Share

Chapter 6

"Ochi, Ayo keluar! Ada yang mau Mas bicarakan dengan kamu."

Banyu membuka pintu mobil dan menarik paksa Ochi yang masih saja memegang erat lengan kiri Badai.

"Lepaskan! Sakit Mas!" Ochi meringis kesakitan saat Banyu terus saja berupaya menariknya keluar dari mobil. Ochi sudah khatam sekali dengan segala sifat Banyu. Sebelum keinginannya kesampaian, dia tidak akan pernah berhenti berusaha.

"Aduhhhh!!" Ochi menjerit tertahan saat merasakan Banyu meremas kuat pangkal lengannya karena geram dan kesal. Badai bereaksi cepat dengan memutar pergelangan tangan Banyu, yang seketika melepaskan Ochi karena kesakitan. Namun Ochi bertahan untuk tidak mau keluar dari mobil. Ia tidak mau menemui Banyu.

"Eh, Dai. Lo ini kan sekarang posisinya adalah sebagai petugas yang melindungi saksi kan ya? Jadi lo jangan bertingkah seolah-olah bahwa lo adalah pemilik pacar gue. Ingat garis batas teritori lo!"

Banyu makin emosi melihat Badai yang terang-terangan menentangnya di depan Ochi. Dengan santai Badai pun keluar dari mobil, dan memandang Ochi dengan tatapan seolah-olah berkata tenang saja.

"Gue heran ya ngeliat sikap lo, Nyu. Ternyata dari zaman kita SMP sampai sekarang kelakuan lo masih kayak bocah aja. Denger, justru kehadiran gue di sini sebagai pihak tengahlah makanya gue bersikap seperti ini. Kita semua tidak ada yang tahu, siapa sebenarnya oknum yang ingin mencelakai Bu Oceania. Semua kemungkinan itu ada. Termasuk mungkin aja lo bisa jadi tersangka, mengingat cuma lo satu-satunya orang yang tidak hadir di acara pernikahan Lo sendiri. Think smart!" Badai menunjuk kepalanya sendiri.

Wajah Ochi seketika memucat, dan wajah Banyu langsung menghitam karena kaget dan marah.

"Lo gila ya, Dai? Bagaimana mungkin gue bisa punya niat untuk menyakiti pacar gue sendiri? Ayahnya sudah mengabdi pada keluarga Gue selama 14 tahun. Gue bahkan sudah membantu masalah finansial ortunya selama hampir tiga tahun ini. Gue jatuh bangun mengejarnya dan baru dua tahun ini gue resmi berpacaran dengan dia. Gue juga pernah bilang sama lo kalau gue sangat mencintai pacar gue kan beberapa tahun lalu kan? Jadi bagaimana mungkin gue punya keinginan untuk menyakitinya?" Banyu memandang Badai seolah-olah Badai telah kehilangan kewarasannya.

"Tidak mungkin menyakitinya lo bilang? Jadi lo sebut apa perbuatan lo yang meninggalkan dia sendirian di depan penghulu kemarin pagi? Lo ngeprank?" Badai berdecih sinis.

Banyu seketika terdiam. Kalimat pembelaan yang sudah terkumpul diujung lidahnya pun urung dilontarkan. Dia memang salah. Tetapi semua masalahnya sudah teruraikan semalam. Dia hanya perlu untuk meyakinkan Ochi sekali lagi agar memberikan kesempatan kedua kepadanya.

Kemarin Dania, sahabat Ochi mengancamnya akan membeberkan perselingkuhan mereka berdua selama sebulan ini pada Ochi, kalau dia tetap akan menikahi Ochi sebelum masalah mereka berdua clear. Dania menuntut sejumlah besar uang atas jasanya melayaninya selama kurang lebih sebulan ini.

Dirinya yang tidak pernah mendapatkan kehangatan dari Ochi, melampiaskan semua hasratnya pada Dania yang dianggapnya sebagai pengganti Ochi.

Dania pun tahu itu, karena di setiap pelepasan tertingginya, hanya nama Ochi lah yang disebutnya berulang-ulang kali di tengah-tengah lenguh kepuasannya. Mereka berdua sama-sama memahami kalau mereka berdua tidak saling mencintai, tetapi saling membutuhkan. Dania butuh uang dan dirinya butuh kehangatan. Cinta tidak ada dalam hubungan timbal balik mereka.

Tetapi seminggu terakhir ini, Dania terus memaksanya untuk memberinya sejumlah besar uang, karena dirinya telah memutuskannya dan akan menikah dengan Ochi.

Dania yang merasa dicampakkan tanpa kompensasi yang memadai pun, akhirnya mengancam akan membocorkan rahasia busuk mereka berdua. Maka batallah pernikahan mereka kemarin.

