Malam semakin larut, jarum jam terus berputar, sinar bulan masuk melalui celah jendela menerangi sebagian kamar Yeri. Sudah pukul 23.30 malam tetapi Yeri masih belum bisa menutup matanya. Baru kali ini ia tidak bisa tertidur, sewaktu ia tinggal di rumah Om Jun pukul 10 malam saja dia sudah mengarungi lautan mimpi.
Tok tok tok
Lagi. Yeri mendengar suara ketukan, namun kali ini bukan dari jendela nya tetapi dari langit-langit kayu kamarnya. Yeri mencoba menghiraukannya dan meyakinkan dirinya bahwa ia hanya salah dengar. Tapi dirinya kembali teringat serangkaian kejadian Ia alami semenjak menapakkan kaki di rumah ini. Anak kecil yang mengintip, sosok yang menatapnya dari jendela loteng dan ucapan selamat datang yang entah siapa yang menulis. Saat membaca kalimat tersebut tentu saja Yeri merinding. Apalagi ada namanya dalam tulisan itu. Apa ini hanya lelucon? Pikirnya.
Yeri memejamkan matanya berharap dia bisa tidur dan tidak mengalami hal-hal yang aneh.Tok tok tok tok
Yeri membuka matanya dan bangun dari tidurnya. Suara itu terdengar semakin jelas dan semakin keras. Keringat dingin perlahan muncul dan siap membasahi tubuhnya. Yeri mendongakan kepalanya ke arah langit-langit kamarnya. Jantungnya berdegup cepat bahkan Yeri bisa mendengar detak jantungnya sendiri.
Tok tok tok tok tok tok
Dengan gerakan cepat Yeri masuk kedalam selimut, menutup matanya rapat-rapat dan berharap pagi segera datang.
-:-
Tetesan hujan terus mengguyur sejak tadi pagi. Suara hujan dan suara ramai orang menyapa indera pendengaran Yeri saat ia keluar dari kelas. Ia pun bergegas ke kantin sekolah, menyusul sahabatnya yang sudah berada dikantin terlebih dahulu.
"Jadi sekarang lo udah pindah rumah?" Tanya Serena sambil meminum ice lemon tea nya.
Yeri mengangguk mengiyakan.Saat ini, Yeri sedang berada di kantin sekolahnya bersama para sahabatnya. Yeri, Serena, Wendy, Justin, Helmi dan Jordan sudah bersahabat sejak masa orientasi dan sekarang mereka sudah kelas 3 SMA. Berarti sudah 3 tahun mereka bersama.
"Kalian mau ga main ke rumah gue?" Tanya Yeri sambil menatap sahabatnya satu persatu, kecuali Jordan. Ada alasan mengapa Yeri tidak mau menatap lelaki itu.
"Jadiin lah, gue pengen ketemu neng Jena~" celetuk Helmi yang dihadiahi toyoran oleh Justin.
"Ayo aja sih gue, yang lain gimana?" Tanya Serena. Wendy dan Justin mengangguk menyetujui sedangkan Jordan masih terfokus pada ponselnya.
"Lo ikut ga Jo?"
"Iya."
-:-
Justin dengan Yeri di boncengannya sampai lebih dulu, Serena dan Wendy sampai setelahnya. Yeri turun dari motor Justin kemudian menghampiri Serena. Ia menatap Serena dan Wendy heran, “Jo sama Helmi mana?”
“Lah, bukannya tadi ada dibelakang kita ya Ser?” ucap Wendy kebingungan. Akhirnya Yeri mencoba menghubungi Helmi. Benar saja, dua anak itu tertinggal karena Helmi ingin membeli minuman dipinggir jalan dan berakhir tidak tahu jalan. Justin dan yang lainnya hanya bisa mengumpat dan mendengus kesal mendengar ucapan Helmi dari smartphone yang kebetulan di-loudspeaker oleh Yeri.
Akhirnya, Justin pergi untuk menjemput mereka. Para perempuan masuk kedalam rumah terlebih dahulu. "Yer ini beneran rumah lo? Ko serem amat yah?" Ucap Wendy ketakutan.
