Kiana meninggalkan Renza seorang diri. Ia tidak bisa pergi membawa motor karena kunci berada ditangan Renza. Kiana duduk disalah satu taman setelah turun dari taxi.
Sret!
Sepasang sepatu berhenti melangkah di depan Kiana. Anehnya, semua lampu diseluruh taman tiba-tiba saja mati. Malam itu langit sangat cerah. Kiana mendongak. Ia tidak bisa melihat wajah pria yang berdiri didepannya.
“Siapa kau?” tanya Kiana. “Pergilah kalau kau tidak memiliki urusan denganku,” imbuhnya sembari mengabaikan kehadiran pria itu.
“Mari bertarung denganku. Kalau aku kalah, aku akan memberikan apa yang kau butuhkan,” katanya.
Kiana mengernyit. Ia sedang mengingat suara yang tidak asing ditelinganya. Suaranya mirip seperti suara Rael tapi rambut mereka berbeda. Ditambah lagi, Rael hanyalah murid yang buta.
“Aku tidak akan menghabiskan tenagaku hanya untuk meladeni berandalan sepertimu!” ujar Kiana sembari menenteng tasnya dan hendak beranjak pergi.
Tap... Tap... Tap...
Pria yang tidak Kiana kenal, menatap punggung Kiana yang sudah menjauh beberapa saat. Mulutnya terbuka lebar bersamaan dengan suaranya yang keras mulai membuat tanah yang Kiana pijak bergetar.
“Bukankah kau ingin menghancurkan two DC Crew?” teriaknya. Two DC Crew adalah Crew Doghmo dan Crew Cranch. Crew yang besar dibawah kendali Aliansi milik seseorang yang jenius pemegang perusahaan pertama dari HG CAE GRUP.
Deg...
Kiana menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap tajam meski gelap mengelilingi penglihatannya.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Kiana.
“Bertarunglah denganku!”
“Aku akan lakukan seperti maumu!”
Kiana melemparkan tas yang ia bawa. Pria asing itu dan Kiana berjalan bersama dan berhenti tepat setelah jarak tinggal satu meter diantara mereka.
Buak! Buak! Buak!
Kiana menyerangnya menggunakan sistema. Hanya dengan tangan kosong, tangan yang terlihat rapuh itu mulai mengepal dan menyerang. Awalnya, Kiana hanya mengira kalau pria asing itu hanyalah berandalan jalanan tapi melihat kemampuannya yang bisa menghindari serangan Kiana, Kiana menyadari kalau latar belakangnya bukanlah orang biasa.
Buk!
Kiana mendapatkan pukulan diwajahnya karena ia tenggelam dalam pikiran yang membuat fokusnya menjadi terbagi. Kiana mengusap pipinya yang panas.
“Dengan kemampuanmu yang seperti ini, bagaimana bisa kau melenyapkan HG CAE GRUP? Two DC Crew saja, belum tentu bisa kau sentuh!” ujarnya, meremehkan. Ia mencibir sesuka hatinya.
“Kau meremehkanku ternyata.” Kiana menjadi semangat untuk meraih kemenangan.
Buk!
Pria itu melayangkan tunju tapi Kiana menangkapnya. Sorot dari mata Kiana yang merah, seperti api yang menyala disaat gelap. Pria itu tersenyum setengah mencibir.
“Kau boleh memukulku sekali saat aku lengah tapi kesempatan itu tidak akan pernah ada lagi,” kata Kiana.
Tangan pria itu masih dalam cekalan erat tangan Kiana. Kiana sedikit memutar tubuhnya dan melayangkan pukulan menggunakan sikunya.
Buak!
“Akh!” pekiknya. “Kau berhasil menipuku jadi kau menang karena sudah memukulku,” ucapnya sembari memegang hidungnya yang berdarah.
“Aku tidak bisa melihat wajahmu dengan jelas tapi aku akan mengingatmu,” kata Kiana.
Pria itu menarik Kiana supaya membelakanginya. “Apa-apaan kau?” teriak Kiana.
“Hst!” Pria itu sangat misterius.
Sesaat, lampu menyala kembali. Kiana berharap bisa melihat wajah pria yang membuatnya kesal tapi pria itu melarangnya untuk menoleh. “Jangan menoleh dan kau cukup mendengarkanku,” ucapnya.
Pria itu memberikan amplop kecil ditangan Kiana yang ia cekal ke belakang. Kiana hanya bisa bertanya-tanya dalam batinnya.
“Terimalah ini. Anggap saja ini hadiah dariku karena menginjikanku memukulmu,” ucapnya.
“Apa kau sudah gila? Aku jadi bernafsu untuk mencabik-cabikmu!” kata Kiana.
“Kau akan berterimakasih setelah melihat hadiah dariku.”
Pria itu melepaskan Kiana. Kiana mengusap pergelangan tangannya yang memerah. Saat Kiana menoleh, pria itu sudah lenyap bersama bayangannya.
“Orang sinting!” gumam Kiana.
