Share

Kelahiran

Jam tiga pagi aku terbangun, terasa bagian pinggul pegal-pegal. Melangkah menuju belakang untuk membuang hajat, kemudian mengambil air wudhu dan mendirikan sholat malam. Kutumpahkan segala gundah yang mulai mengusik ketenangan selama kehamilan kelima ini. 

Membaca ayat-ayat cinta dari Sang Pencipta, yaitu ayat suci Al-qur'an sampai adzan subuh berkumandang. Ketenangan selalu terasa nikmat saat diri mendekat pada Allah Ta'ala. Kutumpahkan segalanya dan memohon untuk kelancaran persalinan. 

Usia kandungan sudah melewati HPL (Hari Perkiraan Lahir), tetapi sampai saat ini yang sudah mundur tujuh hari belum juga terasa tanda-tanda akan melahirkan. Alhamdulillah selama ini proses persalinan yang kujalani mudah. Semoga untuk yang kelima ini juga mendapatkan kemudahan.

Aku mengambil sayuran dan beras untuk dimasak, tetapi setengah mengolah sayur mayur perut terasa mulas. Kuhentikan aktivitas sejenak, kemudian melakukan observasi sendiri, karena yakin bahwa sebentar lagi akan melahirkan. Jarak rasa mulas pertama dan selanjutnya masih jarang, sehingga aku masih menyelesaikan memasak. 

Meskipun sering berhenti saat kontraksi kembali, tetapi bersyukur masih bisa menyelesaikan. Aku bergegas mandi dan bersiap-siap dengan segala kemungkinan karena jarak kontraksi mulai dekat. Setelah mandi semakin terasa mulas dan sering, maka kuhampiri suami. 

"Mas, ayo antarkan aku ke klinik sekarang. Sepertinya waktunya sudah dekat," ucapku menyela kegiatan Mas Adam yang sedang bersama anak-anak. 

"Sudah terasa Nak?" tanya ibu yang melihat mimik wajahku menahan rasa sakit. 

"Iya bu, sepertinya sudah waktunya. Kami titip anak-anak ya Bu," terangku pada ibu mertua. 

"Iya hati-hati jangan khawatir biar nanti Yahya bilang ke mbah kakung untuk menemani disini. Semoga lancar ya Nak," ucap ibu sambil mengelus perutku. 

"Aamiin Bu," ucapku. 

Ibu mertua memang sudah menginap sejak seminggu sebelum hpl. Ibu khawatir kepada anak-anak bila aku melahirkan sewaktu-waktu. Meskipun jarak rumah kami dekat, tetapi ibu lebih tenang bila satu rumah. Apalagi persalinan sebelum-sebelumnya malam hari. 

Mas Adam sudah bersiap di depan rumah dengan motor maticnya. Perlengkapan kelahiran yang sudah kupersiapkan sebelumnya juga sudah di bawa. Aku pun segera naik motor. Perjalanan ke klinik hanya lima belas menit dengan kecepatan sedang. Persalinan ini baru pertama kalinya di klinik, karena sebelumnya hanya di rumah bidan desa. 

Persalinan kelima tidak di bidan, karena sudah menjadi peraturan bahwa maksimal hanya sampai persalinan keempat. Setelah sampai di klinik, Mas Adam segera mendaftar dan seorang perawat langsung membawaku ke ruang periksa. Kontraksi sudah berlangsung teratur setiap sepuluh menit.

Aku sudah berada di ruang periksa bersama seorang perawat. 

"Maaf ya bu, saya cek tensi darah ibu dulu."ucapnya

"Iya mbak," jawabku.

"Bagus ya bu, 120/70. Kita tunggu dokter sebentar ya bu." ucapnya lagi. 

Aku hanya menganggukkan kepala sambil menunggu kedatangan dokter yang akan memeriksa. Berselang beberapa menit dr. Hindun sudah masuk ke dalam. 

"Apa yang dirasakan Bu Asma?" tanyanya dengan ramah. 

"Perut terasa melilit dok, kontraksi semakin sering."

"Baik, saya periksa dulu ya. Ibu tenang ya,"

Dr. Hindun dengan cekatan memasang sarung tangan untuk memeriksa jalan lahir. Kontraksi kembali muncul saat itu. Beberapa kali dokter menghentikan pemeriksaan saat aku mengalami kontraksi. 

"Alhamdulillah sudah bukaan delapan Bu, tadi sudah makan belum? Ibu masih kuat berdiri tidak Bu? Kita pindah ke ruang bersalin ya." ucapnya tanpa jeda dengan tetap tenang. 

"InsyaAllah masih kuat dok, iya tadi sudah sarapan." ucapku. 

Alhamdulillah kontraksi saat ini sudah menghilang, sehingga aku masih bisa berjalan menuju ruang bersalin tanpa menggunakan kursi roda. Mas Adam membantuku yang berjalan tertatih sambil membawa perlengkapan melahirkan nanti. Wajahnya terlihat cemas menampakkan kekhawatiran pada kami. Bersyukur karena selama persalinan seluruh anak-anak ada Mas Adam yang selalu siaga menemaniku sampai selesai. 

