Share

2.

"Kamu ingin bekerja?" tanya bi Marsiah di suatu pagi saat mereka berdua tengah menikmati sarapan seperti biasa. Yaitu, ala kadarnya.

Mata Mila tampak berbinar, "ya mau dong, Bi."

"Tapi, kerja jadi pembantu kayak Bibi. Gak apa-apa?"

"Enggak dong. Kerjaanku yang sebelum-sebelumnya juga jadi pembantu kan?"

"Jadi kamu beneran mau?"

"Mau, Bi. Eh, tapi kerja jadi pembantu dimana Bi?"

"Anak majikannya Bibi, kebetulan lagi cari pembantu baru untuk kerja di rumahnya."

"Oohh gitu. Memang pembantunya yang lama kemana, Bi?" tanya Mila penasaran.

"Dipecat."

"Uhuk!" Mila tersedak mendengar kata di pecat, kemarin ia baru mengalaminya.

Sialan!

"Aduh, pelan-pelan ndok makannya." kata bi Marsiah menasehati Mila lembut.

Mila mengangguk dan segera mengambil air mineral lalu langsung meneguknya setengah. Ia menatap bibinya yang telah selesai sarapan dan beranjak sembari membawa piring dan gelas kotornya ke belakang untuk dicuci.

Padahal Mila masih ingin bertanya lebih jauh lagi mengenai pembantu lama anak majikannya yang dipecat. Hmm, tapi ya sudahlah.

"Biar aku saja, Bi." pinta Mila mengambil alih apa yang bi Marsiah kerjakan.

Tanpa membantah bi Marsiah mengangguk dan membiarkan Mila yang mencuci gelas dan piring kotor.

Setelah selesai Mila menaruh gelas dan piring yang telah bersih ke tempatnya. Lalu ia menoleh melihat sang bibi yang tampak bersiap-siap akan pergi.

"Sudah mau pergi, Bi?"

"Iya, kamu jaga diri baik-baik di rumah ya ndok." Mila mengangguk namun tatapannya terlihat sendu.

"Kenapa? Kok murung lagi mukanya?"

"Maaf ya, Bi, aku belum dapat pekerjaan baru sampai sekarang." sesal Mila yang merasa bisanya hanya merepotkan dan menyusahkan bibinya saja.

"Iya gak apa-apa ndok. Gak usah sedih gitu, oke?" bi Marsiah menyentuh dagu Mila, "ayo senyum dulu."

Mila memaksakan senyumnya agar bibinya senang. "Nah gitu dong, putri Bibi kembali tersenyum."

"Yaudah kalau gitu, Bibi berangkat kerja dulu ya."

"Hati-hati, Bi."

Bi Marsiah mengacungkan jari jempolnya, kemudian ia keluar. Tapi, baru beberapa menit pintu kembali terbuka.

"Ada apa Bi? Ada yang ketinggalan?"

Bi Marsiah menggeleng, "Bibi hampir lupa. Soal pekerjaan yang Bibi bilang tadi, nanti akan Bibi tanyakan sama majikan Bibi apakah masih berlaku atau tidak."

"Ooh, iya Bi." Mila mengangguk.

Bi Marsiah kembali berpamitan dan mengecup dahi Mila. Lalu setelahnya wanita paruh baya itu beneran pergi.

***

Tak banyak kegiatan yang Mila lakukan di rumah sederhana itu. Setelah selesai melakukan semua pekerjaan rumah dari menyapu, mengepel dan mencuci baju. Mila merasa sedikit lelah dan membaringkan tubuhnya di kasur bawah yang sebenarnya sudah tak layak pakai.

Ia memijit pelipisnya, sampai kapan ia akan begini terus? Menjadi pengangguran sangatlah tidak enak. Mila kepikiran bibinya, pastilah bibinya itu merasa lelah bekerja sebagai pembantu di rumah besar dan mewah milik majikannya yang kaya itu.

Mila menghela nafas, seandainya saja ia memiliki pekerjaan tetap dan banyak uang maka Mila tidak akan lagi mengizinkan bibinya bekerja.

Di usia bibinya kini tentu sudah seharusnya beristirahat di rumah dan menikmati waktu senjanya dengan tenang.

Tapi apa ini? Justru malah Mila yang menjadi beban hidup bibinya.

Mila malu dan kesal pada dirinya sendiri yang merasa sangat tidak berguna. Dan bibinya yang begitu sangat baik dan sabar mengurusinya.

***

Sesuai janjinya dengan sang keponakan, bi Marsiah menghadap sang majikan perempuannya yang terkenal sangat kaya raya.

"Ada apa, Marsiah?" tanya wanita yang berpenampilan sangat anggun dan elegan itu.

"Uhm, anu Nyonya. S-saya mau tanya mengenai lowongan kerja jadi pembantu di rumah Tuan muda. Apakah masih ada atau sudah mendapatkan pembantu yang baru?" ucap bi Marsiah gugup.

"Iya, kenapa memangnya?"

"Kalau belum, keponakan saya mau bekerja jadi pembantu di rumah Tuan muda."

"Oh gitu, tapi maaf sekali Marsiah. Lowongan pekerjaan menjadi pembantu di rumah anak saya sudah tidak berlaku. Dua hari yang lalu Leon sudah mendapatkan pembantu yang baru," tukasnya.

"Baik Nyonya, terima kasih." bi Marsiah menunduk dan kemudian berpamitan undur diri dari hadapan sang majikan.

Nyonya Kartika menatap kepergian bi Marsiah dengan iba. Sayang sekali, wanita itu telat bertanya mengenai lowongan pekerjaan menjadi pembantu di rumah putranya, Leon. Jika belum maka tentu saja pekerjaan itu akan ia berikan.

Drrrtt....

Ponsel Nyonya Kartika berdering, ia menoleh dan melihat nama Leon tertera di layar ponselnya sebagai si penelpon.

Nyonya Kartika berdecak, ada apa gerangan putranya ini mengubungi dirinya.

"Hal—"

"Mom, tolong carikan aku pembantu baru lagi. Dan please, pilih yang sesuai kriteria ku!"

Klik.

Sambungan telepon diputus begitu saja. Nyonya Kartika menghela nafas sabar, kebiasaan putranya ini tak pernah hilang.

Dan apa kata putranya? Dipecat? Astaga, Leon baru saja mendapatkan pembantu yang baru. Tapi, sudah dipecat lagi. Gila memang putranya ini.

"Marsiah!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status