Semua orang yang ada di ruangan itu sedikit terkejut karena mendengar jika bosnya itu akan membangun perusahaan media mereka sendiri."Sebuah jaringan akan lebih di kenal jika memiliki perusahaan media sendiri, itulah kenapa aku memutuskan untuk membangun perusahaan media kita sendiri."Tentu seperti yang dipikirkan semua orang, memiliki perusahaan media akan membuat DB Investment akan memiliki eksistensi untuk lebih dikenal publik.Mereka semua langsung mengangguk semangat, tentu saja mereka mengerti maksud dari bos besar mereka.Jelas sekali bahwa saat ini melalui perusahaan media yang akan di bangun, Devan sedang memperkuat jaringan bisnisnya sendiri.Dan itu juga berdampak langsung bagi semua orang yang berada di bawah pimpinannya.Dimana saat itu mereka sangat yakin dengan masa depan cerah yang akan mereka dapatkan nantinya."Baiklah, aku rasa pertemuan ini cukup sampai di sini, silahkan bekerja"Setelah mengatakan itu Devan langsung berjalan meninggalkan mereka begitu saja.Dam
"Ah.... Tempat ini membuatku nyaman."Saat ini Devan sedang bersama Brock di apartemennya, Brock sendiri yang saat itu berbicara, tidak bisa menyembunyikan perasaannya.Akhirnya pria itu bisa merasakan bagaimana nyamannya apartemen Blue Field ini. Seperti apa yang dikatakan hampir seluruh penduduk kota, Brock saat ini merasakan sendiri bagaimana fasilitas yang ada di apartemen ini."Lalu, apa adikmu masih kuliah?" Tanya Brock sambil menyeruput segelas kopi yang baru saja dihidangkan oleh Devan."Ya, kau tak akan menyangka. Sebelum aku memiliki semua ini, gadis itu sangat giat bahkan sampai saat ini."Alis Brock bertaut, ketika mendengar ucapan Devan barusan. Namun tak lama kemudian, pemuda itu langsung menanyakan tujuannya mengajak pria itu ke tempat ini."Brock, sepertinya aku melihatmu sedikit ragu, katakan padaku."Saat itu raut wajah Brock menjadi serius, hal itu juga membuat Devan sedikit memundurkan kepalanya.Devan berpikir mungkin dia salah dala menyampaikan maksudnya, namun a
"Kenapa kau kesini? Maksudku, kenapa kalian bisa datang bersamaan?"Devan langsung menanyakan kebingungannya, karena saat itu Diana pulang bersama dengan Laura."Kenapa? Aku hanya mengajaknya main kesini, lagipula kak Laura juga orang yang baik."Diana sendiri menjawab pertanyaan Devan dengan sedikit sewot, namun begitu gadis itu sangat menyayangi kakaknya itu.Sementara itu, Laura yang juga tak menyangka jika di sana juga ada Brock, gadis itu lebih memilih pria yang dia ketahui memang memiliki posisi yang cukup tinggi di perusahaan yang menaungi tempatnya bekerja."Ma-maaf, Tuan Harvey. Aku tak menyangka jika kau juga ada di sini.""Tidak apa-apa, aku hanya mampir sebentar."Sesaat kemudian, pria itu berdiri dan hendak meninggalkan ketiganya, "Devan, aku pergi dulu.""Ya, terima kasih Tuan Harvey, lain kali kau bisa datang semaumu."Jelas apa yang diucapkan keduanya saat itu hanyalah sekedar basa basi, karena tak ingin kedua gadis yang baru saja datang itu mengetahui segala sesuatuny
"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja gadis itu memanggilku dan mengantarku kesini, lalu dia memberikan ini.""Holly Sh*t, Olivia memberimu benda ini?"Setelah menjelaskan situasinya dan menunjukkan apa yang ada di tangannya, Devan pikir keduanya akan langsung memberi tahunya kartu apa itu.Namun sangat jauh dari dugaannya, bahkan melihat kartu itu saja, membuat Alvin yang biasanya tenang, terlihat histeris hanya karena melihat kartu itu saja."F*ck, Alvin. Pelankan suaramu itu, kau bisa menarik semua perhatian penghuni asrama ini."Saat Chris mengatakan itu, mereka melihat beberapa penghuni asrama sekitar yang mulai memandang ke arah mereka curiga.Sesaat setelahnya, Chris langsung menarik kedua temannya itu untuk masuk kedalam kamar asramanya.Chris dan Alvin memang tinggal di asrama dan keduanya saat ini tinggal di kamar yang sama juga.Setelah masuk dan menutup pintu kamar rapat, Chris langsung mendekati Devan lalu bertanya."Devan, kau punya hubungan dekat dengan Olivia?""Hey, bodoh.
