Setelah melihat sekeliling, aku sadar kalau villa ini jauh lebih baik daripada yang kubayangkan. bagunannya bertema klasik, tapi jika masuk kedalam ternyata isinya modern. Ya ini tidak terlalu buruk sebenarnya.
Total pekerja di villa ini ada tiga orang saja. Jauh lebih sedikit dari pada pekerja di rumah yang totalnya beserta satpam lebih dari tiga puluh lima orang. Pak choi bertugas sebagai penjaga sekaligus tukang kebun, Bu Choi bertugas memasak dan Bu Lim yang bertugas untuk bersih-bersih.
Sepertinya kata-kata ayah benar juga. Tempat ini tenang danpara pekerjanya yang hanya tiga orang juga tidak membuatku terganggu. Tapi saat wajah ayah terlintas dibenakku, amarahku kembali memuncak. Menyebalkan bagaimana pun aku adalah orang yang dibuang kesini.
"jangan begitu kesal, seperti kata ayahmu kau bebas berbuat apa saja disini. Bukankah itu kesempatan yang bagus?", ucap David.
"kau tau ini adalah villa keluarga kesukaan ibumu dulu", timpal Airin. Tapi aku tidak tertarik lagi dengan topik ibuku. Dia mengabaikanku semasa hidupnya. Ayahku membuangku. Jadi siapa yang aku punya selain mereka bertiga ini.
"kalau begitu,bisakah kalian menceritakan kehidupan kalian sebelumnya satu persatu? agar aku tidak merasa bosan disini", aku sengaja berkata begitu karena memang sudah sangat penasaran dengan mereka.
"waktu kita ada ada dua bulan jadi tidak perlu terburu-butu", timpal David.
Karena melihat lampu hijau, seketika aku ingin bertanya mengapa ibuku tidak mau ketahuan kalau dia menyayangiku dan mengapa hubungan ayah dan ibu merenggang setelah aku lahir. Setelah aku bertanya hal ini, mereka bertiga kompak diam. Pasti ada yang salah.
Dengan nada yang lembut Airin mulai bercerita. Namun cerita yang diceritakannya membuatku putus asa. Kenapa hal ini harus menimpaku. Aku benar-benar menyesal pada ayah dan ibuku juga nenekku yang selama ini menyayangiku.
Duniaku benar-benar terasa akan runtuh, ternyata ayahku mandul. Namun, hanya ayah seorang diri yang tau akan masalah ini. Selama masa pernikahan mereka, sembilan tahun lamanya ayah merahasiakan hal ini dari ibuku.
Ibuku yang tidak mengetahui hal ini justru merasa ada yang salah dalam dirinya. Dengan di dorong rasa penasaran dan juga sakit hati dengan sindiran-sindiran orang lain terhadapnya dan juga rasa bersalah terhadap ayahku, ibuku memberanikan diri untuk melakukan pemeriksaan keseluruhan tapi hasil yang keluar mengatakan bahwa ibuku baik-baik saja dan tidak ada masalah dengan organ reproduksinya.
Ibuku yang selama ini merasa bahwa di dalam dirinyalah semua kesalahan ini bermula mulai curiga dengan ayahku. Selama sembilan tahun belakangan ayahku selalu mencintai ibuku dan mendukungnya walau banyak yang menyindir ibuku karena tidak mengandung.
Ayahku selalu menunjukkan sikap mendukung ibuku dan bahkan membuat pernyataan bahwa mereka saling mencintai sampai di titik mereka tidak memerlukan anak. Namun semua itu adalah rencana ayahku. Agar orang yang disalahkan buka dirinya, melainkan ibuku.
Ibuku yang merasa dihianati mencari "penghiburan" dari dunia malam. Disana ia bertemu dengan seorang pria misterius dan kemudian saling berbagi kasih. Aku adalah adalah keturunan dari pria itu bukan ayahku.
Ketika ayahku tau bahwa ibuku tengah mengandungku, ia menjadi murka karena tau sudah pasti anak yang dikandung ibuku bukan darah dagingnya. Saat itu ia hendak memaki ibuk karena berselingkuh, namun tidak jadi karena di rumah sudah ada nenekku, Ibu dari ayahku.
