“Ke kamarku Sekarang!” Perintah Andre pada Joshua melalui ponselnya.Tidak membutuhkan waktu lama untuk Joshua memasuki kamar Andre setelah sebelumnya mengetuknya terlebih dahulu.“Jika ini mengenai identitas Ibu dari Nona Zee, saya nelum mendapatkannya, Tuan. Saya mohon anda bersabar sebentar,” tebak Joshua yang memahami betul leinginan tuannya itu.“Kenapa lama sekali? Biasanya informasi apapun kamu akan dengan cepat mendapatkannya!” sungut Andre.Sekembalinya ia dari rumah daddy Isaac, pikirannya terus berkelana ke putrinya. Dari tiga hasil tes DNA semuanya menyatakan kalau ia adalah ayah biologis Zee, namun ia sama sekali tidak pernah menyentuh satupun wanita, apalagi sampai menyetubuhinya dan menghasilkan seorang anak.Mau sekeras apapun Andre mengingatnya hasilnya tetap sama, ia sama sekali tidak menemukan jawabannya.“Sepertinya informasi sekecil apapun mengenai Nona Zee, mampu ditutupi dengan sangat sempurna hingga tidak memiliki celah sama sekali, Tuan. Dan saya menduga kalau
Keesokan harinya di jam yang telah Andre tentukan untuk sesi wawancaranya dengan calon pengasuh Zee, Andre mendapati dirinya tidak menemukan satupun pelamar yang cocok untuk posisi itu. Ada saja kelemahan dari mereka yang tidak dapat Andre tolerir, yang mungkin bagi sebagian orang akan dapat memakluminya, namun tidak untuk Andre.Baginya, keamanan dan juga kenyamanan keluarganya menjadi prioritas utama untuknya. Terutama kenyamanan putri yang baru saja ia miliki itu.“Apa semuanya sudah datang?” tanya Andre setelah calon pengasuh terakhir yang ia wawancara sudah keluar dari ruang kerjanya.“Sudah Tuan,” jawab Joshua lalu mendesah pelan sebelum melanjutkan,“Tapi sepertinya tidak ada satupun yang cocok dengan anda.”“Bukan tidak cocok dengan saya, tapi tidak cocok mengasuh Zee. Astaga, bahkan ada di antara mereka yang mencoba merayuku dengan gerakan sensualnya yang disengaja itu, Jo!”Joshua berdeham pelan untuk menahan tawanya. Melihat wajah pias Andre saat salah satu wanita itu men
“Ada apa dengan Zee?” tanya daddy Isaac pada Catherine yang tengah menimang Zee untuk menghentikan tangisnya.“Saya juga tidak tahu, Tuan. Sejak tadi Zee tidak berhenti nangis.”“Sakit? Badannya panas?”“Tidak, Tuan. Suhu tubuhnya normal, tidak batuk dan pilek juga. Hanya saja semalam tidurnya tidak lelap dan selalu gelisah.”“Apa Zee biasa seperti ini sebelumnya?”“Tidak pernah, Tuan.”Daddy Isaac mengambil Zee dari tangan Catherine. Ia turut serta mencoba menenangkan cucunya itu, namun Zee tangis Zee tidak juga berhenti.“Tuan, sepertinya Zee tidak nyaman berada di sini. Apa sebaiknya Tuan membatalkan rencana Tuan? Saya tidak tega melihat Zee seperti ini,” saran Catherine.“Kau sedang mencoba mengatur saya, Kate? Saya tahu mana yang terbaik untuk anak dan cucu saya.”“Maaf, Tuan. Saya sama sekali tidak berniat mengatur anda. Tapi …”“Kate, kalau kau ingin mengambil hati Andre, mulai lah dari Zee. Anak ini satu-satuya jalan untuk menraik perhatian Andre padamu. Percayalah, rencana sa
“Kau berharap bisa menenangkannya? Tadi pun kau tidak bisa melakukannya dengan baik, ya kan?”“Ndre … Percayalah padaku. Biarkan aku menggendongnya, Zee menginginkan itu.”Andre mengumpat kesal sebelum akhirnya menyerahkan Zee pada Catherine, sepertinya ia memang tidak memiliki pilihan lain lagi. “Bukan berarti aku percaya padamu! Hanya karena Zee” tegasnya.Tangisan Zee perlahan berkurang saat Catherine menenangkannya, dan Andre mau tidak mau mengakui kepiawaian Catherine dalam mengurus Zee.“Zee sudah tidur. Rebahkan kembali di tempat tidurnya!” perintah Andre, padahal tanpa Andre memberinya perintah, Catherine memang baru akan memindahkan Zee ke box bayinya.“Zee sudah tidur, kamu boleh pulang.”“Kau mengusirku? Apa kau lupa ini rumahku?”“Terserahmu. Tapi kalau kamu tidak keberatan, bisakah kamu kembali ke kamarmu? Aku mau berganti pakaian,” pinta Catherine yang masih mencoba bersabar menghadapi Andre.“Untuk apa? Jangan bilang kau tidur di kamar ini!” Andre mengedarkan pandanga
