Share

Gosip Di Sekolah

Di sekolah, Khanza juga masih menjadi seorang yang pendiam. Ia lebih memilih untuk tidur di jam istirahat. Teman sekelasnya mulai merindukan sosok Khanza yang dulu, yang sering membuat kelas menjadi ramai dan asyik.

"Za, nyanyi dong. Sudah beberapa hari ini, kita nggak denger suara merdu lu di kelas. Nyanyi yuk …." pinta salah satu teman sekelasnya. 

Khanza hanya menggelengkan kepala, lalu menyembunyikan wajahnya kembali dan merebahkan kepalanya di mejanya. Menghela napas panjang, kemudian kembali memejamkan mata.

"Yah …."

"Potek kita, Za. Sebentar saja, sambil nunggu guru datang, Za. Gue mohon--"

"Ayo lah Za … sebentar aja lah. Nif, ayo dong suruh sahabat lu buat nyanyi, lagi,"  

Bahkan beberapa temannya mendesak Hanif sebagai sahabat dekatnya untuk membujuk Khanza supaya ia mau bernyanyi dan membuat suasana kelas seperti dahulu lagi.

"Gue nggak mau maksa. Tapi kalau dia mau bernyanyi ya silahkan. Aku juga merindukan suaranya," Hanif memenaik turunkan alisnya. 

Hanif dan teman lainnya terus mendesaknya. Akhirnya, mau tidak mau ia harus membuat situasi kelas seperti semula. Suara Khanza memang tidak bisa di ragukan lagi. Semua orang akan merasa damai setelah mendengar suara indahnya.

"Baiklah, aku akan menyanyi. Kalian mau dengar lagu apa?" Khanza mengalah." Dan kamu, Danu … kamu yang petik gitarnya, ya. Aku sedang--" Khanza masih enggan untuk memetik gitar. Sebab, ia akan teringat dengan masa lalu yang membuatnya sedih. 

Danu mulai memetik gitarnya dengan pelan. Khanza memejamkan matanya membayangkan hal yang indah, lalu membuka matanya kembali dan mulai bernyanyi.

Suara lembutnya mulai didengar oleh teman-temannya. Bahkan murid kelas sebelah juga suka mendengar Khanza bernyanyi. 

------

Yang katanya ingin ke kantor, ternyata Vano mengikuti Khanza sampai ke kelasnya. Dia melihat Khanza mampu tersenyum  dengan bernyanyi.

"Dia tersenyum?" Vano bergumam.

"Musik dan lirik lagu membuatnya tersenyum. Dia memang tak bisa jauh dari bermusik dan menyanyi,"

"Saya harus pikirkan bagaimana cara mempertahankan senyum dari Khanza." Tukas Vano mencari ide terbaik. 

Kini ia tau bagaimana cara mengembalikan senyum Khanza yang menghilang itu. Vano langsung menemui Kepala Sekolah dan mengusulkan setelah kelulusan, Vano ingin menyumbang dana untuk sekolah mengadakan pentas seni. Dan Vano ingin, Khanza harus terlibat dalam acara itu.

Ia segera pergi keruang kepala sekolah dan mulai mendiskusikan rencananya untuk kelulusan nanti. Hal itu juga rupanya diterima dengan baik oleh pihak sekolah, meski banyak pertanyaan yang tak semestinya dalam benak para guru. 

"Memangnya … Tuan ini siapanya Khanza, ya?" tanya Kepala Sekolah.

"Saya calon suaminya, kemungkinan setelah Khanza lulus .. saya, em maksudnya kami akan segera melangsungkan pernikahan." jawaban Vano terlalu santai, sehingga membuat semua guru merasa jika Vano memanglah calon suami dari Khanza. 

Kepala Sekolah hanya melongo saja, ia percaya saja apa yang di katakan pria yang menyukai gadis bergitar itu. Kepala Sekolahpun menceritakan semuanya tentang Khanza selama ia berada di sekolah.

Bagaimana dia menjadi anak nakal dengan  selalu mendapat ranking di sekolahnya. Bukan hanya itu saja, Khanza bahkan sering sekali mewakili sekolah dalam mengikuti setiap lomba.

"Tapi, setelah insiden itu--" bahkan Kepala Sekolah saja turut berdua dengan meninggalnya kedua orang tua Khanza dan masalah rumahnya yang dilalap si jago merah.

"Saya juga sedang membuat Khanza kembali seperti dulu Pak. Saya ingin sekali mengukir senyumnya kembali. Jadi mohon agar terima permohonan saya ini. Segala sesuatunya saya yang akan menanggungnya dan jangan sampai dia dibalik dari acara ini adalah saya."