Nenek terlihat sangat bahagia karena akhirnya dapat meminang cucu yang selama ini diinginkannya. Ketika melihat ayahku nenek langsung berlari ke arahnya dan memeluknya sambil tersendu. Berkali-kali nenekku memanjatkan rasa syukur ke Tuhan dan mengatakan bahwa doa-doanya selama ini berhasil.
Melihat rasa suka cita yang memenuhi nenekku, tentu saja ayahku tidak mau merusaknya. Ayah merasa tidak tega untuk mengungkan hal yang sebenarnya. Tapi disaat yang bersamaan dia merasa sakit hati karena tau istri yang disayanginya menghianatinya.
Disisi lain dia juga tidak ingin membuka kenyataan kalau selama ini dia telah menipu semua orang termasuk istrinya. Jadi ayah pun memutuskan untuk berpura-pura bahagia dengan kabar kehamilan ibuku.
Ibuku yang melihat ayahku buru-buru dayang dan langsung berpelukan dengan ibunya serta menangis bahagia berpikir bahwa tidak mungkin ayahku selama ini memang menipu dirinya. Bahkan ibuku menipu dirinya sendiri dengan menganggap bahwa anak yang dikandungnya adalah anak dari suaminya bukan dari hasil perselingkuhannya.
Begitulah kehidupan mereka di masa awal-awal kehamilan ibuku. Tidak ada yang benar-benar tulus bahagia, kecuali nenekku yang tidak tau apa-apa. Bahkan sampai di akhir hayatnya beliau tidak mengetahui bahwa aku dengannya tidak berbagi darah sama sekali.
Namun kebahagian itu tidak berlangsung lama. Karena kebohongan yang dipendam bagaikan bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Rasa sakit hati ayah semakin menumpuk. Apalagi setiap melihat ibu mengelus perutnya berkata bahwa dia berharap anak mereka kelak akan mirip dengan ayahnya.
'jelas itu adalah harapan yang sia-sia', itulah yang selalu dikatakan ayah dalam hatinya.
.
.
.
Saat usia kandungan ibu mencapai usia 6 bulan, ayah mulai jarang pulang tepat waktu, bahkan sering tidur di kantor dengan alasan sedang sibuk-sibuknya. Memang saat itu perusahaan ayah sedang berkembang pesat. Ibu pun mau tidak mau harus bersikap maklum. Namun, karena lama kelamaan ayah benar-benar berubah ibu semakin cemas karena takut ayah punya selingkuhan.
Suatu hari saat ayah pulang larut malam, ibu memarahinya dan meminta ayah lebih sering di rumah karena saat itu kandungan ibu semakin membesar dan ibu membutuhkan dukungan dari suaminya. Apalagi bayi yang dikandung itu merupakan buat penantian setelah sembilan tahun menikah dan jawaban dari doa mereka selama ini.
Mendengar perkataan ibu itu, ayah merasa tertampar. Bagaimana tidak perkataan ibu seolah olah memintanya untuk menyayangi anak hasil perselingkuhan istrinya sendiri seolah anak itu merupakan jawaban dari Tuhan karena dirinya mandul.
Seakan meledak ayah pun memecahkan vas bungan yang terletak di meja dekat pintu masuk kamar lalu menarik ibu agar masuk ke kamar mereka. Ibu tentunya sangat kaget bercampur takut melihat sikap suaminya. Ibu berfikir bisa saja suaminya tengah mabuk dan memutuskan untuk berteriak meminta bantuan agar para pekerja di rumahnya dapat datang menolong. Saat membuka mulut dan hendak berteriak ayah tiba-tiba berbicara dan membuat ibu mematung dan bisa bergerak.
"setidaknya saat hanya ada kita berdua berhentilah berpura-pura bahwa anak yang ada di perutmu itu adalah anakku. Setidaknya hargai sedikit perasaanku dan jaga martabatku walau itu hanya saat kita berdua", ucap ayah dengan suara pilu dan setengah berbisik pada ibu.
Mendengarnya ibu pun meneteskan air matanya. Jadi memang benarkalau selama ini suaminya mandul tapi merahasiakannya. Bahkan saat banyak orang yang menyindir istrinya dan menyarankan agar ia mengambil istri baru yang lebih sehat dan muda, ia akan akan menolak dan membela istrinya dengan dalih mereka sangat saling menyayangi sampai di titik mereka tidak memerlukan anak. Tapi kenyataannya suaminyalah yang mandul, namun ibuku yang harus menanggung aib tersebut dan di cap "perempuan mandul".