Kiana membuka amplop itu. Tubuhnya langsung beku. Hadiah itu bukanlah main-main. Terdapat sebuah kartu HG CAE GRUP dan juga penjepit dasi berwarna merah. Tapi sejauh ini, Kiana belum mengerti kegunaan dari kedua benda itu.
‘Apa pria tadi salah satu dari HG GRUP?’ batin Kiana.
***
Renza belum masuk ke dalam ruangan judi yang ada di dalam SMA HG. Mereka semua masih berkerumun di depan gedung yang terlihat seperti rahasia.
“Kalau begitu, bawa taruhanmu ke gedung ini besok, dijam istirahat pertama,” kata Teo.
Renza menaikkan sebelah alisnya. Ia terlihat seperti iblis dengan ekspresinya yang brutal. “Kau tidak takut anak-anak lain atau guru sekalipun mengetahui kalau kau membuka judi?” tanya Renza.
Hahahahaha...
Suara tawa dari semua orang begitu menggelegar. Teo menyeringai sembari melemparkan sebuah koin ke arah kaki Renza.
‘Koin? Untuk Apa koin ini?’ batin Renza sembari mengambil koin yang ada di bawah kakinya.
“Takut? Menurutmu, gedung ini ada karena aku sendiri yang membangunnya?” kata Teo.
“Maksudmu?”
“Beberapa minggu libur bermain judi karena aku sedang menyiapkan koin baru. Apa kau berfikir kalau aku seperti tikus yang bersembunyi saat sedang bermain? Hahahaha...” ejek Teo.
“Kalau begitu, aku akan habiskan lima milyar untuk melawanmu, besok!”
“Mengejutkan sekali. Kau seorang diri akan melawanku? Kau pikir, apa statusmu?” teriak Teo.
“Status? Aku takut kau lari terkencing-kencing saat tahu statusku,” kata Renza.
“Baiklah! Persiapkan dirimu karena besok adalah hari kehancuranmu!”
Renza adalah duplikat Delice Kaleid, sang Ayah ketika masih diusia muda. Sama persis dari segi ekspresi dan emosinya. Renza tidak kenal takut meski ia tahu kalau kecurangan pasti akan terjadi pada esok hari.
“Kerahkan semua orang hebat yang kau miliki untuk menyerangku. Jika mereka semua kalah, pastikan kau sendiri yang menyerahkan nyawamu!”
Di meja makan, sudah berkumpul semua penghuni mansion tapi tidak ada Eren, Zavier dan Leon. Kiana terlihat lelah. Ia mengedipkan matanya, memberikan kode pada Renza.“Kiana, apa semalam kau tidak tidur?” tanya Delice.“Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Kiana tersedak mendengar pertanyaan Delice.“Ini, minum dulu.” Ken memberikan segelas air putih.“Terima kasih, Daddy!” ucap Kiana. Naura melirik Delice. Aura wajahnya yang sedang cemburu pada Ken terlihat jelas. Kiana lebih dekat dengan Ken dibandingkan Ayahnya, Delice.“Kiana, Ayahmu sedang bertanya padamu,” kata Naura.“Ah, iya... Ayah, semalam aku belajar. Aku tertinggal pelajaran lumayan jauh,” ujar Kiana, berbohong.“Cih! Membual!” gumam Renza. Delice tidak menjawab ucapan Kia
Kiana turun di halte terdekat. Ia melanjutkannya dengan jalan kaki. Berjalan sendirian, Kiana merasakan hatinya kosong. Ia merindukan seseorang yang tidak akan bisa lagi ia temui.Splash!“Akh!” pekik Kiana. Sebuah motor berhenti. Seseorang yang naik di atasnya, tertawa melihat Kiana yang terciprat oleh genangan air. Sudah bisa ditebak kalau perbuatannya disengaja. Kiana hanya membersihkan pakaiannya yang kotor menggunakan sapu tangan. Ia tidak menggubris tawa yang menggelegar meremehkannya.“Hidupmu tidak akan tenang setelah kau menginjakkan kakimu di SMA HG,” teriak pria yang masih menutupi wajahnya menggunakan helm. Kiana hanya menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak menghiraukan celoteh sampah yang melintas ditelinganya.“Karena kau sudah mempermalukan Kak Teo, hidupmu ti
Setelah memberikan blazer miliknya, Rael pergi begitu saja tanpa kata. Kiana yang terluka langsung menuju UKS untuk mendapatkan beberapa obat. Benar saja, luka Kiana berbekas karena diserang menggunakan mesin tato. Sepulang sekolah, anggota Naga Hitam langsung berkumpul di markas mereka yang terletak dibagian barat kota New York, sesuai informasi yang Kiana katakan. Markas milik Leon yang menjadi perkumpulan pertama mereka.“Kiana!”“Akh!” pekik Kiana. Sontak saja, Zeki yang memegang lengan Kiana tersentak mendengar pekikan dari mulut Kiana. Belum ada seorang pun yang datang kecuali mereka berdua.“Lenganmu terluka? Siapa yang melakukannya?” tanya Zeki.“Bukan apa-apa. Hanya terbentur saat aku mandi.”“Terpeleset?” tanya Zeki.“Sepertinya begitu.”&nb