Kini setelah dirinya pada akhirnya mengalah dan menuruti semua keinginan Dania, Dania pun dengan senang hati menjauh dan bersedia untuk menandatangani surat kesepakatan mereka bersama. Akhirnya semua masalah clear. Tetapi ia tidak menyangka, masalahnya bakal jadi sepelik ini. Ochi ternyata tidak bersedia memaafkannya!

"Sayang, Mas mengerti kalau kamu masih marah sekali pada, Mas. Mas memang salah. Mas akan membiarkan kamu sendiri saat ini. Tetapi nanti siang, Mas akan balik lagi ke sini. Mas juga mendapatkan panggilan ke kantor polisi. Kita sama-sama saja ke sananya ya, Sayang? Mas mohon!"

Banyu menatap Ochi yang masih berada dalam mobil dengan penuh kerinduan. Ochi tampak makin cantik saja di matanya. Kalau saja semalam si Dania brengsek itu tidak mengancamnya, pasti saat ini tubuh indah itu sudah ada dalam pelukannya.

"Ochi kemarin sudah bilang 'kan Mas, kalau Ochi sudah tidak mau lagi berhubungan dengan Mas. Mas juga sudah tidak perlu lagi membantu finasial ayah dan ibu ke depannya. Dari dulu Ochi tidak pernah menginginkan uang, Mas. Tolong jangan mempersulit hidup Ochi lagi. Hubungan kita sudah berakhir."

Ochi pun membuka pintu mobil dan bermaksud untuk segera masuk ke dalam gedung sekolah. Tubuh mungil Ochi langsung disambut dengan pelukan hangat Banyu begitu ia keluar dari mobil. Ochi

berusaha menepis dan melepaskan belitan kedua tangan Banyu yang membuatnya sesak nafas seketika.

Badai yang tahu ini adalah masalah pribadi hanya bisa memalingkan wajah ke kanan. Tidak mau melihat adegan ala ala drakor yang sedang berlangsung di depan matanya. Lain cerita kalau ibu guru ini meminta tolong, pasti dengan segera akan diuraikannya belitan tangan pria dewasa bermental bocah itu dengan senang hati. Untung saja saat ini masih agak pagi, sehingga belum banyak murid-murid yang berlalu lalang di sekitar gerbang. Kalau tidak pasti adegan ala sinetron ini akan menjadi viral.

"Lepaskan Ochi, Mas! Lepas!" Ochi mulai meronta-ronta. Merasa jijik saat kulitnya bersentuhan dengan kulit panas Banyu. Dia sudah kehilangan semua respeknya pada laki-laki di depannya ini. Sementara Banyu yang sudah gelap mata, mulai mengendus harum vanilla yang sudah begitu dikenalnya dan berupaya mengecupi kulit leher dan selebar wajah Ochi. Kewarasannya sudah mulai hilang akibat penolakan terang-terangan Ochi.

"Pak B-Badai tolong saya! Lepaskan Mas! Jangan kurang ajar pada Ochi! Lepas... Jangan, Mas?!"

Ochi memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri menghindari panasnya bibir Banyu yang seperti sudah putus urat malunya. Apalagi ia melihat ada beberapa orang murid yang terlihat baru saja di turunkan dari mobil dan akan berjalan masuk ke arah gerbang sekolah. Pemandangan ini tidak baik tentu saja.

Sekonyong-konyong Ochi merasakan tubuhnya ditarik kuat dalam satu sentakan dan terlepas dari pelukan Banyu. Setelah hampir dua hari bersama, baru kali ini Ochi melihat air muka Badai berubah. Dia terlihat marah!

"Jangan pernah memaksakan kelebihan fisik lo terhadap makhluk yang lebih lemah, terutama yang berjenis kelamin sama dengan ibu lo, Brengsek!"

Setelah memindahkan Ochi ke sisi tubuhnya, Badai mendorong tubuh Banyu ke samping hingga nyaris saja tersungkur ke tanah. Banyu yang sempoyongan langsung bangkit dan bermaksud untuk memberi bogem mentah pada Badai yang hanya mengelak dengan mudah.

"Lo emang nggak berubah dari dulu ya Brengsek! Selalu saja mencampuri urusan gue. Setelah Danti, lo juga mau ngerebut Ochi dari gue, hah? Sahabat macam apa lo?!"

"Lo juga nggak berubah gue lihat. Sifat lo ini persis kayak bocah yang takut kalau mainnya diambil orang. Padahal sebelum-sebelumnya nggak lo perhatikan. Lo tau perbedaan lo yang signifikan dari kita zaman kita SMP sampai sekarang? Lo cuma nambah bulu jenggot dan kemaluan. Yang lainnya tetap aja masih seperti bocah egois yang kekanakan!" bentak Badai.

