Arsyila mendorong badan Moreno agar bisa melepaskan diri dari ciumannya. Arsyila melotot pada Moreno yang hanya tersenyum jahil.
"Lo... Benar-benar, ya!" Ujar Arsyila frustasi. "Seenaknya banget!"
"Syil, just let it flow, okay?" Kata Moreno santai.
"Let it flow gundulmu!" Maki Arsyila yang membuat Moreno terbahak.
Perempuan ini menarik, batin Moreno. Entah kenapa gue betah berada di dekatnya.
Moreno meneguk minumannya yang baru saja dihidangkan. Begitu pun dengan Arsyila yang menyedor habis minumannya.
"Jadi? Bagaimana dengan tawaran gue?" Tanya Moreno.
"Just forget it!" Arsyila mendesis kesal.
Entah kenapa dia tidak bisa benar-benar kesal karena Moreno tiba-tiba menciumnya. Justru dia merasa senang?
Astaga... Yang benar saja Arsyla! Lo padahal nggak minum alkohol, masa mabok, sih?, Arsila memaki dirinya dalam hati.
Moreno memandanginya sambil tersenyum.
Arsyila dan Moreno kini berada di supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan dan camilan. Mereka berencana untuk seharian marathon menonton serial Netflix."Syila, lo suka daging bagian mana?" Moreno bertanya saat mereka melewati bagian daging.Arsyila menatap deretan daging yang berada di dalam pendingin itu lalu menjawab, "gue suka semua jenis daging. Kenapa?""Lo belum ngerasain steak buatan gue, kan?""Lo bisa masak steak?" Arsyila bertanya sanksi.Moreno menyeringai dan melangkah menuju bagian daging yang hendak dibelinya. Arsyila hanya memandangi punggung Moreno dengan desiran aneh di dadanya.Kenapa sekarang gue sama dia jadi kelihatan seperti pengantin baru? Belanja groceries bareng di supermarket dengan seorang Moreno Nugraha?,Arsyila membatin. Apa gue biarkan aja semua ini mengalir tanpa memikirkan apapun? Logika dan hati nggak akan pernah bertemu. Seringkali saat logika lo berkata 'tidak', hati lo ju
Arsyila membuka matanya karena merasa kakinya keram tertindih sesuatu. Dia mencoba membiasakan matanya dengan kondisi ruangan yang masih remang-remang.Sebuah gerakan kecil membuat kesadarannya utuh; sebuah tangan memeluk pinggangnya dengan erat dan sebuah napas terasa di tengkuknya.Arsyila menoleh dan melihat Moreno masih tertidur pulas. Jantung Arsyila berdebar saat ingat kejadian semalam. Rasanya dia ingin menggali tanah dan mengubur dirinya sendiri karena malu. Semalam dia tidak mabuk tapi mengajak Moreno untuk bercinta!Apa kata dunia?"Good morning." Moreno terbangun dan menyapa Arsyila yang sedang melotot memandangi langit-langit kamarnya."Err... Good morning..."Moreno mengecup sekilas pipi Arsyila lalu mengeratkan kembali pelukannya dan memejamkan matanya."Jam berapa sekarang?" Tanya Moreno.Tangan Arsyila mencari ponselnya yang entah dimana."Lepas dulu, Ren, gue cari hp dulu," pinta Arsyila.
Arsyila keluar lift dengan perasaan bimbang. Dalam hidupnya, dia belum pernah sebimbang ini. Memutuskan sesuatu Arsyila selalu penuh keyakinan, yes is yes, no is no. Tapi kali ini Arsyila tidak tahu harus memutuskan apa. Padahal pilihannya hanyalah ikut Moreno pergi atau tidak.Please, Syila... Apa susahnya sih kekeuh bilang nggak?, pikir Arsyila.Tapi ini Moreno yang ngajak..., hati Arsyila menyahut.Ya terus kenapa kalo Moreno???,otak Arsyila lagi-lagi mencoba membantah.Tetap aja dia cowok seenaknya yang nggak tahu malu!Biar gitu dia kan tanggungjawab di deket lo... Lagian Moreno ganteng dan kaya. Ngapain, sih, capek-capek nolak cowok sesempurna itu?,hati Arsyila menyuguhkan fakta tentang Moreno.Ting.Lift berdenting dan berhenti di lantai lobby.Arsyila tersadar dari lamunannya. Dia mencubit lengannya sendiri agar segera sadar."Arsyila.. 