Perasaan ibuku campur aduk. Dia merasa bersalah karena menipu semua orang dengan anak yang di kandungnya namun di sisi lain dia juga merupakan korban penipuan ayahku. Setelah sejenak menangis dalam dia, ibu pun berucap.
"Jadi diantara kita, sebenarnya kaulah yang bermasalah. Namun akulah yang harus menanggung semua aib itu?", tanya ibuku. Air mata memenuhi pipinya.
"bukankah aku sudah menebus hal itu dengan berpura-pura bahwa anak itu adalah anakku? aku sudah membantumu agar kebohonganmu menjadi sempurna, jadi hargai aku dengan tidak membawa-bawa perihal kehamilanmu di saat kita hanya berdua", ucap ayahku setengah membentak.
"kau berutang permintaan maaf padaku. Kau tau itu", ucap ibuku bergetar. Air matanya akhirnya pecah.
"begitu juga denganmu. Kau berselingkuh", balas ayah sambil menunjuk ibu.
Kepalaku ibuku terasa akan pecah saat itu. Dia benar-benar tidak siap dengan keadaan ini. Kepalanya serasa melayang dan dia tidak merasakan tubuhnya. Tiba-tiba terasa sesuatu yang mengalir di sela kakinya.
Darah!
Ibuku sangat kanget saat melihat darah mengalir diantara sela kakinya. Dia berteriak hingga membuat ayahku yang sedari tadi memalingkan wajahnya dari arah ibuku ikut panik. Segera dipanggilnya pekerja untuk menyiapkan mobil untuk menuju rumah sakit terdekat.
Malam itu keadaan ibuku kritis dan nyaris kehilangan aku, bayi yang sedang dikandungnya. Tapi ibuku berhasil melawati hari itu. Dokter berkata hampir saja bayi yang dikandung ibuku tidak bisa di selamatkan. Penyebab utamanya adalah stres berat dan shock.
Dokter pun meminta agar ibuku diberikan perhatian khusus, terlebih karena ia sedang hamil besar di usia tua. Resiko yang dipikul ibuku berlipat besarnya. Dokter juga berpesan agar membuat ibuku tenang jauh dari stres.
Ayahku benar-benar menyesal karena tau sudah membahayakan istrinya yang sedang mengandung. Saat menemui ibuku yang sudah sadar, ayah hendak meminta maaf. Tapi ibu bilang ini bukan kesalahan mutlak ayah.
Ibuku pun meminta agar ia bisa tinggal di tempat yang berbeda sampai melahirkan karena jika harus bertemu dengan ayahku setiap hari sudah pasti dia tidak akan kuat. Ibu meminta dipilihkan tempat tinggal yang tenang dan asri. Tentu saja hal ini ditolak oleh nenekku, tapi karena ayah mengerti ia pun menyanggupinya. Nenekku benar-benar marah saat itu.
Mungkin karena dia tidak tau apa-apa dibalik alasan ibuku mau tinggal terpisah dengan ayahku. Yang diketahui nenek hanya, menantunya yang tengah mengandung besar di usia tua setelah penantian panjang, hendak pergi dari rumah ke tempat lain karena stres di rumah. Nenek pasti takut tidak ada yang mengurus ibu.
Ayah pun memutuskan untuk mengirim ibu ke salah satu villa keluarga yang berada di daerah pinggiran dan berjarak lumayan jauh dari rumah. Villa itu adalah villa kesukaan ibuku, sekaligus villa tempat mereka berbulan madu dulu. Dan sekarang villa itu adalah villa yang sedang ku tinggali. Apakah ayah sengaja mengirimku kesini karena ini tempat kesukaan ibu? apa ayah memilih villa ini sambil mengingat ibu?
Membayangkan hal itu tangisku pecah sepecah-pecahnya. Rasa sakit mengalir diseluruh tubuhku. Jika bukan dari David, Airin dan Dave, apakah ayah pernah berencana memberitahukan hal ini padaku?