"Kakak lo kesambet apaan beli rumah kaya gini? Ini sih sama aja kaya rumah hantu." Ujar Serena. Yeri terkekeh kecil, dalam hatinya juga mempertanyakan hal yang sama. Apakah Tara sudah tidak waras membeli rumah seperti ini?
Tidak sampai 10 menit, Jordan, Helmi dan Justin sampai di rumah Yeri. Setelah mematikan mesin motor, mereka bertiga masuk kedalam rumah Yeri. Jordan yang berada dibelakang Justin dan Helmi sempat berhenti sejenak. Mengamati rumah Yeri dalam diam sampai matanya bertemu tatap dengan seseorang yang mengamatinya dari jendela loteng.
“Jo!”
Teriakan Justin mengambil alih atensi Jordan. Saat Ia kembali melihat kearah jendela loteng, orang itu sudah tidak ada. Mungkin kakak Yeri, pikirnya. Akhirnya dia pun berjalan menghampiri Justin yang sedari tadi menungguinya diambang pintu.
Yeri dan para sahabatnya sedang bercengkrama di ruang tamu. Berbagi cerita dan bersenda gurau hingga tidak kenal waktu. Camilan-camilan yang ada di meja pun sudah raib, tapi Helmi masih saja memakan remahan-remahan snack yang tertinggal di piring.
“Eh iya, sodara-sodara lo yang lain kemana?”
“Lagi ke rumah Om gue buat ngambil barang-barang yang gak sempet kebawa kemarin.” Jelas Yeri yang dibalas anggukan dari teman-temannya. Namun lain halnya dengan Jordan. Dia mengerutkan dahinya bingung. Jelas-jelas tadi dia melihat orang lain yang Ia kira kakak Yeri, kenapa Yeri bilang kalau semua saudaranya sedang pergi?
“Lo yakin kakak sama adik lo lagi diluar rumah?” tanya Jordan. Ia ingin memastikan. Yeri menoleh kearah Jordan, namun sedetik kemudian dia membuang pandangannya kearah lain, “Iya.” Jawabnya singkat.
Jordan terdiam.
Jadi, yang Jordan lihat tadi siapa?
-:-
Hari sudah semakin sore, matahari dengan perlahan mulai tenggelam di ufuk barat dan bulan perlahan naik menjalankan tugasnya. Helmi dan yang lain masih berada di rumah Yeri, entah kapan mereka akan pulang. Selain dengan alasan ingin berkunjung ke rumah Yeri dan menemani Yeri, alasan utama mereka betah berlama-lama di rumah Yeri adalah banyaknya makanan di rumah Yeri. Ya, Itulah tipe teman yang sedikit tidak tahu diri.
"Lo gak takut tinggal di sini Yer, kayanya kalau malem ini rumah makin serem." Ucap Serena sambil bergidik ngeri. Yeri mengangkat bahunya dan membuang napas kasar, "ya mau gimana lagi Ser? Gue tinggal disini."
“Yer, pinjem laptop dong. Gue mau nge-akses Yuutube.”
Yeri pun beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya, mengambil laptop. Yang lainnya masih betah melihat serial di televisi. Bahkan Justin sudah menyamankan tubuhnya di karpet bulu. “Nih.” Ucap Yeri sambil menyodorkan laptopnya dan diterima oleh Helmi.
Helmi langsung berkutat dengan laptop dihadapannya, jari-jarinya dengan lincah menari diatas keyboard. Sesekali terdengar seruan keluar dari mulut nya dan itu sangat menggangu Wendy yang duduk tidak jauh darinya. “Eh, kita nge-vlog lagi yuk!”
Yeri dan yang lain langsung menoleh kearah Helmi. Tidak ada yang bersuara. Hanya ada suara televisi dan desingan lembut dari laptop. Helmi yang merasa ditatap oleh teman-temannya hanya menaikkan sebelah alisnya, seolah bertanya mengapa mereka menatapnya seintens itu.
“Lo gak usah aneh-aneh deh!” celetuk Wendy.
“Kita itu baru nge-vlog sekali doang loh, dan itu 2 tahun yang lalu. Ayolah... banyak yang minta kita nge-vlog lagi.” Ucap Helmi, berusaha untuk membujuk teman-temannya.
Seketika hening.
