“Daisy, tunggu … kau mau kemana?” Aku berusaha menarik lengan Daisy, saat perempuan itu ingin menyebrangi jalan dan menunggu di halte bus.
“Aku mau pulang, Pak.” Daisy menarik tangannya dari sentuhanku.
“Kita pulang bersama.”
“Aku bisa pulang sendiri.”
“Okey, aku minta maaf.” Akhirnya, aku mengakui kesalahanku.
Daisy berhenti memberontak dan menghadapku. “Kenapa kau lakukan ini semua, Pak?”
“Aku peduli padamu.”
“Sejak kapan, kau peduli dengan karyawanmu? Bukankah, dari dulu kau selalu mengincar karyawan untuk kau ajak berkencan? Maaf Pak, aku tidak tertarik.”
Aku puas, karena akhirnya Tonny di penjara, dengan bukti-bukti yang kuat kalau dia memang menggelapkan dana kakakku.Tapi sepertinya, berbeda dengan Daisy. Dia tampak sangat murung selama bekerja.“Ehem ….” Aku berdehem sembaru berjalan menghampiri meja Daisy.Daisy langsung mendongak. Terlihat seperti kaget saat mengetahui keberadaanku ada di dekatnya.“Pak ….” “Ya. Apa yang membuatmu termenung?”“Aku ….” Daisy gagu. “Aku tidak menung. Aku hanya, sedang mengecek schedulemu.” Aku mencondongkan kepala ke arah monitor Daisy. Dan dia tidak membuka folder apapun di komputernya.“B
“Dreww!” Ah! Sial! Aku sudah hafal dengan pemilik suara tersebut. Aku mengambil bantal di sisi kiri dan menutup wajahku dengan bantal. Tak lama kemudian, aku mendengar suara pintu kamarku terbuka dengan cara di banting. “Drew! Kenapa kau tidak angkat teleponku?” Yap. Siapa lagi kalau bukan si menyebalkan. Alexa. “Astaga, Drew. Kau belum siap-siap?” Aku bisa membayangkan ekspresi Alexa begitu melihat kamarku yang sedang berantakan. “Drew!” Alexa menarik bantalku. “Ini sudah pukul dua siang. Dan kau masih tidur?” Alexa geleng-geleng kepala sambil berkacak pinggang. “Dasar pemalas.” “Apa mau mu sih, Alexa? Kenapa kau selalu menggangguku tidur?” “Temani aku ke pesta pernikahan Dean hari ini.” Aku mengucek mataku dan mema
Aku berdiri di ambang pintu ruanganku, bersedekap, sambil memperhatikan Daisy dari jauh. Pertemuan mengejutkan dengan Daisy yang pergi ke pesta bersama Gideon membuatku curiga. Sebenarnya, mereka ada hubungan apa, sih?Ponselku berdering nyaring. Membuat kepala Daisy mendongak dan mencari si pemilik handphone. Lalu, mata kami berserobok. Daisy agak terkejut saat melihat keberadaanku. Aku segera mengambil ponsel dari saku celana dan masuk ke dalam ruangan sambil menerima panggilan telepon.“Apa?” Sahutku setelah terhubung dengan panggilan Alexa.“Kau ini, tidak pernah sopan dengan kakakmu!” Alexa menggerutu di seberang sana.“Iya. Kenapa?” Aku merubah intonasi menjadi lebih lembut. Lalu, berjalan menuju kursiku dan duduk bersandar di sana.