"lalu bagaimana hidup ibuku selama tinggal disini? apakah dia bahagia hidup terpisah dengan ayah?, tanyaku lagi saat tangisku mulai mereda.
Airin pun mulai bercerita, katanya ibuku dipenuhi rasa bersalah terhadap ayahku dan juga diriku. Ibuku tidak tau apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan. Sampai disatu titik dia berpikir bahwa akulah alasan kenapa hubungan mereka menjadi kacau.
Ibuku pun memutuskan bahwa jika ia ingin agar hubungannya dengan ayah kembali normal, aku harus disingkirkan dan mereka bisa memulai semuanya kembali tanpa perlu memikirkan perihal penerus. Mereka dapat saling memaafkan kesalahan satu sama lain.
Ibuku pun menegak seluruh obat yang dimilikinya. Obat itu seharusnya dimakan 2 kali sehari. Tapi ibu memakan seluruhnya, jatah untuk sebulan dengan harapan bayi yang dikandungnya menjadi gugur.
Kenyataan memang tak semanis harapan. Bukannya berhasil menggugurkan kandungannya, ibuku malah nyaris merenggut nyawanya sendiri. Setelah kejadian itu nenekku tidak membiarkan ibuku hidup sendiri. Nenek membawa ibuku ke rumahnya.
Nenek juga berkata ke ibuku, wajar jika wanita yang sedang mengandung menjadi emosional. Ibuku bebas berkeluh kesah pada nenekku. Melihat ketulusan nenek ibuku menjadi semakin tak tega. Tapi dia juga tak bisa menyingkirkanku karena takut membuat mertuanya menjadi sedih.
Begitulah kehidupan ibuku ketika mengandungku. Saat aku lahir, ibu mengalami "Baby Blues". Keadaan dimana seorang ibu pasca melahirkan yang cenderung mudah menangis, mudah merasa tersinggung dan bahkan menjadi emosional. Ibuku bahkan menunjukkan ciri tidak menyukai atau bahkan membenci bayi yang dilahirkannya yaitu aku.
Orang-orang berkata ibu menjadi seperti itu karena ketika masa kehamilannya ayahku tidak ada disisinya. Kali ini ayah yang menjadi target sindiran. Tapi ayah sudah tidak peduli lagi dengan hal itu. Ia menyibukkan diri dengan pekerjaannya. sedangkan ibku sibuk memikirkan cara agar hubungannya dengan ayahku bisa membaik.
Sejak lahir aku sudah menjadi anak yang diabaikan. Tapi aku berterima kasih karena nenekku mengurusiku hingga ia menghembuskan napas terakhirnya saat aku berusia delapan tahun. Walau aku juga mulai bersikap dingin padanya setelah kematian ibuku.
Tapi nenek adalah wanita baik, penyabar dan penyayang. Semakin aku mengabaikannya semakin ia akan berusaha mendekatiku.
Nenek aku tau kalau kita tak berhubungan darah, tapi di hatiku hanya kaulah satu-satunya keluargaku yang memperlakukanku layaknya keluarga. Terima kasih karena selalu baik padaku. Dan maaf karena selama hidupmu kau harus tertipu karena ayah dan ibuku.
Kuharap di alam sana kau dan ibuku tidak bertengkar. Kuharap ibu meminta maaf padamu karena membuatmu membesarkan cucu dari hasil perselingkuhan menantumu layaknya cucu kandungmu.
