Share

2. SMA HG

      Akhirnya, Delice dan Naura membawa anak-anak mereka kembali ke New York, kecuali Kiana. Kiana masih dalam pemulihan sejak kejadian itu berlalu. Ken mendampingi Kiana layaknya Ayah kandung yang ingin melindungi segenap hati.

“Kiana, bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya Ken.

“Lebih baik dari beberapa hari terakhir.”

“Mau Daddy temani ke makam Meysha?”

       Kiana menatap koper miliknya. Ia juga harus segera kembali ke New York seperti saudaranya yang lain. Meninggalkan segala kenangan pahit. Di atas meja, Ken sudah menyiapkan bunga. Ia tahu kalau Kiana tidak akan pergi tanpa mendatangi makam Meysha terlebih dahulu.

“Sepertinya, aku memang harus ke sana.”

       Kiana membawa hatinya yang terluka. Ia sangat kehilangan dan juga rasa penyesalan itu menggerogoti jiwanya secara perlahan. Ken mendampingi Kiana tanpa ada jeda. Ia tidak ingin Kiana memiliki waktu untuk berdiam diri dan mengosongkan pikirannya.

“Mau Daddy temani ke dalam pemakaman atau Daddy tunggu di sini?”

“Daddy tunggu di sini saja.”

Tap... Tap... Tap...

       Kiana mulai memasuki pemakaman elit yang menjadi tempat peristirahatan terakhir Meysha. Ia sudah berdiri mematung, menatap foto dan juga nama yang tertera. Tanpa sebuah kata, Kiana meletakkan bunga itu di atas gundukan tanah yang masih basah. Sebelum membalikkan tubuhnya, Kiana meneteskan air bening dari matanya.

“Meysha, seharusnya aku tidak boleh menangis tapi aku tidak bisa menahannya. Aku pamit. Aku akan datang lagi setelah tugasku menjadi anak dari seorang mafia selesai!”

*** 

        Perjuangan baru dimulai. Hampir semua keturunan dari Naga Hitam ikut andil dalam masalah baru yang terjadi akhir-akhir ini. Diantaranya, Leon Kaleid (25 Th), Renza Kaleid (16 Th), Kiana Andra Kaleid (16 Th), Zavier Kaleid (15 Th), Zeki Kinoy (26 Th), dan Eren Muchen (15 Th). Mereka semua menyamar menjadi anak SMA biasa di SMA HG. 

        Anak-anak lain sudah lebih dulu masuk ke SMA HG. Kiana menjadi anak terakhir yang masuk. Segala strategi dan siasat mulai tertata dalam otaknya. Menjadi anak dari mafia tidaklah mudah. Mereka dididik keras sejak dini karena bahaya akan selalu mengincar ke mana pun mereka pergi.

“Ini sekolah yang baru?” tanya Kiana. Kakinya sudah berdiri di depan gerbang. “Kenapa murid yang sedari tadi masuk ke dalam, tidak ada yang seperti anak SMA?” imbuhnya.

“Iya. Mukanya boros,” sahut Eren.

“Eren, apa kau sekelas dengan Zavier?” tanya Kiana lagi.

“Sayangnya tidak. Kita semua ditempatkan di kelas yang berbeda.”

       Suasana aneh mulai Kiana rasakan. Dari luar, sekolah itu tampak umum dan damai tapi ternyata, tidak sebaik mata memandang. Kekacauan itu diluar kendali pikiran. Seragam yang rapi, berubah menjadi berantakan saat mereka melewati gerbang sekolah.  

       Kebebasan membuat para berandalan semakin menjadi-jadi. Tato yang mencari ciri khas dan juga perundungan. Kiana menjadi murid yang tidak boleh mencolok diantara yang lain sedangkan mereka bebas melakukan apapun karena Kiana menjadi kunci dalam perjalanan tugas saat ini.

       SMA HG mencetak anak-anak jenius terbanyak. Mereka yang masuk ke dalam SMA HG rata-rata orang elit dengan tingkat kelas menengah ke atas. Dari ribuan murid, hanya ada 10 tiket beasiswa. 10 orang yang mendapatkannya, menjadi korban perundungan di sana.

“Ck! Sialan! Aku tidak tahan kalau melihat yang seperti ini,” gumam Kiana.

       Zeki mengusap ujung kepala Kiana. “Kau tidak perlu mengotori tanganmu karena aku akan berada disisimu,” ucap Zeki.

“Kak Zeki, kenapa kau tidak merayuku?” celetuk Eren.

