Share

BAB 7 : SHOULD WE GO?

Aku memilih universitas yang sama dengan Gerald, menjadi bagian dari senat mahasiswa demi bisa berdekatan dengan Gerald. Tapi Gerald benar-benar tidak mengingatku, selain itu terlalu banyak wanita yang mengelilingi dan mengejarnya. Selain itu, entah mengapa Gerald selalu menghindariku, padahal tampak jelas dari matanya bahwa ia menyukaiku. Rosa pun sama yakinnya bahwa Gerald menyukaiku. Aku dan Rosa mengambil jurusan yang sama di kampus kami, jadi Rosa sangat tahu seluruh upaya dan pengorbananku untuk mengejar Gerald.

Sayangnya aku harus terpisah kembali dengan Gerald karena ayahku menginginkan aku menempuh pendidikan yang lebih baik. Ayah memintaku meneruskan jurusan hukum di Harvard University. Jadi di hari kepergianku, aku mencoba menyatakan cinta pada Gerald, namun ia mengatakan bahwa aku terlalu baik untuknya. Aku membenci kalimat itu, bukankah kata-kata itu selalu digunakan wanita untuk menolak pernyataan cinta dari seorang pria yang tidak disukainya? Ucapan halus dari sebuah penolakan.

Mungkin saat itu aku masih kurang pintar dan cantik baginya, seperti syarat yang dulu ia berikan padaku. Jadi kali ini aku akan mencoba peruntungan cintaku kembali, setelah aku menjadi wanita yang lebih baik dari aku di masa kuliah. Tapi masalahnya, akibat penolakan Gerald. Aku telah tumbuh menjadi seorang wanita yang memandang bahwa cinta adalah hal yang terlalu indah dan jauh bagiku.

Aku terlalu takut untuk menjalin cinta, karena aku terlalu khawatir untuk ditolak kedua kalinya. Aku terlalu insecure untuk menyatakan cinta. Sebenarnya, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan jika aku dapat bertemu dengan Gerald lagi.

“Sophie....Hei Sophie..! Kamu melamun lagi...Dasar!” guncangan Rosa pada bahuku membuat pikiran-pikiran yang berkelebat di dalam benakku seketika sirna.

“Ya? Haha...Aku melamun lagi ya-“

“Kamu dengar tidak? Karena kamu berhasil masuk perusahaan IT Wollim, kita harus merayakannya!” Mata Rosa berbinar-binar.

“Merayakannya? Bagaimana caranya? Berbelanja? Tentu saja kita harus berbelanja!” Tanganku meninju udara ketika mengucapkan kata berbelanja.

“Hah, rupanya kamu memang tidak mendengarku, padahal aku sudah mengatakannya dengan panjang lebar. Kubilang, bagaimana kalau kita merayakannya di night club X7? Kamu ingat Kevin dia pemilik klub X7, kita bisa dengan mudah menjadi tamu VIP di sana. Lagi pula dengan uang dan kedudukan kita, tanpa bantuannya sekalipun akan sangat mudah menjadi tamu VIP di sana.“ Rosa mendesis kesal dengan cara yang terlalu dibuat-buat.

“X7 night club? Club yang baru dibuka itu? Kevin keriting? Anak yang mengejar-ngejarmu di SMA dulu? Jadi Kevin memang benar-benar pemilik klub itu?” Rosa mengangguk-angguk ketika aku berpikir keras dan mengatakan.

“Selain itu, kita memang perlu datang ke tempat itu. Informasi yang kudapat dari Kevin, Manager teknik perusahaan Orin selalu berkunjung di club itu. Malam ini pun akan begitu. Kita harus menggali informasi untuk memenangkan tuntutan pencemaran limbah Orin. Aku sudah meminta bantuan Kevin untuk menahan si manager bernama Jimmy itu. Sebaiknya kita benar-benar harus berdandan untuk memikatnya” Rosa memandangku dengan lebih serius.

“Jadi begitu ya.” Aku menundukkan kepala, menimbang-nimbang pergerakan terbaik yang dapat kami lakukan.

“Aku pulang!” Pintu depan apartemenku berdebum kencang. Rupanya Megan sudah pulang dari minimarket. Kedua tangannya dipenuhi beberapa bungkusan plastik. Aku, Rosa, dan Megan tinggal bersama di dalam penthouse milik keluargaku. Rumah keluargaku cukup jauh dari kantor. Rumah yang kumaksud ini adalah tempat tinggal ayah dan ibuku, jadi aku memilih untuk tinggal di penthouse yang berjarak satu kilometer dari firma tempat aku dan Rosa bekerja.

Aku putri tunggal, jadi aku tidak punya saudara untuk diajak tinggal bersama, namun aku memiliki dua sahabat yang bersedia menemaniku. Kebetulan area kerja mereka pun dekat dengan penthouse keluargaku. Tentu saja karena Rosa bekerja bersamaku, sedangkan Megan bekerja di rumah sakit swasta yang berjarak lima belas menit dari penthouseku. Megan adalah seorang dokter bedah, dan kami bertiga sudah bersahabat sejak SMA.

Megan yang baru saja tiba di ruang tengah terperangah melihat aku dan Rosa bergandengan tangan dengan wajah serius.

“Ada apa ini, ada apa?” tanyanya dengan bingung.

“Baiklah, ayo kita ke club!” aku mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi. Megan membelalak mendengar kalimat itu keluar dari mulutku, sedangkan Rosa hanya berkedip dan mengangguk memberikan isyarat pada Megan.

Kurasa datang ke night club untuk mencari bocoran informasi tidak akan menimbulkan masalah buruk. Betul kan?

Scarlette

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status