"Lyla! Kemarilah, cepat!" Jake menarik tangannya dan membawa gadis itu untuk mengikutinya masuk ke dalam pantri.
"Ada apa?" Bola mata kecoklatan gadis itu menatapnya serius.
"Setelah jam kerja berakhir, jangan pulang dulu. Ada sesuatu yang harus aku bicarakan padamu, dan ini penting," tegasnya pada Lyla.
"T ... tentang apa, Jake?" tanyanya was-was. Jantungnya sedikit berdebar menatap pria tampan yang ada di hadapannya itu.
Jake adalah salah satu rekan kerjanya yang sangat ramah dan banyak disukai karyawan wanita di kantor ini, begitu juga oleh para atasan. Selain wajahnya, mereka juga terkesan dengan kecakapannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
"Apa ada masalah dengan laporan yang kukerjakan?"
"Bukan, mm... sebenarnya ada sesuatu yang harus kau lakukan."
"Apa itu?"
"Kau harus ikut denganku ke suatu tempat dan melakukan sebuah pekerjaan yang rahasia," jelas Jake tanpa berbasa-basi.
Lyla mengerutkan alisnya. "Apa aku bisa menolak itu?"
Jake menggeleng. "Well ... aku rasa kau tidak sepenuhnya bisa menolak," ucapnya ragu.
"Jangan membuatku takut. Pekerjaan apa yang harus aku lakukan? Dan siapa yang menyuruhmu? Apa ini untuk kepentingan pribadi?" tanya Lyla mulai was-was.
"Ya. Aku mendapat perintah khusus dari Damian untuk membawamu menghadapnya."
"Siapa?" Lyla memasang wajah heran dengan nama yang Jake sebutkan.
"Damian Green Foster, putra bungsu Gilbert Green Foster." Jake menjelaskan dengan raut serius.
"Gilbert, pemilik perusahaan kita?" tanya Lyla.
"Sebenarnya, kita bekerja pada Damian. Secara teknis, ini adalah perusahaannya," jelasnya. "Ayahnya hanya sementara saja menjalankan perusahaan ini karena setahun yang lalu putranya mengalami kecelakaan hingga menyebabkan kebutaan bagi Damian. Aku bisa memaklumi kau tak mengetahuinya, kau baru tiga bulan berada di sini, banyak hal yang belum kau ketahui."
"O ... oke, lalu apa hubungannya denganku?"
"Dia butuh jasamu Lyla," ucap Jake.
"Jasaku? Untuk? Merawatnya atau semacamnya?"
"Bukan, konyol." Jake memutar kedua bola matanya. "Ia membutuhkan jasa cenayangmu untuk suatu hal," bisik Jake.
Lyla mengerjap. Dengan susah payah ia mencoba mencerna perlahan-lahan ucapan Jake. Ia kemudian tertawa karena menurutnya sekarang Jake sedang membuat lelucon untuk mengerjainya. "Oke, itu cukup mengesankan. Aku sempat serius menanggapi leluconmu." Lyla mengusap setitik air mata pada kedua sudut matanya.
Jake memasang tampang datar, menatap Lyla lekat-lekat hingga gadis itu menghentikan sisa-sisa tawanya dan terdiam.
"Ini bukan lelucon?" Lyla membasahi bibir bawahnya dengan gugup. Menyadari ekspresi Jake yang serius Lyla dapat menyimpulkan jika pria itu tak bercanda.
Jake mengangguk. "Sayangnya ini bukan lelucon. Ini serius."
"T ... tapi kenapa aku?"
"Kau ingat nama Cool Guy? Aku yakin dalam ponselmu kau menyimpan nomor dengan nama itu." Jake tersenyum, sebelum menambahkan lagi, "Lyla, aku tahu siapa kau. Sudah dua bulan ini aku menjadi salah satu klienmu, Miss Zodiak. Itu identitasmu dalam dunia maya bukan?"
Lyla menahan napasnya. Ia begitu terkejut Jake dapat mengetahui nama yang ia gunakan untuk mengelola sosial medianya dalam pembacaan zodiak dan tarot. Ia sudah lama merahasiakan identitasnya itu. "B ... bagaimana kau?" Lyla terkesiap, menutup mulutnya seketika.