“Apa gak bisa kita cuma upload yang biasa aja gitu? Gue gak mau kejadian 2 tahun yang lalu terjadi lagi.” Ucap Serena dan disetujui oleh Yeri. Helmi hanya bisa menghela napas pasrah, tidak ada yang mendukungnya.
Ya. Yeri dan yang lain memang menyukai hal mistis. Ah, kecuali Wendy. Perempuan satu itu sangat takut dengan yang namanya hantu dan sejenisnya. Mereka sering berbagi pengalaman horror dan mereka mengunggah video-video itu ke channel Yuutube yang mereka buat sendiri. Entah apa tujuan mereka membuat channel Yuutube itu. Mungkin hobi?
“Yaudah, itu bisa kita pikirin nanti. Sekarang lo mau pada pulang gak? Udah malem.” Ucap Jordan memecah keheningan.
"Eh,eh, gue belum ketemu neng Jena~" teriak Helmi
Wendy dan Serena menyetujui ajakan Jordan untuk pulang dan Justin dengan terpaksa menyeret Helmi untuk pulang. Yeri mengantar mereka sampai ke depan pintu.
"Lo gak papa disini sendiri?" Tanya Jordan dengan nada khawatir, Yeri tersenyum tipis,
"gak papa, bentar lagi Kak Tara, Jena sama Key pulang ko." Jordan mengangguk mengerti, "yaudah, gue sama yang lain pulang dulu yah. Hati-hati di rumah"
"Dadah Yeri!!!" Teriak Wendy sambil melambaikan tangannya. Yeri tersenyum dan membalas lambaian tangan Wendy. Ketika sahabatnya sudah menghilang dari pandangannya, Yeri kembali masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan perlahan. Yeri menyenderkan tubuhnya di pintu, sebenarnya dia agak takut sendirian dirumah. Jadi dia mengirim pesan kepada Tara agar cepat pulang.
Brak
Yeri yang tadinya ingin membuka pintu kamarnya langsung terhenti. Pandangannya langsung terpaku pada pintu kayu yang terletak si pojok ruangan. Dekat dengan kamar Key.
Pintu loteng.
Yeri menghampiri pintu itu, dia baru sadar akan keberadaan pintu itu. "Kok di kunci sih?" Yeri mendesah kecewa, padahal Ia ingin mengetahui apa yang ada di dalam sana.
'Hihihi'
Saat Yeri ingin kembali ke kamarnya, terdengar suara tawa dari dalam loteng. Yeri pun menempelkan telinga nya pada daun pintu, mencoba mendengar suara itu sekali lagi.
Brak
Tiba-tiba suara pukulan atau bisa dibilang dobrakan dari dalam loteng mengagetkan Yeri. Tak lama kemudian telinganya samar-samar mendengar suara mobil Tara. Yeri meninggalkan tempat itu dan bergegas menyambut kedua kakaknya dan adiknya.
"Morning everyone!" teriak Jena nyaring kemudian ia mencubiti pipi Yeri dengan gemas, Yeri meringis dan berusaha melepaskan tangan Jena dari pipinya. Tara hanya memutar bola mata nya. Sudah terbiasa. Tidak ada yang berbicara lagi. Semua tengah fokus pada makanannya masing-masing. Tidak juga sih. Jena sesekali mengecek ponselnya saat memasukkan makanan ke dalam mulutnya dan Tara membantu Key memotong lauknya. "Kak Tara..." panggil Yeri, Tara hanya berdehem. "Pinjem kunci loteng dong, gue mau naro barang-barang gue yang ga kepake disana." "Jangan." Yeri menyerngit heran, "kenapa?" Seketika keheningan menyelimuti ruang makan saat itu. Yeri masih menatap Tara, menunggu jawaban. Sedangkan yang ditatap masih asyik dengan makanan dihadapannya. Jena yang merasa suasana berubah menjadi canggung menyuruh Yeri menghabiskan makanannya dengan cepat dengan alasan takut telat. Yeri menurut. “Gue udah selesai.” Ucap Yeri sambil beranjak menuju kitchen sink. Kemudian menyambar tas yang ia sangku
