Share

3. Kertas

Maya dan Luna saling pandang, bingung harus menjawab seperti apa. Karena nyatanya, mereka tidak memiliki bukti yang kuat untuk menganggap bahwa ini bukan kasus bunuh diri.

"Gue ... gue cuma ngeluarin pendapat aja," jawab Luna seadanya.

"Kalau dipikir-pikir, Alvin itu adalah sosok laki-laki idaman. Dia ramah, pintar dan segala hal baik melekat sama dia, tetapi apa terdengar masuk akal, kalau tiba-tiba dia mengakhiri hidupnya? Dia ditemukan sudah enggak bernyawa dan itu pasti sudah dari semalam, karena darah di lantai aja udah kering," sambung Maya mengeluarkan apa yang ada di pikirannya. "Emang sih, kondisi dia tadi luka di pergelangan tangan, kayak orang frustrasi karena di sana tempat termudah buat ngelakuinnya."

Air mata Bella kembali menetes, rasanya sangat sulit untuk menerima kenyataan kalau Alvin sudah tiada.

Melihat Bella menangis, membuat kedua sahabatnya kalang kabut. Mereka saling menyalahkan dengan menendang kaki satu sama lain.

"Bel, sor-"

"Enggak papa," potong Bella seraya menghapus air matanya. "Masalah dan kesedihan setiap orang itu berbeda, cara penyelesaiannya juga berbeda. Ada yang menunjukkannya secara terang-terangan dan ada juga yang tertutup, memilih menyimpannya sendiri. Apa kalian pernah dengar, kalau orang yang paling ceria dan selalu tertawa adalah orang yang memiliki luka paling dalam? Gue rasa, mungkin Alvin mengalami hal itu."

Maya dan Luna terdiam, mencerna setiap kata yang dilontarkan Bella. Mereka sama sekali tidak ada pikiran sampai sejauh itu. Karena sejujurnya, selama ini mereka melihat orang hanya dari luarnya saja.

"Maaf, Bel. Bukannya apa, gue cuma berpikir kalau orang yang tersenyum berarti hidupnya bahagia," ujar Luna menundukkan kepalanya merasa bersalah.

"Enggak papa, lihat gue!" titah Bella seraya menggenggam tangan Luna lembut. "Mulai sekarang, jangan pernah memandang orang-orang hanya dari luarnya saja. Lo harus tau, kalau setiap orang pasti memiliki masalah. Kalau lo bahagia dan bisa terbuka, jangan memukul rata semua orang. Hidup lo enggak sama dengan orang lain, begitu pula sebaliknya."

Bibir Luna melengkung ke bawah, matanya mulai berkaca-kaca. Dengan cepat dia bangkit dari duduknya dan memeluk Bella erat. Maya yang melihat itu mengulas senyum manis. Tidak lama kemudian, dia ikut bergabung memeluk kedua sahabatnya.

"Lo luar biasa, Bel. Di saat seperti ini, lo bisa menjadi seorang kakak yang memberi adiknya pesan. Padahal, lo yang paling muda di antara kita bertiga, tetapi lo lebih dewasa dan bisa membawa pengaruh baik buat gue sama Maya," ucap Luna yang sudah meneteskan air matanya. Dia mengeratkan pelukannya, menyalurkan semua rasa bahagia dan syukurnya karena bisa memiliki sahabat seperti Bella.

"Gue salut sama pemikiran lo dan gue sayang sama kalian berdua," sahut Maya mengusap rambut Bella lembut.

"Gue sayang kalian juga," balas Bella memegang kedua tangan sahabatnya yang memeluk dirinya.

**

"Biar gue sama Luna yang pesan, lo duduk manis aja di sini." Maya menekan pundak Bella pelan, mendudukkannya pada kursi kantin yang berada di bagian tengah.

Tanpa menunggu jawaban dari Bella, keduanya langsung melenggang pergi menuju stand makanan dan minuman. Berhubung dosen sedang sibuk dengan kasus Alvin, mereka memutuskan untuk ke kantin. Setidaknya bisa mengalihkan pikiran pada makanan.

Bella menghela napas saat melihat antrian kedua sahabatnya sangat panjang. "Duh, gue udah enggak tahan," ujar Bella kemudian lari terbirit-birit menuju kamar mandi. Dia menggigit bibir bawahnya keras, karena merasa airnya akan keluar.

