainnya yang mengganggu pikirannya terasa sirna. Sebaliknya, ia justru merasa bersemangat untuk menghadapi hari esok. Tangan Aquila bergerak mengambil tumpukan surat yang tadi ia simpan, ada banyak dan ia merasa sangat antusias untuk membaca semuanya. Ia membaca nama pengirimnya, lantas mengambil sebuah surat dengan lambang keluarga Duke di atasnya. Itu dari kedua orang tuanya, Aquila tak sabar untuk membacanya! Ia membuka capnya lalu membacanya dalam hati, perasaannya semakin membaik, Aquila juga sangat merindukan mereka seperti mereka merindukan Aquila. Esok hari, Duke Charles d
Hari yang dinanti akhirnya tiba, para rakyat memenuhi jalan di kapital, bercengkrama satu sama lain, membahas tentang siapa yang lebih pantas untuk menjadi putri mahkota, juga membahas tentang masa depan kekaisaran timur ke depannya. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa Nona Aideos akan menang mudah di atas Nona Charles, tapi ada beberapa juga yang mengatakan jika Nona Charles tak bisa dianggap remeh begitu saja. Baik Nona Charles maupun Nona Aideos, siapa yang nantinya akan terpilih, mereka berharap itu akan membawa arus perubahan yang baik bagi Kekaisaran. *** Aquila menatap kepadatan jalan melalui balkon ruangannya, ekspresinya datar, ia membiarkan Ahn dan Countess Eliza memasangkan riasan indah di kepalanya, mereka berusaha membuat Aquila tampil semenarik mungkin. "Apa kau sekarang sedang merasa gugup, Nona?" Tanya Ahn sembari merapikan anak rambut Aquila dan menyelipkannya ke belakang telinga. Ahn bertanya demikian sebab menilai dari raut wa
Sudah mencapai tengah hari semenjak diumumkan dimulainya kompetisi. Kompetisi putri mahkota yang dilangsungkan terdiri atas tiga babak, yang pertama adalah babak penguji pemahaman akademis para kandidat mengenai sejarah kekaisaran, hari-hari bersejarah, bangunan monumental, dan juga pengetahuan umum tentang hubungan diplomasi Kekaisaran Timur. Diluar dugaan, Aquila dapat melakukannya lebih mudah dibanding yang ia kira, ia dapat menjawab semua pertanyaan dengan lancar. Ini semua dapat terjadi berkat menyelami bagian dalam dari perpustakaan negara yang jarang dijamah orang, membaca dan mempelajari tumpukan buku kuno dan berdebu, serta beberapa arsip yang Revel simpan pun sangat membantu. Zeline pun dapat menjawab pertanyaan dengan baik, meski sempat tersendat dalam beberapa keadaan. Sepertinya, dibanding Aquila yang sibuk menyelami ilmu pengetahuan dan memperdalam kemampuan akademisnya, Zeline lebih berpusat dan mengutamakan menciptakan kesan dan citra ya
Semuanya berjalan dengan lancar.Bahkan terlalu lancar hingga terasa janggal.Aquila menoleh ke arah Zeline, kenapa wanita itu nampak tenang-tenang saja padahal ia sudah kalah telak dari pesaingnya?Semua pertanyaan-pertanyaan Aquila di benaknya langsung terjawab begitu Zero menginterupsi berjalannya kompetisi dan berseru dengan lantang."HENTIKAN ACARA INI KARENA AKU SUDAH MENENTUKAN PENDAMPINGKU SENDIRI!" Zero berseru kepada semua orang yang hadir.Dengan langkah tegapnya, ia memasuki lapangan kompetisi dan langsung menarik pinggang Zeline, memberikan ciuman hangat di bibir.Zeline yang masih sangat terkejut tak dapat melakukan apa-apa kecuali menerima ciuman dari Zero."KARENA AKU HANYA INGIN ZELINE YANG MENJADI PENDAMPINGKU, BUKAN YANG LAIN!"***Zero yang tiba-tiba menginterupsi lalu mencium Zeline di depan umum sama sekali bukanlah hal yang Aquila kira akan terjadi. Ini diluar dugaan, mau bagaimanapun Aquila masih tidak percaya dengan apa yang disaksikan langsung oleh kedua bola