Kuharap dikehidupan selanjutnya aku bisa menjadi cucu kandungmu. Maaf dan terima kasih. Aku mencitaimu nek
Setelah mengetahu rahasia dibalik kelahiranku, rasanya aku ingin menghilang saja. Aku sangat membenci diriku sendiri. Ayah yang selama ini kubenci perlahan aku mulai merasa kasihan padanya. Dia juga korban sekaligus pelaku karena telah menipu semuanya. Disisi lain, ibuku yang selama ini kurindukan juga merupakan korban sekaligus pelaku. Dia merupakan korban penipuan ayahku sekaligus pelaku perselingkuhan. Jadi sebenarnya ini salah siapa? apa salah ayah karena dia yang memulai semua ini. Tunggu apakah aku boleh memanggilnya ayah? kami bahkan tidak memiliki ikatan darah. Memikirkan fakta itu membuatku sangat kesal sekaligus sakit. Apa ayah selama ini sangat dingin kepadaku karena aku bukan anaknya? jika aku terlahir sebagai anaknya apakah aku akan mendapatkan kasih sayangnya? Pertanyaan itu terus menerus menghantuiku. Rasa bersalah sekaligus sedih. Bahkan saat ibu mengandungku dia tidak mau sering di rumah karena
Masa sekolah ku dihabiskan dengan perkelahian. Namun cenderung perkelahian sepihak karena tidak ada anak yang berani melawanku. Sejujurnya aku juga tidak mau menyakiti orang lain, tapi aku tidak tau cara lain untuk melampiaskan kesedihanku. Setiap kali pikiran tentang ibu atau ayahku terlintas di benak ku rasa sakit akan menjalar keseluruh tubuhku. Aku perlu pelampiasan untuk rasa sakit ini. David, Airin dan Dave tidak pernah mau berbicara denganku selama setahun ini. Aku tidak punya teman berbicara sama sekali. Tampa terasa waktu terus berjalan seperti itu. Tak ada yang berubah dalam hidup ku hingga aku lulus dari sekolah menengah atas. Ayah juga tampaknya sudah lupa dengan keberadaanku. Walau beliau sebulan sekali mengirim pesan pada ku. Tapi pesan itu tampaknya bukan pesan dari ayah pada anaknya, namun lebih pada peringatan supaya aku menjaga tingkah laku ku.'bulan ini kau sudah membuat lima orang masuk rumah sakit. Tol
Tiba-tiba sebuah tangan dijulurkan ke arah ku seakan memberi tanda bahwa tangan itu kan membantu ku berdiri. Tentu saja aku tidak mau meraih tangan itu. Dia bahkan tidak bisa menggerakkan kakinya. Bagaimana caranya dia akan membantu ku berdiri? Sekujur tubuh ku terasa sangat sakit saat ku paksakan untuk berdiri. Perlahan aku berjalan ke arah tongkat yang tadi dipatahkan oleh orang-orang itu. Anehnya tadi aku benar-benar melihat tongkat ini panah, tapi sekarang kenapa tongkatnya kembali utuh? Rasa sakit di sekujur tubuh ku seakan menyadarkan ku untuk segera menyerahkan tongkat ini lalu segera pulang agar aku bisa tidur. Besok pagi-pagi sekali aku harus mengantar susu! Perlahan aku mendekat ke arah pria yang masi terduduk di tanah itu. Setelah dilihat sepertinya dia juga orang Korea seperti aku. Ku ulurkan tangan ku seperti yang dilakukannnya tadi. Sambil tersenyum diraihnya tangan ku dan berusaha untuk berdiri. Syukurlah tampakny
Pagi ini feeling ku benar-benar baik. Setelah berpikir serta memperhitungkan kebutuhan ku sepanjang semester ini uang dari pekerjaan sampingan ku tidak mungkin akan cukup. Terlebih aku harus melepas pekerjaan ku sebagai kurir karena waktunya yang bersamaan dengan jadwal kuliah ku. Sehingga aku harus menambah pekerjaan. Mungkin aku bisa mendapat sekitar lima ratus dolar jika menerima pekerjaan dari tuan Nam. Itu jauh lebih tinggi dari pada bekerja sebagai kurir yang paling digaji paling tinggi dua ratus dolar. Aku juga akan melepas pekerjaan sebagai pelayan ku yang gajinya hanya dua ratus dolar. Tapi sedikit sayang karena makan sudah ditanggung oleh pemilik restoran. Tapi aku tidak punya pilihan karena harus kuliah juga. Pekerjaan sebagai pengantar susu akan tetap aku pertahankan karena tidak menggangu jadwal lainnya. Jadi setiap subuh aku akan mengantar susu sebelum berangkat kuliah. Dalam perjalanan ke rumah salah seorang pelanggan aku