"Aku mengetahuinya tanpa sengaja. Aku melihat beberapa pesan yang masuk pada ponselmu yang tergeletak saat mencari laporan di mejamu." Jake mencondongkan tubuhnya ke arah Lyla. "Dan sejak itu, aku mencari tahu media sosialmu, lalu mendaftarkan diri menjadi salah satu klien ramalanmu."
"A ... apa aku akan terkena masalah karena itu? Apa aku akan dipecat? Aku bersumpah aku tidak pernah menipu seorang pun!" Lyla tercekat membayangkan hal buruk yang mungkin dialaminya karena identitasnya itu. Ia tak ingin diberhentikan secara memalukan dari perusahaan tempatnya bekerja sekarang, karena Lyla benar-benar membutuhkan pekerjaan ini.
"Tidak, jangan khawatir. Justru kita berdua yang akan terkena masalah jika aku tak membawamu menghadap Damian."
"Jake!" Lyla mengerang.
"Kau tahu aku menjadi Miss Zodiac hanya karena iseng dan sekadar untuk mengisi waktuku saja. D ... dan bukan salahku jika beberapa dari mereka memberiku sedikit upah karena jasaku itu." Lyla menatap Jake dengan cemas. "Me ... mereka juga yakin dan tahu betul jika ramalan atau segala macam yang berkaitan dengan itu tidak sepenuhnya nyata. Akupun selalu menekankan itu pada mereka. Yang kulakukan hanyalah untuk bersenang-senang, itu saja!"
Jake mengangguk-angguk, "Aku tahu, tapi sayangnya bagi sebagian orang, mereka menganggap itu adalah nyata, Lyla. Mereka berpegang pada hal-hal di luar logika saat mereka tak mampu lagi berharap pada sesuatu yang realistik," jelas Jake.
"Dalam kasus ini misalnya Damian, ia kehilangan tunangannya saat kecelakaan yang menimpa mereka setahun yang lalu. Sejak ia mengalami kebutaan akibat kecelakaan itu, ia menjadi percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis atau semacamnya, entahlah."
"Dan, kau mendukung atau memaklumi itu?" tanya Lyla penasaran.
"Aku telah bekerja dengannya selama bertahun-tahun. Aku yakin ia hanya mengalami masa berkabung yang sangat dalam, bukannya tak waras seperti anggapan banyak orang," ucap Jake. "Aku juga yakin, ia akan kembali menjadi dirinya sendiri saat ia dapat menerima kenyataan tentang kehilangan tunangannya dan juga kebutaannya. Aku tahu ia hanya sedang mengalami masa yang sangat berat."
Jake menghembuskan napasnya perlahan. "Apapun keinginan yang ia mau saat ini, aku hanya mencoba membantu memenuhinya. Semustahil atau bahkan seaneh apapun itu. Aku harap kau mau membantunya juga untuk melewati proses itu."
Lyla mendesah bimbang, "Jake, aku bahkan tak tahu apa yang bisa aku lakukan. Membacakannya tarot, atau peruntungan zodiaknya? Yang benar saja."
Jake tertawa sejenak, "Lakukan saja apa yang bisa kau lakukan, kau akan mengetahuinya saat bertemu dengan Damian nanti. Jangan khawatir, ia tak akan menerimamu begitu saja seperti orang-orang bahkan gadis-gadis sebelumnya."
"Apa maksudmu?" tanya Lyla.
"Yah, jangan kau kira baru kali ini saja aku menyodorkan cenayang, paranormal atau semacamnya pada Damian. Sudah beberapa kali aku ditugaskan untuk mencari orang-orang dengan kemampuan paranormal, supranatural lainnya, tapi ia tampaknya tidak berkenan dan menolak mereka semua."
"Benarkah? Memangnya apa yang ia inginkan sebenarnya, semoga ia juga menolakku. Oh, please bisakah kau mencari orang lain saja?" harap Lyla putus asa.
"Sayangnya tidak, sampai ia menolakmu. Aku sudah memberitahunya tentangmu. Please, Lyla tolong kau temui ia sekali saja. Pekerjaan kita yang menjadi taruhannya," pinta Jake sungguh-sungguh.