Aku, Alexa dan Daisy diusir dari acara dinner tersebut karena Dean berhasil aku bikin babak belur. Salah sendiri, mengapa dia berbicara kurang ajar seperti itu. Dan menilai Daisy dengan sebelah mata!Kini, kami bertiga hanya terdiam di mobil yang masih terparkir di basementhotel. Alexa panik menghubungi suaminya dan meminta maaf atas kejadian tadi. Sedangkan aku dan Daisy hanya berdiam diri.“Maafkan aku, sayang. Maafkan tingkah adikku yang bodoh ini. Aku akan ke rumah orangtuamu besok dan bawa makanan kesukaannya,” kata Alexa pada Andreas di telepon. “Baiklah sayang, sampai jumpa.” Alexa menutup teleponnya. Lalu, menatap ke arahku.“Kau ini!!” Alexa tampak geram seolah ingin mencabik-cabik wajahku. “Kau selalu bikin ulah dengan tanganmu yang sok kuat ini!” Ale
Kent membawa aku dan Daisy ke sebuah hotel unik yang langsung menghadap ke arah pantai. Namanya Hotel Kents, salah satu aset property milik The Kents, perusahaan yang kini sedang dikelola oleh Kent sendiri. Setiap kamar dari hotel tersebut memiliki design ruangan yang berbentuk bulat seperti bola dan dilapisi dengan dinding kaca.Aku terkagum-kagum melihat design bangunan dari kamar hotel tersebut.“Ideku,” kata Kent seolah membaca isi kepalaku. “Bagaimana menurutmu, Daisy?” Ia justru bertanya pada Daisy.“Luar biasa.” Daisy juga ikut terkagum-kagum. “Aku mengambil dua kamar. Karena kau wanita, kau boleh memilih terlebih dahulu, kamar mana yang kau mau.” Aku menyipitkan mat
"Maukah kau menemaniku malam ini?" Daisy menatap manik mataku lekat-lekat. Aku menelan ludah, saat menatap matanya, hidungnya, dan juga bibirnya. "Maukah kau menemaniku malam ini, Drew?" Daisy menyentuh bulu-bulu halus di bagian daguku. Berhasil membuatku bergidik, dan tergoda. "Drew ...." Suara Daisy terdengar serak. Ia menarik kepalaku semakin mendekat ke arahnya. Aku nyaris hilang akal dan ingin merasakan sentuhannya malam itu. Namun, berselang beberapa detik, Daisy langsung muntah di hadapanku. Sampai mengenai wajah dan bajuku. Sial! "Huweeek! Huweeel!" Sial! Sial! Sial! "Hei ...." Aku refleks mundur dan turun dari kasurnya. "Apa-apaan kau ini!" Saat aku hampir memakinya, Daisy sudah memejamkan mata dan tertidur pulas. Aku mengerang kesal, sekaligus merasa bersyukur karena aku tidak kalap malam ini. *** To: Daisy Aku tunggu kau sarapan di restaurant hotel, sekarang!
Aku makan di salah satu restoran yang jaraknya tak jauh dari hotelku. Kali ini aku makan sendirian, karena Daisy pergi dengan si brengsek Kent. Ah, sudahlah, aku tidak peduli dan tidak mau memikirkan hal bodoh itu. Toh, bukan urusanku.Tetapi sepertinya pikiranku berbanding terbalik. Kepalaku terus dipenuhi dengan sosok Daisy, dan apa yang dia lakukan dengan si brengsek Kent."Hai ...."Aku mendongak saat mendengar suara wanita yang tiba-tiba saja duduk di depanku."Maaf, aku duduk di sini karena aku lihat kursimu kosong," kata wanita itu sambil memutar-putar rambutnya dengan jari. "Kau hanya sendiri?"Aku mencondongkan wajah sambil tersenyum dan bermaksud untuk menggodanya. Karena aku sudah paham permainan yang dilakukan wanita-wanita seperti ini. Dia pasti ingin aku masuk ke dalam perangkapnya, dan dia mendapatkan uang dariku."Menurutmu?" Aku mengeluarkan jurus senyuman maut."Ya ...." ia tampak tersipu."Kau ingin menemanik
Aku berusaha mencari villa Kent dengan caraku sendiri. Aku meminta bantuan Rehan, mata-mataku sekaligus pencari informasi terhandal. Aku membayar Rehan mahal untuk pekerjana ini. Dan terbukti, dalam waktu lima belas menit, aku sudah mendapatkan detail tempat tinggal Kent beserta peta jalannya.Villa tempat tinggal Kent dikelilingi dengan pepohonan yang membuat Villa tersebut tersembunyi. Halaman villanya sangat luas, aku naik taxi hanya sampai depan gerbang saja. Selanjutnya aku berjalan kaki mencapai rumahnya. Gelap dan dingin, aku bisa merasakan suasana horor di villa tersebut, dan aku yakin kalau Daisy sangat ketakutan berada di sana.Aku tidak masuk lewat pintu depan dan tidak akan menekan bel. Sama artinya aku bunuh diri. Aku mendendap-endap dan masuk melalui jendela samping. Aku berhasil membobol jendelanya dengan pisau gunting kuku yang aku temui di koperku. Aku memang selalu membawa gunting kuku kemanapun aku pergi. Karena memiliki kuku panjang membuatku risih.