"Udahhh! Jangan ribut lagi. Ini sekolahan. Saya masuk dulu ya, Pak Badai? Nanti pukul 12.00 WIB, jemput lagi saya di sini. Terima kasih sudah menolong saya dari setan yang menyamar jadi manusia. Lain kali akan saya bacakan ayat kursi saja. Permisi."

Ochi meninggalkan dua laki-laki yang sedang naik tensi itu begitu saja. Dia sudah tidak mau mendengar alasan apapun lagi dari Banyu. Dia cuma sedikit bingung bagaimana caranya mengambil barang-barangnya yang sudah terlanjur disusun rapi di rumah masa depan mereka berdua. Rumah mewah yang khusus di bangun oleh Banyu untuk mereka tempati setelah menikah.

"Lo jangan pernah coba-coba merebut laut biru gue, sialan! Gua abisin lo sampe lo bahkan akan minta mati aja dibanding hidup tapi serasa udah mati. Gue bersumpah!" Banyu menunjukan jari tengahnya pada Badai sebelum melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.

===================

Dan sekarang di sini lah mereka berada. Banyu dan Ochi duduk bersama di dalam ruang pemeriksaan khusus yang dikepalai oleh Kadensus. Badai sama sekali tidak boleh mengintervensi kasus ini. Beberapa anggota Brimob dan juga anggota Densus 88 yang memback up kasus ini wara wiri berseliweran di sepanjang ruang pemeriksaan.

Elang Pramudya tampak menatap tajam sepasang calon pengantin yang batal menikah ini dengan pandangan penuh spekulasi. Si Wanita terlihat begitu tidak nyaman saat harus duduk berdampingan dengan sang pria. Berbanding terbalik dengan sang pria yang terlihat begitu antusias saat disandingkan duduk bersama. Ochi terlihat sampai memiring-miringkan tubuhnya agak tidak terlalu dekat dengan Banyu. Dan semua kejadian itu diperhatikan dengan seksama oleh Elang.

"Ibu Oceania. Anda mengatakan pada petugas kami bahwa hanya tinggal Anda sendirilah yang ada di gedung itu kemarin. Apakah Anda melihat ada sesuatu yang janggal di sana? Entah bau gas, bungkusan aneh, atau orang yang kebetulan ada di ruangan itu sebelum meledak?"

"Tidak, Pak."

"Jam berapa tepatnya gedung itu meledak?"

"Mungkin sekitar pukul sebelas kurang sepuluh menit. Saya sempat melihat kearah jam besar di dalam gedung sebelum berjalan keluar kearah jalan raya." Sahut Ochi yakin.

"Penikahan dijadwalkan pada pukul 10.00 WIB. Karena dibatalkan maka gedung itu kosong bukan? Tadi kami sudah terlebih dahulu memeriksa keterangan dari penghulu dan kedua orang tua Anda, Bu Oceania. Dan mereka membenarkan kalau Anda ditinggal mempelai pria di sana. Yang artinya, mempelai pria yang seharusnya ada, tetapi tidak ada di sana saat itu.

Pertanyaan saya selanjutnya adalah pada bapak Banyu Biru Siliwangi. Di mana Anda pada pukul sebelas kurang sepuluh menit kemarin pagi?" tanya Elang sambil menatap tajam kedua mata Banyu.

"Saya-Saya ada di-di rumah yang akan kami tinggali setelah menikah nanti di Kemang 12."

Banyu menjawab gugup. Elang mengotak atik ponselnya sejenak. Sebelum kembali melanjutkan pertanyaannya.

"Tetapi menurut penyelelidikan anak buah saya, Anda saat itu ada di rumah nona Dania Prasetya di daerah City Indah Permai. Jadi yang mana yang benar? Anda ada di mana sebenarnya pada saat itu?" tandas Elang lagi.

Wajah Ochi memucat, tetapi wajah Banyu lebih pucat lagi. Dia sama sekali tidak menyangka, bahwa kecurangannya pada Ochi akan diketahui dalam waktu secepat ini. Di kantor polisi pula. Apalagi wajah Ochi sudah memperlihatkan ekspresi mengerti, bahwa ada sesuatu di antara pacarnya dan sahabatnya. Mata Ochi tampak berkaca-kaca. Bibirnya juga terlihat bergetar.

"Saya-baiklah saya memang ada di rumah Dania. Kami-kami sedang menyelesaikan masalah ka-kami. Dan semua masalah kami itu sekarang sudah clear."

Banyu tidak berani memandang Ochi. Dia merasa sangat malu dan bersalah secara bersamaan. Dan di atas semua itu, dia amat sangat menyesal!

"Masalah apa itu?"

"Maaf. Itu masalah pribadi. Tidak ada relevansinya dengan kasus bom ini."