"Bantulah aku ya? Aku sendiri sebenarnya sudah cukup putus asa. Aku juga tak dapat memberitahu siapapun tentang permintaannya ini." Jake memasang tampang memelas pada Lyla. "Beruntung kau datang ke perusahaan ini, jadi aku tidak terlalu sulit untuk mencari orang lain. Dan kita lihat saja nanti, apa kau bisa memenuhi permintaannya atau tidak," lanjutnya.
"Oh Jake!" Kengerian seketika terpancar dari wajah manis Lyla.
"Jangan takut, aku akan mendampingimu."
"Harus! Dan memangnya kau siapanya? Sekretarisnya atau asistennya, sehingga ia memintamu hal yang begitu aneh!" keluh Lyla.
Jake tersenyum simpul, "Well, aku memang asistennya, Lyla. Asisten pribadi rahasianya yang memang sedang menjalankan tugas rahasia darinya, jika kau ingin tahu itu." Jake berbisik di dekat telinga Lyla.
"B ... benarkah?" Lyla mengerjap, mulutnya terbuka tak percaya.
_______*****_______
Damian dan Lyla masih sama-sama mengenakan jubah mandi mereka setelah mereka menyantap hidangan makan malam yang diantarkan ke dalam kamar mereka malam itu.Mereka sebelumnya telah mandi bersama setelah selesai melakukan pergumulan panas untuk menghilangkan gundah di hati Damian tepat ketika ia terbangun dari tidurnya. Dan kini, mereka kembali berbaring berdampingan."Apa kau lelah, Sayang?" tanya Damian.Lyla tersenyum kecil. "Mengapa kau bertanya? Kau tahu benar apa yang membuatku lelah, bukan? Yang pasti, saat ini aku sedang kekenyangan.""Oh ya? Tapi katakan kau tidak selelah itu, please, karena aku masih membutuhkan dirimu untuk 'menenangkanku' lagi, Sayang," balas Damian sambil membelai wajah istrinya dan menatapnya penuh arti.Lyla sejenak tertawa. "Oh, ya ampun, kau bocah yang sulit 'ditenangkan' ha? Staminamu masih cukup besar rupanya," jawab Lyla sambil memutar kedua bola matanya dengan geli.Damian tergelak karena mengerti maksud Lyla. "Kau tahu benar diriku, Sayang. Aku ta
Damian yang masih terdiam semenjak mereka kembali dari pabrik hingga ke kediaman mereka lagi, membuat Lyla sedikit khawatir. Ia kemudian beringsut mendekati Damian yang tengah duduk bersandar di atas ranjang sambil membawa secangkir minuman hangat untuknya."Sayang, minumlah," ucap Lyla sambil menyerahkan cangkir tersebut. "Ini sudah menjelang sore, dan kau belum makan apa pun sejak siang tadi."Damian menghela napas dengan berat sebelum akhirnya menoleh. Ia menerima minuman hangat itu dan menyesapnya sejenak. Ia memberikan lagi cangkirnya pada Lyla yang kemudian diletakkannya di meja di samping ranjang."Apakah mereka telah pergi?" tanya Damian kemudian.Mengerti yang dimaksud suaminya, Lyla mengangguk. "Ya, mereka telah memeriksa apa yang mereka perlukan. Dan para petugas itu ... telah membawa Ester," jelasnya."Mereka menemukan ponsel rahasia yang ia gunakan untuk memata-matai semua pergerakanmu pada Madison. Mereka juga menemukan banyak lotre undian yang ia beli beberapa waktu lal
Beberapa saat kemudian, segerombolan orang mengetuk pintu ruangan rapat dan masuk setelah Nathan mengangguk dan mempersilakan mereka.Mereka yang terdiri dari empat orang, segera mendekati Nathan sambil menyerahkan sebuah kardus berukuran sedang yang berisikan map-map dan berkas di dalamnya. Mereka lalu meletakkan kardus tersebut di atas meja di hadapan Nathan."Sungguh tepat waktu," gumam Damian puas.Nathan yang sigap, kemudian berdiri setelah mendapat anggukan isyarat dari Damian. "Saudara-saudara sekalian, seperti yang telah Tuan Damian sampaikan, kardus ini berisi semua catatan tentang kejahatan dan kecurangan yang dimiliki oleh mereka," ucap Nathan.Sontak Gilbert, Madison, dan Edric menegakkan tubuhnya. "Apa-apaan itu?! Tak mungkin! Kalian licik dan hanya akan membuat kebohongan, bukan!" seru Edric panik.Edric yang tampak telah tersulut emosinya, hendak maju dan menghambur ke arah Nathan saat kemudian ia ditahan oleh Ben dan Joe yang sigap yang tengah berjaga di dalam ruangan