Dokter dan perawat sedang menyiapkan alat-alat untuk proses persalinan. Punggung terasa sakit yang luar biasa, keinginan untuk buang air besar kembali hadir. 

"Dok, saya seperti ingin buang air," ucapku. 

"Baik Bu, saya periksa dulu ya."

Dokter Hindun sedang memeriksaku bersamaan ada seseorang yang juga masuk ke dalam ruangan. 

"Alhamdulillah sudah bukaan sepuluh Bu," ucapnya. 

Dokter Hindun memberikan instruksi kepada seorang perawat dan bidan yang akan membantuku. Mas Adam selalu setia menemani di sebelah, menggenggam erat tanganku. Mengingatkan untuk terus beristigfar dan berdoa pada Allah Ta'ala. 

"Bu, karena ketuban belum pecah sekarang mengejan untuk memecah ketuban ya. Ikuti kata saya." kata dokter Hindun. 

"Iya dok,"

"hitungan ketiga ibu mengejan dengan kuat ya, satu.. dua.. tiga... Ya Bu... Bagus,"

Saat mengejan terdengar suara yang keras seperti letusan balon yang menandakan ketuban pecah. Dokter kembali menanyakan apakah aku sudah merasa ingin seperti buang air besar. Awalnya belum terasa, sampai tidak beberapa lama rasa itu kembali muncul. Dokter dan tim segera memberikan intruksiku untuk mengambil nafas panjang dan mengejan sekuat tenaga. 

Proses ini aku harus tetap membuka mata, mengerahkan seluruh tenaga untuk mengeluarkan bayi merah dari perut. Setelah mengejan pertama, Alhamdulillah langsung terdengar suara tangisan bayi di ruangan. 

"Oek... Oek....Oek..." sungguh nyaring tangisan pertama bayiku. 

"Alhamdulillah bayi yang cantik Bu, Pak," ucap dokter Hindun sambil membawa bayiku. 

"Alhamdulillah," ucap kami serempak. 

Rasa sakit yang tadi kurasakan hilang seketika saat bayi mungil ini diletakkan di dada. Dokter masih membersihkan plasenta saat tindakan IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Saat pelepasan plasenta ini aku sekali lagi disuruh mengejan agar terlepas dari dinding rahim. Setelah plasenta keluar, maka tahap akhir mereka membersihkan rahim agar bersih. 

Tim dokter membersihkan rahim dengan teliti dan alhamdulillah tanpa ada jahitan, sehingga proses penyembuhan nanti akan lebih cepat. Saat dokter membersihkan rahim juga dilakukan IMD. Tindakan ini adalah pelekatan kulit bayi ibu dan janin untuk merangsang bayi dalam proses menyusu. 

Melihat setiap gerakan bayi merah yang baru saja terlahir ke dunia sungguh sangat mengharukan. Kudekap lembut sambil menyangganya agar merasa nyaman. Gerakan yang dilakukan mampu memberikan kedamaian. Tangan kecilnya yang mampu memberikan kebahagiaan.

"Bagaimana kondisinya Bu?" ucap perawat saat aku masih menikmati hisapan bayi. 

"Alhamdulillah ini sudah mulai terasa mules mbak setelah adik bisa mendapatkan hisapannya." 

"Alhamdulillah, kalau begitu sekarang saya bersihkan adik dulu ya Bu."

"Iya mbak,"

"Alhamdulillah setelah kita lakukan IMD nanti menunggu sebentar untuk pindah ke ruangan rawat ya bu." ucap dr. Hindun menjelaskan. 

"Iya dok. Memangnya apa manfaat IMD dok?" tanya Mas Adam. 

"IMD sangat banyak manfaatnya Pak, selain merangsang dalam proses menyusu bayi. Manfaat lainnya adalah memperkuat hubungan ibu dan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh karena kesempatan mendapatkan kolostrum lebih besar. Kolostrum merupakan cairan berwarna kuning pekat yang pertama keluar dari ASI yang memiliki kandungan nutrisi tinggi juga berfungsi untuk meningkatkan imun bayi." penjelasan dr. Hindun dengan telaten. 

Perawat membawa bayiku dan tinggal aku dan Mas Adam saja di ruangan ini. Bayi kami dipakaikan baju, mengukur panjang badan dan berat badannya. Usai bayi diberikan kepada kami, kemudian Mas Adam melakukan tahnik. 

Tahnik ini merupakan salah satu sunah yang dilakukan Nabi Muhammad setelah bayi lahir. Mengunyah kurma sampai lembut, kemudian menempelkan di langit-langit mulut bayi. 

"Terima kasih ya Dik, sudah berjuang untuk anak-anak kita." ucapnya dengan tulus. Rona bahagia yang terlihat jelas di wajah putihnya. 

"Aku juga bersyukur memiliki imam yang selalu siaga untuk kami,"

Rasa bahagia kini menyelimuti hati kami. Bersyukur Allah telah memberikan amanah gadis kecil yang akan menambah gelak tawa di rumah kami. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status