Vano hanya menjelaskan bahwa ia sebagai calon suaminya, karena Almarhum kedua orang tuannya lah yang meminta. Dibalik takutnya semua orang di sekolah akan menyangka Khanza yang tidak-tidak, Vano juga tidak ingin ada lelaki lain yang menyukai Khanza. Itu sebabnya ia mengaku-ngaku calon suami dari gadis pengamen itu.  

Saat di Kantin,

"Tumben lu jajan?" tanya Tina, pacar Hanif.

Hanif menyenggol lengan kekasihnya, agar menjaga sikapnya sampai duka di hati sahabatnya berlalu. Namun, Tina sendiri memang tidak pernah menyukai Khanza, jadi ai selalu saja memandang rendah sahabat dari kekasihnya itu. 

"Khanza ini kan sekarang udah pindah rumah tau, guys. Dia jadi orang kaya sekarang. Makanya dia tidak membawa bekal lagi," sahut Mayang. 

"Bukan hanya itu saja. Dia ini juga menjadi candy dari sugar daddy, loh …." imbuhnya.

Mayang ini adalah teman sekelas Khanza. Mereka sudah mengenal sejak mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Karena Khanza sering unggul dalam setiap apapun darinya, Mayang jadi tidak menyukai Khanza sedikitpun. Dari situ, Mayang semakin membencinya dan ingin Khanza menjadi hancur.

"Heh, jaga omongan--" umpatan Hanif terputus karena Khanza yang menyuruhnya tetap diam.

"Sudahlah, dia memang begitu, 'kan? Sejak dulu, dia memang tidak pernah menyukaiku, dan cenderung membenci diriku," ucap Khanza.

Mayang kesal, ejekannya tidak diladeni oleh Khanza. Mayang pun memutar otak untuk membuatnya berselisih pahan dengan sahabatnya. 

"Hey, Hanif. Cewek lu ada di samping lu. Bisa-bisanya lu malah membela cewek lain. Dan iya, lu aslinya ada hubungan apa dengan si bintang kita ini?" Mayang mulai meresahkan. "Tidak mungkin jika kalian hanya bersahabat. Apakah kalian pasangan selingkuh?" sambungnya. 

Tina terprovokasi dengan mulut tajamnya Mayang. Ia mulai menanyakan hubungan dengan kekasihnya itu. "Apa benar yang di katakannya? K-kalian … memiliki hubungan di belakangku?"

Hanif mencoba menjelaskan kenyataannya kepada Tina. Tina juga tidak mudah untuk mempercayainya. Akan tetapi, Tina akan percaya dan memberikan kesempatan ke dua kepada Hanif, jika Hanif mau menjauh dari Khanza selamanya. 

Hal itu tentu sangat berat baginya.  Sejak kecil hingga saat itu,  mereka belum pernah berjauhan. Tapi, Khanza bukanlah orang yang egois, agar hubungan sahabatnya dengan kekasihnya berjalan dengan baik, Khanza menerima syarat yang diajukan Tina kepada Hanif. 

Lalu, ia pun pergi tanpa menghabiskan makanannya. Dia merasa lelah dengan hidupnya. Orang tuanya telah pergi meninggalkan dirinya, lalu dia juga kehilangan harta bendanya. Sekarang, ia harus rela kehilangan sahabat yang selalu ada sejak ia kecil.

"Sekarang orang-orang yang aku sayang sudah meninggalkan aku,"

"Ibu dan Ayah pergi meninggalkanku, lalu aku harus menjauhi Hanif. Aku bisa bertahan sampai sekarang hanya karena Lisa, dialah satu-satunya keluarga dan harta yang paling berharga untukku. Apakah Engkau akan mengambilnya juga dariku, Tuhan?"

"Apa salahku?" Khanza mulai menangis.

Khanza menangis tersedu-sedu. Meratapi nasib buruk yang terus menimpa dirinya. Sekilas, ia teringat dengan Vano yang selalu ada ketika dirinya merasa lelah akan hidupnya. 

"Tidak!"

"Aku tidak boleh nangis, ini baru awal. Jalanku masih panjang, aku harus tegar, kuat dan yakin. Tuhan selalu bersamaku! Tuan Vano, dia pendukungku, aku harus bertahan juga demi membalas budiku kepadanya." 

Jam istirahat selesai, semua siswa kembali ke kelasnya masing-masing. Saat Khanza hendak duduk, di dalam lacinya ada sebuah mie cup yang sudah siap makan. Mie itu dari Hanif, karena Hanif tahu sahabatnya itu belum jadi makan siang.  

"Wah, enak ya yang punya sugar daddy. Semoga saja bukan suami orang deh--" ledek Mayang.

Semua murid di kelas itu melihat ke arah Khanza dengan tatapan penasaran. Semua siswa laki-laki tidak bisa percaya begitu saja, karena mereka mengenal Khanza sebagai teman yang baik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status