Apakah ia benar-benar akan berakhir seperti ini? Apakah usahanya untuk mengubah alur cerita hanya akan berakhir sia-sia seperti ini? Apakah sekeras apapun ia mencoba, semua akan kembali seperti yang telah digariskan dalam alur cerita ini? Sang penjahat, Aquila Sapphire de Charles, akan mati dieksekusi karena mencoba membunuh kekasih putra mahkota. Sedangkan, kedua protagonis kita, yakni Zero dan Zeline akan mendapatkan akhir bahagia. Aquila tersenyum pahit, ini semua terasa tak adil untuknya. Bertepatan di saat Aquila merasakan dorongan dari sang prajurit yang memaksa kepalanya untuk masuk ke dalam lubang alat pemenggal itu, di saat itu pula ia mendengar suara teriakan rakyat yang berbondong-bondong menghampirinya. "LEPASKAN MASTER A! MASTER A TIDAK BERSALAH!" Seru segerombolan rakyat yang disahuti teriakan dukungan lainnya. "YA, LEPASKAN MASTER A!" "MASTER A TIDAK BERSALAH!" Aquila mendongakkan kepalanya, ia melihat begitu ramai sekali rakyat yang datang dan mendukungnya, m
"Semuanya, aku perkenalkan kepada kalian, seseorang yang harus bertanggung jawab atas semua ini." Ujar seorang pria yang baru saja memasuki area kompetisi. Pria berambut hitam tersebut menolak tubuh wanita yang kini menjadi pusat perhatian semua orang, wanita yang Aquila kenal. "Dialah orang yang menjadi dalang atas semua kekacauan ini." Lanjut Revel dengan tegas. "Bukankah begitu, wahai penyihir hitam?" Pria itu adalah Revel, ia datang membawa Madam Gienka yang telah tertangkap basah. *** Madam Gienka, sosok yang biasanya selalu terlihat mengintimidasi dengan auranya yang kuat, kini nampak kacau dan tidak berdaya. Terlihat berbeda sekali dengan apa yang Aquila lihat sebelumnya. Entah apa yang sebelumnya terjadi, entah apa yang telah Revel lakukan padanya. Yang jelas, keberhasilan Revel menangkapnya sungguh sangat berpengaruh untuk membuat keadaan berbalik. Keadaan bertambah ricuh ketika kata kunci 'penyihir hitam' disebutkan. Kekacauan semakin parah, penyihir hitam yang mereka a
"Semuanya, sosok yang saat ini aku bawa adalah Madam Gienka, ia adalah seorang penyihir hitam yang bekerja sama dengan seseorang yang sangat kalian kenali. Seseorang yang selama ini kalian anggap bagaikan malaikat." Revel menjelaskan.'Siapa?' ini adalah pertanyaan yang menghinggapi kepala mereka.Siapa yang berani bekerja sama dengan seorang penyihir hitam?"Seseorang itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Nona Zeline Aideos." Ucapan Revel sukses membuat kericuhan. "Nona Aideos mengikat perjanjian dengan Madam Gienka untuk memudahkannya menjadi putri mahkota." Sekali lagi, Revel menegaskan.***"A- apa katanya? N- nona Zeline?""Apakah ini lelucon?""Tidak mungkin Nona Zeline yang itu kan...""Hey, memangnya kau pikir Nona Zeline yang mana lagi?""Rasanya mustahil kalau Nona Zeline bekerja sama dengan seorang penyihir hitam, ia tidak mungkin melakukannya, aku yakin, Nona Zeline pasti sedang dijebak!""Huh, dasar, penggemar Nona Zeline ini ternyata sangat delusional, ya?"Lalu begitu
Tanpa mereka sadari, tanpa seorangpun yang menyadari, Zero memandangi mereka dengan mata sayunya, tubuhnya terbaring lemah dengan kesadaran yang nyaris hilang. Tubuh Zero terasa lemah, pikirannya kosong, ia sendiri pun juga tak menyangka apa yang baru saja nyaris dilakukannya. Ia nyaris membunuh Aquila, sahabat masa kecilnya, dengan kedua tangannya sendiri. Air mata Zero menetes, ia gelap mata, ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri, ia tak kuasa menolak pengaruh dari sihir hitam itu. Zero benar-benar merasa bersalah sekaligus menyesal, ia tahu setelah keadaan mereda, semua tak akan kembali seperti semula. Zero telah melakukan kesalahan besar, dan ia pun tahu kalau dirinya tak pantas untuk dimaafkan. *** Satu hari telah berlalu semenjak kekacauan tak terduga itu, namun, orang-orang masih belum bisa berhenti membicarakan tentang kejadian itu, malah, semakin lama mereka berbincang, semakin banyak prasangka dan dugaan tak berdasar keluar dari mulut mereka. Yang jelas, kejadi