Selepas dari ruang kerja tuan Nam, aku menuju ke ruang tengah. Disana aku melihat nyonya Nam tengah berbincang dengan Ki Tae hyung sambil memakan buah, aku diajak untuk bergabung dengan mereka. Nyonya Nam kembali meminta ku untuk menginap saja. Tidak ada alasan untuk menolak bukan? toh besok juga aku tidak ada kegiatan. Setelah aku setuju untuk menginap nyonya Nam meminta salah seorang pelayannya untuk membawa korak P3k. nyonya Nam lalu meminta ku untuk duduk didekatnya agar perban ku dapat diganti. Nyonya Nam bisa memikirkan hal itu disaat aku sendiri lupa. Rasa sakit dari obat yang diteteskan ke atas luka ku rasanya tidak sebanding dengan rasa senang di dalam hati ku. Sungguh baru pertama aku mendapat perlakuan penuh kasihseperti ini. Aku lalu diminta untuk tidur di kamar tamu di lantai dua yang ku pakai minggu lalu. Sebelum tidur aku sempat berbincang dengan Ki Tae hyung. Dia banyak bercerita tentang dirinya. Aku jadi tau kal
Malam yang awalnya ku lalui dalam nuansa hening tiba-tiba kacau ketika David tiba-tiba bertanya apakah aku benar-benar percaya dengan keluarga itu. Pertanyaan itu benar-benar kejam, padahal dia juga pasti ikut mendengar cerita itu secara keseluruhan. Bukannya merasa iba atau turut prihatin dia malah meragukan kisah itu? ya mungkin saja memang ceritanya sudah dilebih-lebihkan tapi bukan berarti itu semua kebohongan bukan? Airin juga ikut menimpali perkataan David dengan berkata aku seharusnya tidak lantas percaya dengan kisah itu dan sebaikna aku menjaga jarak dengan keluarga ini. Keluarga ini akan membawa pengaruh buruk dalam hidup kata Airin. Mereka berdua pasti sudah kehilangan akal sehatnya. Tak heran mereka berjodoh satu sama lain. Aku kesal dengan perkataan mereka berdua, jadi aku mencoba berbicara dengan Dave, wujud yang paling wara diantara ketiganya. Namun kata-kata dari Dave malah lebih jahat lagi. Menurutnya manusia dila
Sesampainya di restoran tuan Nam segera menyuruh ku untuk memesan makanan yang ingin ku makan. Aku hanya memesan random pada akhirnya karena masi kepikiran, sebenarnya apa yang mau dibahasa oleh tuan Nam? kenapa sampai harus makan di luar? apa aku harus merahasiakan ini dari Ki Tae hyung dan juga tante? Di tengah pikiran ku itu, tiba-tiba ponsel ku bergetar. Itu adalah telepon dari tante. Tante pasti cemas karena sudah larut tapi aku belum pulang tanpa memberi tahu sebelumnya. Tuan Nam kemudian bertanya apakah yang menelepon ku adalah istrisnya. Begitu aku mengiyakan pertanyaannya raut muka tuan Nam menjadi masam. Ada apa ini? apakah mereka habis bertengkar? Tuan Nam kemudian memintaku untuk berbohong bahwa aku sedang makan malam dengan teman baru ku dan akan segera pulang sebentar lagi. Aku tidak punya pilihan selain mengikuti kebohongan itu karena ekspresi tuan Nam kembali berubah. Kali ini ekspresi yang benar-benar serius dan t
Setelah acara makan bersama itu, perlahan hubungan ku dengan Ki Tae hyung semakin akrab. Ki Tae hyung juga mulai terbuka untuk bercerita beberapa hal dengan ku. Selama tiga setengah tahun aku menghabiskan waktu ku dengan keluarga Nam. Awalnya aku diminta untuk membantu mengelola kantor pemasaran perumahan yang baru, namun karena paman melihat aku memiliki bakat maka perlahan aku ditarik untuk masuk ke dalam perusahaan. Paman juga berpesan kalau berniat menjadikan ku dengan Ki Tae hyung sebagai direktur perusahaannya. Namun aku menolak tawaran itu dan meminta pada Ki Tae hyung agar aku bisa menjadi sekretarisnya saja. Aku juga masi duduk di bangku kuliah sehingga posisi direktur terlalu berlebihan untuk ku. Menurut ku posisi sekretaris dari Ki Tae hyung sudah lebih dari cukup. Kami bisa terus bersama layaknya saudara tanpa perlu memikirkan siapa yang kelak akan menduduki posisi tertinggi adalah hal yang layak ku perjuangkan. Sela