Jena menghentikan langkahnya menuju kamarnya saat melihat Tara yang baru keluar kamarnya dengan pakaian rapi dan kunci mobil yang berada di genggamannya, "Lo mau kemana? Katanya libur kerja." "Mau ngapelin Irena" “Gak jemput Yeri?” Ucap Jena. Tara menepuk jidatnya, dia lupa akan rutinitasnya menjemput Yeri. Mampus, rutuknya dalam hati. Akhirnya Ia bergegas menjemput Yeri. Namun, saat Tara melewati ruang keluarga, Ia melihat Yeri sudah berada dirumah. Duduk dengan tegak disofa dan pandangan lurus kedepan. Dahi Tara berkerut bingung. Pasalnya, Televisi dihadapan Yeri tidak menyala tetapi Yeri masih saja memandang televisi dengan tatapan yang Tara juga tidak mengerti. “Yeri, lo pulang sama siapa tadi?” tanya Tara. Namun Yeri tetap diam tidak menjawab. Tara merasa ada yang aneh dengan adik nya. Wajah Yeri pucat. "Yeri, lo sakit?" Tanya Tara khawatir, ia ingin menempelkan punggung tangannya ke dahi Yeri dengan maksud memeriksa suhu tubuhnya. Belum sempat Tara memeriksa dahi adiknya, sua
Matahari telah menunjukkan eksistensinya, menandakan hari sudah pagi. Suasana di rumah Yeri lebih ramai dari biasanya karena para sahabatnya menginap. Dentingan garpu dan sendok menggema di ruang makan, sesekali terlontar candaan membuat minggu pagi ini terasa lebih menyenangkan. "Oh iya, Yeri dimana?" Tanya Jena saat menyadari Yeri belum berkumpul dengan mereka. Semua yang ada di ruang makan hanya saling menatap hingga Wendy bersuara, "Dia masih di kamar"Jawab Wendy sambil menyantap makanannya. -:- Yeri baru saja menyelesaikan ritual paginya, mandi. Setelah memakai busana, Yeri melihat pantulannya di cermin, memoles sedikit bedak pada wajahnya dan menyisir rambutnya. Dukk Gerakan Yeri terhenti. Yeri mengedarkan pandangan keseluruh penjuru kamarnya, namun nihil. tidak ada apa-apa. Yeri mengangkat bahunya dan kembali mematut dirinya di cermin. Tak berselang lama, suara itu terdengar lagi. Kali ini pandangan Yeri tertuju pada lemari pakaiannya. Dengan tangan yang masih mengenggam si
Koridor yang sepi membuat suara langkah kakinya menggema. Hanya segelintir orang yang terlihat. Maklum, jam sekolah telah usai satu jam yang lalu. Yeri diminta oleh Pak Jodi untuk membantunya memasukkan nilai dan itu membuatnya pulang lebih lambat dari siswa lainnya. Yeri berjalan dengan santai, tangannya mengenggam tali tas. Tak sengaja matanya melihat sekelompok murid perempuan di ujung koridor. Yeri menghela napas. Dengan terpaksa Yeri harus melewati mereka karena tidak ada jalan lain. Ia mempercepat langkahnya saat melewati para perempuan itu, lagipula Tara sudah menunggunya di depan gerbang sekolah, ia harus cepat. “Hallo, Yeri!” Langkah Yeri terhenti dan menoleh kearah orang yang tadi menyapanya. Nancy- yang tadi menyapa Yeri- menampilkan wajah mengejek dan senyuman sinis, “Sekarang lo udah sadar kan? Jordan ga bakal ngelirik dan milih lo!” Teman-teman Nancy tertawa setelahnya sedangkan Nancy bersidekap dada dengan angkuh, menunggu respon yang akan Yeri berikan. Namun Yeri ti
"Cepetan buka bagasi nya." "Iya bawel." Setelah selesai berbelanja kebutuhan rumah, Jena dan Tara langsung bergegas pulang kerumah. Namun, saat mereka sudah masuk kedalam mobil, Tara tidak langsung menyalakan mesin mobil melainkan berkutat dengan ponselnya. Hal itu pun membuat Jena kesal. "Buruan jalan. Kasian dua bocil dirumah sendirian," Omel Jena sambil memukul bahu Tara. "Bentar napa sih! gue mau bales chat Irena dulu." jawab Tara dan dibalas dengan puluhan ocehan Jena. "Sumpah, besok-besok mending gue ngajak Yeri buat belanja. Lo bikin gue pengen gigit stir mobil mulu." dumel Tara. Setelah itu mobil Tara melaju dengan kecepatan rata-rata. Jalanan yang tidak terlalu ramai mempersingkat waktu perjalanan. Saat berada di jalan menuju rumahnya, tiba-tiba sesuatu melesat dengan cepat di depan mobil Tara. Tara yang terkejut pun menginjak rem dengan kuat membuat tubuhnya dan Jena terhuyung ke depan. "Apaan itu? jangan-jangan lu nabrak orang!!" ucap Jena Histeris. Jena pun menyuruh