Arsyila sudah siap berangkat ke kantor. Dia sudah rapi, cantik, dan wangi. Namun, sudah lebih dari setengah jam dia mondar mandir depan pintu apartemennya, menimang apa dia perlu ke kantor untuk bekerja atau tidak. Peristiwa seminggu lalu yang menyebabkan keributan antara dirinya dan Pak Bos membuatnya malu. Terlebih dia kabur selama seminggu dan tak memberi Darius kabar kecuali pemberitahuan cutinya. "Aduh gimana ini? Ke kantor atau enggak?" Arsyila berbicara pada pintu kayunya. "Kalau enggak ke kantor, gue masih butuh gaji. Kalo ke kantor, gue kok nggak punya muka depan Pak Darius?" Arsyila menghela napas dan menjitak kepalanga sendiri. "Udahlah... Duit lebih penting dari rasa malu. Rasa malu nggak bisa bayar biaya hidup gue bulan depan." Arsyila mengangguk yakin. "Semangat!" Arsyila membuka pintu dan dengan yakin berangkat ke kantor. *Darius sudah berada di ruangannya ketika Arsyila tiba. "Mbak Dety," Arsyila memanggil office boy yang k
Arsyila mendorong badan Moreno agar bisa melepaskan diri dari ciumannya. Arsyila melotot pada Moreno yang hanya tersenyum jahil. "Lo... Benar-benar, ya!" Ujar Arsyila frustasi. "Seenaknya banget!" "Syil, just let it flow, okay?" Kata Moreno santai. "Let it flow gundulmu!" Maki Arsyila yang membuat Moreno terbahak. Perempuan ini menarik, batin Moreno. Entah kenapa gue betah berada di dekatnya. Moreno meneguk minumannya yang baru saja dihidangkan. Begitu pun dengan Arsyila yang menyedor habis minumannya. "Jadi? Bagaimana dengan tawaran gue?" Tanya Moreno. "Just forget it!" Arsyila mendesis kesal. Entah kenapa dia tidak bisa benar-benar kesal karena Moreno tiba-tiba menciumnya. Justru dia merasa senang? Astaga... Yang benar saja Arsyla! Lo padahal nggak minum alkohol, masa mabok, sih?, Arsila memaki dirinya dalam hati. Moreno memandanginya sambil tersenyum.
Darius memasuki area restoran di hotelnya dan melihat sahabatnya, Moreno Nugraha, duduk menghadapnya sembari menyesap kopinya. Darius teringat kejadian beberapa hari lalu setelah acara dinner party Perusahaannya dan kembali merasa bersalah, namun kelihatannya Moreno yang terlibat masalah pada malam itu terlihat biasa saja. Moreno menangkap sosok Darius dan melambaikan tangan padanya. Darius menarik napas dalam lalu menghampiri Moreno. "Hai, Bro," sapa Moreno ringan. Angga yang melihat bosnya datang segera menyediakan kopi Vietnam Drip yang biasa diminum Darius jika ada meeting di restorannya. "Tumben ada di Jakarta," sapa Darius. "Biasa... Dipanggil meeting. Tapi habis ini juga gue balik ke Trawangan." Moreno teringat seseorang saat mengatakannya dan menyematkan senyum tipis. "Kok buru-buru amat?" tanya Darius. Dia melambaikan tangan sebagai isyarat terima kasih pada Angga yang menyajikan kopinya. "Ada yang