"Ada. Kalau Anda yang ternyata berselingkuh dengan sahabat calon mempelai wanita. Dan karena Anda tidak ingin melanjutkan pernikahan itu, makanya Anda tidak menghadirinya, tetapi malah mengirim bom untuk menghilangkan penghalang bagi hubungan gelap kalian berdua. Benar begitu?!" pungkas Elang sambil menatap dalam-dalam kedua mata Banyu.

Banyu langsung berdiri dengan mata melotot karena emosi. Dia sama sekali tidak mengira kalau polisi ini mencurigainya ingin menyakiti Ochi dengan cara keji seperti itu. Mereka semua sudah gila!

"Anda sudah gila ya, Pak Polisi? Saya membatalkan pernikahan itu karena wanita brengsek itu mengancam akan membeberkan hubungan simbiosis mutualisme kami kalau saya tidak memberinya uang sebesar dua milyar rupiah!

Jadi saya tidak menghadirinya bukan karena saya ingin menyingkirkan Ochi. Justru saya ingin menyelesaikam semua masalah agar pada akhirnya kami dapat bersatu kembali. Saya sangat mencintainya, Pak Polisi?!" Jawab Banyu emosi. Dia tidak terima karena dianggap ingin mencelakai Ochi. Wanita yang amat sangat di cintainya.

"Anda sangat mencintainya tetapi Anda menyelingkuhinya dengan sahabat pacar Anda sendiri. Pernyataan Anda kontradiktif sekali, Pak Banyu."

Isakan yang lolos dari bibir Ochi membuat Banyu merasa sangat tidak enak hati. Ochi ini adalah wanita yang kuat. Melihatnya sampai sesenggukan seperti ini, Banyu sampai merasa sesak nafas dan hatinya terasa bagai diremas-remas.

"Sayang. Mas bersumpah, Mas khilaf dalam sebulan ini. Mas-Mas-"

Banyu tidak sanggup melanjutkan kalimatnya saat melihat Ochi tampak begitu hancur dan kesakitan. Apalagi tiba-tiba Dania juga di hadirkan di dalam ruangan ini. Dania yang datang didampingi oleh kedua orang tuanya, tampak tidak berani memandang wajah Ochi. Ayah dan Ibunya tadi bahkan sudah menghajar habis-habisan anaknya yang begitu tidak tahu diri. Menikam diam-diam sahabat baiknya sendiri.

"Sa-Saya boleh istirahat sejenak di luar tidak, Pak Polisi?" Bahkan mengucapkan kalimat sederhana saja Ochi merasa sangat kesusahan.

"Sebentar lagi ya, Bu Oceania. Saya ingin mendapat jawaban dengan semua orang yang terkait di dalamnya ada. Sehingga jawaban yang di dapat akan lebih objektif dan tidak berat sebelah. Saya ingin mendengar jawaban versi Anda masing-masing." Sahut Elang tegas.

Badai yang tidak tahan melihat Ochi yang terlihat babak belur hati dan perasaannya dihianati pacar sekaligus sahabat baiknya, mengulurkan air mineral yang sudah dibukanya pada Ochi, berikut juga sapu tangan pribadinya. Elang mengernyitkan alisnya. Badai Putra Alam, yang hatinya selama ini cuma terisi oleh freon ternyata punya hati juga. Dan ini tidak bagus untuk pekerjaannya. Hati adalah hal tabu bila ikut bermain dalam kasus ini.

Ochi yang merasa mendapatkan dukungan, bahkan langsung memegang erat lengan kiri Badai dan meletakkannya kepalanya yang terasa berat di sana. Badai merasakan lengannya basah seketika. Ochi rupanya kembali menangis tanpa suara dan bahkan tanpa dia menyadarinya. Badai refleks mengikuti insting dasarnya sebagai seorang laki-laki. Dia menyandarkan kepala lelah Ochi ke pinggangnya dan mengelus pelan puncak kepalanya. Karena Ochi dalam posisi duduk dan Badai berdiri tepat di sampingnya.

Banyu menyaksikan interaksi tanpa kata itu dengan mata membara. Dia cemburu berat!

"Kabarnya kedua orang tua Anda tidak menyetujui pernikahan Anda. Benar begitu Pak Banyu?"

"Benar."

"Apakah orang tua Anda punya musuh Pak Banyu?"

"Semua orang kaya itu pasti punya musuh, Pak Polisi."

"Di mana keberadaan orang tua Anda saat ini, Pak Banyu?"

"Di New York. Ada meeting dengan beberapa perusahaan di sana."

"Bisakah Anda meminta orang tua Anda menghubungi saya, setibanya mereka di tanah air?"

"Papa saya orang sibuk, Pak Polisi."

"Begitu juga dengan saya, Pak Banyu." Elang membalas tak kalah pedas.

"Untuk sementara Nona Oceania bisa pulang, tetapi Pak Banyu dan Ibu Dania masih harus tinggal di sini. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan mengenai motif peledakan gedung pernikahan ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status