"Hey, kak. Kartu apa ini?"Keesokan harinya, pagi hari menjelang siang, Diana yang saat ini memang sedang tak ada jam kuliah, berniat iseng masuk ke kamar Devan.Namun, gadis itu tak sengaja menemukan kartu berwarna emas yang tergeletak begitu saja di atas meja tepat di sebelah kasur Devan."Key, apa yang kau lakukan di kamarku? Kau ingin mengintipku?"Saat itu Devan yang baru saja memakai bajunya, dikejutkan dengan keberadaan Diana yang saat itu sudah duduk di kasurnya sambil memegang sebuah kartu yang baru kemarin di dapatkannya.Diana langsung berdiri dan tersenyum nakal saat mendengar apa yang diucapkan Devan.Sehingga membuat Devan tak sengaja memundurkan kepalanya, karena baru kali ini dia melihat adiknya sedikit liar."Kau sudah melihat punyaku, seharusnya aku juga harus melihat punyamu, cukup adil bukan?"Mata Devan terbelalak dengan mulut yang juga terbuka cukup lebar, saat itu Devan tahu tatapan Diana menuju ke bawah dimana rudalnya berada.Namun, saat mata Devan melirik ke
"Devan, bagaimana dengan acara nanti malam? Kau tidak melupakannya kan?"Devan menghembuskan nafas panjang lalu mengangguk meski Alvin yang bicara di seberang sana tak melihatnya."Tentu saja.... Kita akan ke sana."Mendengar jawaban dari Devan, wajah Alvin terlihat lebih cerah, lalu pemuda itu berniat mengakhiri sambungan tersebut.Namun ketika akan mengakhiri telefon yang masih tersambung itu, Alvin mendengar Devan berbicara di seberang sana."Alvin, aku juga mengajak Diana, dia ingin ikut bersama kita.""Baiklah, kita akan ke sana nanti."Panggilan itu pun akhirnya terputus, lalu Chris yang saat itu juga berada di dekat Alvin, bertanya pada temannya itu."Bagaimana?" Tanya Chris."Kita akan ke sana nanti malam."Mendengar jawaban dari Alvin barusan, membuat raut wajah Chris menjadi cerah dan lebih bersemangat."Baiklah, ayo kita selesaikan pekerjaan kita."Saat ini Alvin dan Chris masih berada di kantor pusat DB Investment untuk mengurus sesuatu sebelum pembukaan NexMedia Group yan
Jelas saat itu Calvin melihat keseriusan di wajah Alvin saat pemida itu mengatakannya barusan.Dan setelahnya Chris menyusul dengan senyuman miring yang jelas ditujukan kepada Calvin dan Nancy.Melihat tingkah keduanya yang terlihat percaya diri membuat Calvin mengerutkan keningnya.Sementara Nancy yang merasa bingung bertanya pada Calvin, "Sayang, apa yang terjadi? Bukankah mereka itu bawahanmu?"Alvin dan Chris sendiri setelah melangkahkan kaki mengikuti Devan dan adiknya, tersenyum canggung saat melewati para keamanan yang dari tadi memperhatikan keduanya."Maaf, Tuan. Malam ini seluruh kamar di hotel ini sudah penuh...." Ucap resepsionis hotel saat keempatnya datang mendekat.Diana yang saat itu berjalan paling depan menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Maaf, tapi kami bukan untuk menginap."Resepsionis itu menatap keempatnya sedikit heran, namun dia tetap berusaha tersenyum ramah, hingga akhirnya balas bertanya."Oh, maaf.... Jadi, katakan padaku, apa yang bisa aku bantu?""M
Mengabaikan pertanyaan Diana, kali ini Devan memandang kearah Nancy yang memperlakukan dirinya.Devan mulai meragukan perasaan yang tulus dari seorang wanita. Melihat sikap Nancy yang sudah keterlaluan itu, semakin menunjukkan padanya.Bahwa wanita benar-benar mengerikan dari yang dia pikirkan. Namun menurut Devan, masih ada wanita yang tulus, dan itu tergambar jelas dalam diri Diana."Berikan padaku!...."Nancy langsung menyerahkan kartu berwarna hitam yang ada di tangannya, sesaat setelah Calvin meminta pada gadis itu.Calvin langsung tersenyum miring dan mengambil kartu itu dengan ujung ibu jari dan ujung telunjuknya. Seakan memegang kartu itu saja sudah membuatnya jijik."Imperium Luminary Black Card? Heh, apa kau bercanda?.... Kartu bodoh apa yang ingin kau tunjukkan pada orang-orang itu hah?" Calvin mengejek Devan sambil menenteng kartu itu tinggi, seakan kartu itu mengandung sebuah virus berbahaya."Maaf, Tuan....""Calvin.... Aku Calvin Wall...." Jawab Calvin saat mendengar s