Zeki sudah mencukur rambut halus yang tumbuh di area rahangnya. Ia harus menyamar sebagai anak SMA yang seumuran dengan Kiana. Malam ini, penampilan anak remaja ia singkirkan karena ia menjalani tugas yang sudah disusun dengan sangat sempurna. Kemeja berwarna merah, celana hitam, dasi merah bercorak, sangat cocok menempel ditubuh Zeki. Ia menenteng jas hitam dilengannya. Gayanya sudah seperti pengusaha muda yang membutukan sebuah hiburan.“Selamat datang, Tuan!” sapa tim keamanan yang menjaga tempat utama.“Hei, kau!” Tunjuk Zeki pada bodyguardnya. “Nyalakan apinya, cepat!” pintanya setelah sebatang rokok terselip diantara kedua bibirnya. Zeki hanya tersenyum. Seseorang dibelakang Zeki, dijadikan pesuruh olehnya supaya akting yang mereka mainkan terlihat sangat nyata. Zeki diantar ke dalam ruangan VVIP sesuai dana yang ia miliki.&ld
Kiana ditempatkan di dalam kamar bersama dua orang wanita. Kiana belum mengetahui bahaya apa yang akan ia hadapi hanya saja, kejanggalan setiap ruangan sudah terekam jelas.“Kia, selamat menikmati pelatihan,” kata Sofia.“Pelatihan apa, Kak Sofia?”“Pekerjaan.”Brak! Pintu ditutup. Kiana menoleh dan tersenyum melihat dua wanita yang seumuran dengannya tengah ketakutan. Kiana mengernyitkan keningnya. Ia melempar tasnya di atas ranjang dan mendekati teman sekamarnya.“Eh? Wajahmu kenapa terluka?” tanya Kiana. Kiana sangat peka dengan apa yang ada di dalam kamar. Di bawah meja rias, ada dua preman bertubuh besar, bertato lebar dan membawa cambuk.“Eh, kenapa ada Kakak pria?” tanya Kiana.“Kami adalah pelatihmu,” jawabnya.‘Sial! Jadi seperti ini car
Dua pria paruh baya, hanya mengenakan kaos dan celana pendek supaya tidak menimbulkan perhatian, duduk di atas lantai disamping gedung yang penerus Naga Hitam datangi. Mereka berdua berpenampilan sangat sederhana.“Kenapa kau mengikutiku, sialan?” tanya Delice.“Anakku ada di dalam, bagaimana mungkin aku bisa diam?” balas Ken.“Leon?” tanya Delice.“Kiana! Kenapa kau membahas Leon?”“Kapan kau akan memberitahu Leon?”“Dalam kondisi seperti ini, bagaimana aku bisa memberitahunya?”“Setidaknya kau jangan menunda terlalu lama. Jarak antara kau dan Leon sudah seperti terpisah oleh dinding.”“Akan aku pikirkan.”“Dia itu putramu.”“Aku tahu. Berhentilah mengoceh!” ucap Ken. Kata seorang putra seperti mimpi baginya. Pada kenyataannya, hubungan Ken dan L
Flo memanggil penjaga yang berdiri di depan ruang VVIP. Flo kembali masuk bersama satu penjaga. Flo, Key dan Yana berdiri dibelakang Leon. Mereka mencari tempat perlindungan. Rasa penyesalan karena pergi dari rumah dan menghancurkan masa depannya sendiri.“Hanya kau saja?” tanya Leon. Mode brutal telah aktif dari sorot mata Leon yang sudah sangat tajam seperti pisau yang tidak berhenti di asah. Zeki melepaskan jas yang tidak ia suka. Ia melonggarkan dasi dan melipatkan lengan kemejanya. Zeki meminta Leon mundur karena jika hanya satu penjaga, tidak perlu membuat Leon turun tangan.“Kau tidak ingin memanggil bosmu?” tanya Zeki.“Hanya kalian, aku seorang diri juga mampu.”Buagh! Buagh! Buagh! Benar, bukan hal mudah melawan satu penjaga. Zeki menyilangkan kedua tangannya untuk melindungi tubuhnya dari pukulan maut yang penjaga layangkan.&n
“Cepat! Kalian harus memindahkan semuanya dengan kilat!” Perintah itu terus terlontar dari mulut Victor. Orang-orang sibuk hilir mudik ke sana sini membawa beberapa berkas yang dikeluarkan dari dalam brankas. Tinggal sedikit lagi, berkas itu dipindahkan ke tempat yang jauh lebih aman tapi sosok tengil muncul dan menghalangi pintu.“Wah! Sangat sibuk sekali ternyata. Bagaimana kalau aku membantu?” ujarnya. Suaranya nyaring, terdengar sampai ke seluruh telinga setiap orang yang masih terjebak dalam ruangan.“Kau datang sendirian?” tanya Victor.&