“Apa Zee sudah tidur?” tanya Andre saat Joshua memasuki ruang kerjanya.“Sepertinya sudah, Tuan. Ada yang bisa saya bantu lagi? Kalau tidak istri saya sudah menunggu saya di rumah.”“Kau masih memikirkan istrimu di saat saya sedang pusing dengan wanita sialan itu yang sekarang tinggal satu atap dengan saya?”“Maaf, Tuan. Meskipun satu atap, tapi kalian tidur di kamar yang terpisah.”“Apa kamu lupa Jo? Dulu saat di rumah Daddy kami juga tidur terpisah, tapi wanita itu pernah menyelinap masuk ke dalam kamar saya dan berniat menggoda saya! Apa kamu lupa?”Joshua terdiam saat memutar ingatannya pada peristiwa yang Andre maksud. Namun seingatnya tidak pernah sekalipun Catherine menggoda Andre, baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam.Andre mengibas tangannya saat kening Joshua makin mengkerut dalam,“Sudah lupakan saja. Saya lupa kalau saya tidak pernah memberitahukan siapapun perihal masalah itu.”“Termasuk juga dengan Tuan Isaac?”“Oh kecuali Daddy saya itu tentunya. Tapi pri
“Saya tidak bertanya mengenai posisi sekretaris, Pak Jo. Saya bertanya mengenai calon istri untuk Tuan Andre. Apa itu masih berlaku?”Andre dan Joshua saling bertukar pandang sebelum sama-sama kembali menatap Lydia dengan penuh tanda tanya,“Kenapa kamu menginginkan posisi itu?” Kali ini Andre yang bertanya.“Karena saya baru saja kehilangan putri saya. Jadi, saya bersedia menjadi Mommy untuk putri anda, Tuan,” jawab Lydia.“Kehilangan putrimu?” ulang Andre. Bukan sebuah kebetulan kan?“Ya, Tuan Andre.”“Hilang dalam artian putrimu telah tiada atau …”“Daddynya telah merebutnya dariku.” Lydia menjawabnya dengan tegas, tanpa memutus kontak matanya dengan Andre. Seolah menuduh Andre lah yang telah mengambil putrinya.“Tunggu dulu! Apa sebenarnya kau lah mommynya Zee?” Alih-alih menjawab, Lydia malah balik bertanya, “Adakah kebetulan seperti itu, Tuan Andre?”Andre menatap intens Lydia. Mungkinkah wanita itu tidak menjawab pertanyaannya karena masih enggan membahas malam yang menghas
“Wanita itu memang tidak tahu malu!” geram Andre saat Catherine sudah menghilang di balik pintu yang tertutup rapat.“Kenapa kamu tidak menikah dengannya saja, Ndre?” tanya Lydia sambil meletakkan Zee yang sudah tidur pulas ke tempat tidurnya.\“Mimpi buruk untukku kalau menikahi wanita simpanan Daddyku itu!”"Bagaimana denganku? Aku memiliki anak diluar pernikahan. Apa kamu akan memperlakukan aku seperti kamu memperlakukan Kate?" tanya Lydia."Kamu mau memberitahuku siapa pria yang menghamilimu itu?""Tidak, aku tidak akan memberitahumu, Ndre. Boleh aku memanggil namamu saja kan? Toh sebentar lagi kita akan menikah.""Ya, silahkan.""Meski aku tidak mencintai pria itu, tapi aku tetap akan terus merahasiakan identitasnya."Andre ingin bertanya apakah dia lah pria itu? Tapi pertanyaan yang keluar dari mulutnya hanyalah,"Untuk apa? Untuk menjaga nama baik pria itu?""Bukan, tapi karena saat ini putriku berada di tangannya. Pria itu sangat berpengaruh, aku takut kalau aku salah langkah
Catherine sedang merayakan pesta bersama teman-temannya selepas wisuda mereka hari itu di sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan ketika ponselnya berdering. Ia baru akan menerima panggilan telepon dari nomor asing itu ketika panggilan itu berakhir, yang ternyata sudah ada lima panggilan tak terjawab dari nomor yang sama sebelumnya.Karena berasal dari nomor asing, Catherine tidak terlalu mengambil pusing panggilan telepon itu. Ia pun memasukkannya kembali ke dalam tasnya lalu ikut bergabung lagi ke dalam obrolan teman-temannya.Sejurus kemudian ponselnya kembali berdering. Catherine mendesah kesal sebelum mengeluarkan lagi ponselnya itu, masih dari nomor yang sama hingga kedongkolannya semakin memuncak,"Selamat malam. Maaf, apa saya sedang bicara dengan Ibu Catherine?" tanya penelepon itu.Dipanggil ibu saat jelas-jelas usianya sedang berada di puncak keemasannya tentu saja membuat kesabaran Catherine habis,"Kalau anda mau menawarkan pinjaman, maaf saya tidak tertarik!" ketus Caher