Sesampainya di kamar mandi, Bella langsung memasuki salah satu bilik untuk menuntaskan panggilan alamnya. Beberapa menit kemudian, dia keluar dengan wajah yang lebih cerah. Rasanya begitu lega bisa mengeluarkan air yang sedari tadi dia tahan.

Kakinya melangkah mendekati wastafel untuk mencuci tangan. Namun, matanya tidak sengaja melihat ke arah kertas yang tertempel pada cermin di depannya. Dia melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan apakah ada orang lain atau tidak. Kemudian tangannya terulur mengambil kertas tersebut dan membacanya. Tubuhnya mendadak kaku, lalu dengan cepat dia memasukkannya ke dalam saku. Setelah selesai, dia merapikan pakaiannya dan keluar kamar mandi, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Gue harus kasih tau mereka," gumam Bella mempercepat langkah kakinya.

"Guys," panggil Bella setelah sampai di meja yang terdapat sahabatnya.

"Lo dari mana aja?" tanya Luna kesal. Dia sudah mengantri panjang, rela berdesak-desakan supaya bisa cepat melahap pesannya. Namun Bella yang hilang begitu saja membuat dia dan Maya harus menunggu sampai makannya menjadi dingin.

"Maaf, gue tadi ke kamar mandi. Kenapa kalian enggak makan duluan aja?" tanya Bella merasa bersalah. Dia menyentuh mangkok mie ayam yang ada di depannya, tidak ada rasa panas atau pun hangat.

"Kita nungguin lo, rasanya kurang lengkap kalau cuma makan berdua. Berhubung lo sudah ada, jadi ayo kita makan!" ajak Maya yang mulai meracik mie ayamnya.

Bella menatap kedua sahabatnya bergantian, tanpa sadar senyumnya mengembang. Dia mulai melahap makanannya tanpa menambahkan apa pun lagi, karena rasanya lebih enak yang original.

"Tadi gue nemuin kertas di kamar mandi," ucap Bella saat dia dan kedua sahabatnya sudah selesai makan.

Luna yang sedang bersandar sontak menyemburkan tawanya. "Lo orang kaya, ngapain ngambil kertas? Di kamar mandi pula."

"Bukan kertas buku, tetapi kertas note," ungkap Bella seraya merogoh saku celananya. Setelah menemukan apa yang dicari, dia meletakkannya di tengah meja.

"Sini gue aja yang baca," ujar Maya mengambil kertas tersebut dan membuka lipatannya. Seketika dahinya mengernyit bingung, merasa tidak paham dengan apa yang tertulis pada kertas yang dia pegang. Beberapa kali dia mengerjap, siapa tahu salah lihat. Namun tetap saja, tulisannya tidak berubah.

"Lun, coba lo yang baca. Mungkin mata gue lagi bermasalah, jadi enggak bisa baca dengan jelas," ucap Maya menyodorkan kertasnya kepada Luna dan diterima dengan senang hati.

"Ehem, gue baca nih ya." Luna berdeham untuk mencoba suaranya dengan senyum mengembang, seolah meledek Maya yang tidak bisa membaca. Namun setelah melihat isi kertasnya, alisnya menyatu bingung. Dia mendekatkan kertas tersebut ke matanya, kemudian kembali menjauhkannya.

Bibir Maya berkedut menahan tawa, saat melihat wajah kebingungan Luna. "Bisa enggak?" tanyanya bersedekap dada.

"He he ini tulisan apa ya? Lebih baik Bella aja yang baca, rasanya kepala gue mau meledak," ujar Luna menyerahkan kertas tersebut kepada Bella.

Bella yang memang sudah tahu isi kertas tersebut hanya bisa menghela napas. Dia mengambil kertas itu dan membacanya ulang. Maya dan Luna saling tatap saat melihat wajah Bella yang tetap santai, tidak ada kebingungan sama sekali.

"Bel, lo tau artinya?" tanya Maya penasaran.

Anggukan kepala Bella, membuat mereka spontan bertepuk tangan. Merasa begitu bangga karena memiliki sahabat yang bisa membaca dan mengartikan tulisan aneh seperti itu.

Setelah selesai membaca, Bella kembali menyimpan kertasnya di saku celana. Dia memajukan badannya, kemudian menatap kedua sahabatnya bergantian.

"Tulisan di kertas ini adalah sebuah puisi tentang ... Alvin," ucap Bella dengan suara yang begitu pelan, takut jika ada yang mendengar ucapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status