       Zavier menarik Eren mendekat padanya. “Kau ingin sekali dirayu? Berkaca dulu sana,” kata Zavier.

“Kau sedang cemburu, ya?” ledek Eren.

“Jangan bicara yang tidak-tidak.”

        Kiana menghentikan langkahnya. Ia terpaku oleh pria yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Pria itu menutupi matanya menggunakan poni dan ditangannya ada tongkat pertanda kalau dia murid berkebutuhan khusus di sini.

“Ada apa?” tanya Leon.

“Apa SMA HG menerima murid yang tidak sempurna? Aku tidak pernah dengar hal ini.”

“Selama satu bulan di sini. Aku hanya melihatnya tiga kali,” seru Eren.

‘Aku harus mengikutinya,’ batin Kiana.

“Aku mau ke toilet. Nanti aku akan ke ruang guru sendiri. Kalian tidak perlu mengantarku,” ucap Kiana sembari berlari.

        Mereka semua pergi ke kelas masing-masing karena jam pelajaran akan segera dimulai kecuali Zeki. Dia memilih mengikuti Kiana. Benar saja. Kiana mengikuti pria itu tapi pria itu menghilang tanpa jejak.

“Kiana!”

“Eh! Kak Zeki kenapa di sini?”

“Aku yang seharusnya bertanya padamu. Toilet tidak di sini.”

“Aku memang tidak bisa berbohong padamu. Sudahlah... Aku mau menemui Kepsek.”

       Zeki melepaskan Kiana yang menyerah begitu saja. Tanpa pria asing itu sadari, Zeki sudah berdiri dibelakang pria yang sedari tadi diincar oleh Kiana. Zeki menghela nafasnya tapi pria itu tidak menoleh padanya.

“Apa kau sangat suka bermain petak umpet?” tanya Zeki.

“Kalau iya, apa urusannya denganmu?” 

“Seharusnya, kau bersembunyi sampai siapapun tidak dapat menemukan ujung rambutmu!”

*** 

       Diketahui kalau kepala sekolah di SMA HG sangatlah muda. Mungkin sekitar 27 atau 28 tahun. Dia bernama Aaron Byly. Saat ini, Kiana sedang mengekor padanya setelah melapor. Lonceng sekolah berbunyi dan Pak Aaron mengantarkan Kiana ke kelas untuk diperkenalkan sebagai murid pindahan.

“Selamat pagi, semua!”

“Pagi!”

“Perkenalkan, dia Kiana. Murid pindahan dari luar negeri. Semoga kalian bisa menjadi temannya karena Kiana belum terbiasa dengan negara kita.”

“Hai! Pagi semuanya! Senang bertemu kalian. Mohon bantuannya.”

        Perkenalan yang dilakukan sama seperti sekolah yang lainnya tapi sorot mata mereka ketika Kiana sudah duduk dibangku yang disediakan untuknya, sangat menusuk. Hal yang membuat Kiana tertarik, pria asing itu duduk disampingnya.

       Pelajaran pertama sudah selesai. Lonceng berbunyi tanda istirahat sudah dimulai. Kiana mulai bosan tapi sesuatu yang membuatnya kesal terjadi. Kelas yang ia masuki ternyata sumber dari para perundungan.

BRAK!

       Meja Kiana dipukul sampai terbelah. Kiana tetap santai duduk tanpa menghiraukannya. Merasa dianggap remeh oleh murid baru, geng perundungan mulai marah.

“Jangan kira, kau akan sekolah dengan damai di sini. Serahkan uangmu!”

“Hoam!” Kiana menguap. Ia memberikan tatapan remeh pada anak-anak yang memalaknya. “Jadi, kalian miskin?” celetuk Kiana.

“Tidak peduli apa yang kau katakan. Jangan membuatku marah lagi!”

“Tapi aku tidak peduli kalau kau mau marah.” Kiana tetap santai. Hal kotor seperti ini tidak akan ia biarkan begitu saja. Namun pria yang tadi pagi ia lihat, mengulurkan uang pada para geng bully yang memalak Kiana.

“Ini! Mungkin saja karena dari luar negeri, dia belum memiliki mata uang di sini. Kalian pakai uangku saja,” ucapnya.

       Kiana menengadah melihat pria itu. Aneh. Pria itu tidak memiliki ekspresi apapun tapi para murid nakal itu tidak menerima uang yang ia ulurkan seperti ada ketakutan dimata mereka.

‘Sebenarnya, siapa pria ini?’ batin Kiana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status