Atensi Yeri terpaku pada layar televisi. Sesekali tanganya mengambil cemilan diatas meja kemudian memasukkannya kedalam mulutnya. Hanya Yeri yang berada di ruang tamu. Jena sedang membantu adik bungsunya mengerjakan tugas rumah dikamar Key, sedangkan Tara belum kembali dari tempat kerjanya.tuk tuk tukSuara ketukan sedari tadi terdengar dari arah dapur. Yeri yang mulanya menikmati siaran televisi harus terganggu oleh suara yang membuat siapapun yang mendengarnya menjadi parno. Entah mengapa semakin Yeri mengabaikan suara itu, semakin keras pula suara itu terdengar. Yeri meraih remote kemudian menambah volume suara televisi. Sesaat suara itu tidak lagi terdengar. Yeri pun kembali menyamankan tubuhnya diatas sofa dengan kaki yang Ia naikkan keatas meja.Tidak lama kemudian tubuh Yeri kembali menegang. Suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dan jelas seakan suara itu berasal dari samping Yeri. Sangat jelas. Yeri mengigit bibir bawahnya dan mencengkram erat pinggiran sofa. Ia ing
Hari semakin larut. Jena sedang asik memainkan ponselnya, telivisi yang menyala dihadapannya pun ia abaikan. Kemudian Jena tersentak kaget saat Yeri tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya duduk di sampingnya. Jena memukul lengan Yeri pelan, “Ngagetin lo ah!” Yeri hanya tertawa puas melihat wajah terkejut kakak perempuannya. Setelah itu suasana kembali hening. Hanya ada suara televisi dan suara dari handphone Jena. Tak lama terdengar suara dari perut Yeri. Yeri memegang perutnya, ia lapar. Ia pun menusuk-nusuk lengan Jena dengan jari telunjuknya mencoba mencuri atensi kakaknya. "Jena.. gue laper." "Bikin mie instan aja sana, pake nasi biar kenyang" timpal Jena tanpa menoleh ke arah adiknya itu. Sibuk dengan handphonenya. "Gak ada makanan lain? Gue bosen mie terus." "Kalau gak mau yaudah, tunggu Tara pulang." Jawab singkat Jena, Yeri mendengus kesal. "Tara kan pulangnya jam 11, masa gue harus nunggu 2 jam?" "Terserah lo" dengan sangat terpaksa, Yeri bangun dari duduknya dan berjalan menuj
Satu minggu telah berlalu. Lagi-lagi kegaduhan terdengar di dalam rumah Yeri. Keluarga Yeri memang tidak bisa lepas dari kata gaduh. Ya lebih tepatnya Tara dan Jena, dua kakak beradik itu sering membuat kebisingan setiap hari. Kehebohan hari ini berawal dari Jena yang meminta Tara mengajarkannya memasak untuk makan malam dan berakhir dengan Tara yang tidak berhenti mengomel seperti ibu-ibu. 'Lo mau masak apa bakar rumah sih?!' 'Lo mau masak ikan yang bener dong, masa sisik ikannya lo makan juga!' 'Gila! Garamnya dikit aja woy! Lo kalo mau bunuh diri ga usah ngajak yang lain' Kira-kira seperti itulah pertengkaran kakak beradik ini. Tara dan Jena memang susah akur karena umur mereka hanya terpaut 1 tahun, jadi diantara mereka tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya Jena menyerah. Dia memang tidak pandai memasak. Dan semua hal tentang masakan diambil alih oleh Tara. Jena hanya membantu menata piring-piring di meja makan. "Lo panggil Yeri sama Key gih" perintah Tara. Dengan malas Jena m