"Lalu, sekarang apa tanggapanmu tentang ini, Damian? Mengapa kau menyerahkan kekuasaan pada wanita yang telah mengalami kecacatan mental itu?" tanya Madison dengan raut menantang. Ia semakin bersemangat saat ucapannya sudah pasti akan didengar oleh seluruh dewan direksi perusahaan.Bisik-bisik semakin riuh terdengar karena para anggota pertemuan saling mengungkapkan pemikirannya masing-masing satu sama lain. Tak hanya itu, dalam tangkapan layar pun para anggota rapat online lainnya juga tampak saling berbisik."Ayo! Katakan apa penjelasanmu! Jangan membuat kami terlalu lama menunggu!" tantang Edric sambil berseru arogan di tengah-tengah ruangan yang riuh itu.Damian yang tampak tak terganggu, hanya tersenyum kecil. Ia masih tenang dalam menghadapi keriuhan itu. "Kalian ingin mendengar apa penjelasanku?" ucapnya. "Kecacatan mental katamu?" lanjut Damian sambil tertawa kecil. "Katakan, siapa di sini yang tak satu pun mengalami kecacatan mental? Aku ingin tahu. Karena yang kutahu, kita
Tiga hari kemudian ....Pagi itu, semuanya telah berkumpul di kantor utama di dalam pabrik milik mendiang ibu Damian untuk rapat bersama dalam agenda menerima hasil kinerja Allen dan mengumumkan beberapa pemberitahuan baru, termasuk diangkatnya Allen untuk menjalankan pabrik tersebut.Raut beberapa orang terlihat masam setelah mereka menerima hasil dari target yang telah ditentukan untuk pabrik itu dalam masa tenggat yang telah disepakati sebelumnya. Karena pabrik ternyata menghasilkan keuntungan yang mampu menutup semua kekurangan sebelumnya, maka rencana seseorang untuk memilikinya pun pupus sudah.Ya, itulah yang dirasakan oleh Felicia. Selama rapat dewan direksi, ia sudah berwajah masam. Terlebih saat melihat Lyla yang turut mendampingi Damian, membuatnya semakin merasa panas."Baiklah, kurasa sudah cukup. Sekian pertemuan kita hari ini." Damian mengakhiri rapat mereka setelah menjabarkan segala hal penting yang menjadi agenda pertemuan hari itu.Ketika para anggota rapat dan Dami
"Kau sudah melihat bagaimana ayahku tadi bersikap, bukan? Tak perlu diambil hati ya, Sayang, ia memang pria tua yang bodoh dan mudah dimanipulasi. Entah ia memang benar-benar tak tahu, atau ia sengaja tak peduli dan hanya memikirkan dirinya saja, aku pun sesungguhnya tak mengerti. Yang jelas pasti, ia adalah pria yang tak memiliki pendirian karena dari awal saja ia tak tahu harus berpihak dan melindungi siapa.""Yah, walau jawaban itu sudah jelas tak usah dipertanyakan lagi, kita sama-sama tahu bukan, apa jawabannya. Memiliki satu anak dibandingkan dengan tiga lainnya dari wanita berbeda, sudah jelas ia berada di pihak siapa, benar begitu? Bahkan dalam kehidupan pernikahannya pun ia masih saja mampu berkhianat dari istri pertamanya. Andai saja dari dulu aku sudah dapat lepas dari mereka dan hidup dengan kemauanku sendiri, mungkin sekarang kau tak akan ikut menderita dan terhina seperti sekarang, Sayang. Maafkan aku."Lyla mengangguk dan bersandar pada dada Damian ketika malam itu mere