Share

Balas Dendam

Author: AL
last update Last Updated: 2021-10-21 11:19:04

1 bulan lamanya Aji berlatih fisik. Tubuhnya kini sangat berotot dan terlihat kekar. Namun kulitnya sedikit hitam karena terlalu seringnya dia berlatih di bawah sinar matahari.

Latihan berikutnya yang harus dia lakukan adalah pengolahan tenaga dalam. Prayoga mengajak Aji ke sebuah lubang kawah bekas letusan yang ada di atas gunung. 

Meski sudah meletus, namun kawah gunung tersebut masih mengeluarkan lava panas yang mengepulkan asap tebal. 

Prayoga memberi perintah kepada Aji untuk duduk bersila di bibir kawah yang sangat panas tersebut. Awalnya, Aji masih ragu untuk melakukannya. Namun sebuah penjelasan dari Prayoga membuatnya melupakan rasa takutnya. 

"Takut itu tempatnya ada di dalam pikiran, Aji. Panas, dingin dan semua yang ada di bumi ini hanyalah makhluk ciptaan Dewata, termasuk kita. Jika kita bisa menyatu dengan makhluk lainnya, tidak mungkin mereka akan menyakiti kita," Papar Prayoga menjelaskan.

Aji mengangguk-angguk mencoba memahami penjelasan lelaki tua itu.

Prayoga mengajarkan Aji cara menarik unsur alam yang ada di sekitarnya, dan unsur murni yang ada di dalam tubuhnya. Tak lupa lelaki tua itu juga mengajarkan untuk menyatukan kedua unsur di dalam tubuh dan menampungnya di dalam sum-sum setiap tulangnya.

Butuh waktu cukup lama bagi Aji untuk melakukan apa yang diperintahkan Prayoga. Namun berkat tekad dan kemauannya yang kuat, serta dibantu dengan kualitas tulangnya yang di atas rata-rata manusia biasa, dalam 3 minggu kemudian dia bisa menyelesaikan pelatihan tenaga dalamnya.

Prayoga tersenyum melihat perkembangan yang ditunjukkan Aji. Jika manusia biasa yang melakukan latihan tenaga dalam seperti yang diajarkannya kepada Aji, paling tidak butuh waktu minimal 3 bulan untuk menguasainya.

Setelah memberi waktu tiga hari kepada Aji untuk beristirahat, Prayoga memulai pelatihan ilmu kanuragan kepada lelaki muda itu.

Dengan telaten dan sabar, Prayoga membimbing Aji agar bisa menguasai semua jurus yang dimilikinya. Aji yang sudah terbiasa dengan ritme latihan yang diberikan Prayoga kepadanya, membuatnya lupa dengan yang namanya waktu.

Tak terasa, sudah dua tahun lamanya dia menimba ilmu dari lelaki tua itu. Semua ilmu yang dimiliki Prayoga pun sudah sepenuhnya dikuasainya dengan sempurna.

Kini, tibalah saatnya bagi dia untuk membalas dendam atas kematian anak dan istrinya.

"Aji, entah aku harus bilang apa tentangmu. Tapi, aku merasa sudah saatnya kau membalas kematian anak istrimu. Semua jurus dan ajian yang kumiliki sudah kau kuasai dalam waktu yang singkat. Pergilah dan balaskan dendam anak istrimu!" ucap Prayoga.

"Tapi Kakek dengan siapa di sini?" tanya Aji penasaran. 

"Aku sudah terbiasa sendiri. Mungkin juga sudah saatnya aku kembali ke tempatku setelah sekian lama mencarimu. Tugasku juga sudah selesai untuk membimbingmu. Selebihnya, kau harus mencari sendiri di mana beliau berada!"

"Beliau siapa, Kek? Dan di mana aku harus mencarinya?"

Prayoga mengambil pedang berwarna hitam dari dalam lemari kecil dan memberikannya kepada Aji. "Aku tidak boleh mengatakannya padamu. Pedang Kegelapan inilah yang nanti akan menuntun jalanmu. Pelajarilah pedang ini sebaik-sebaiknya, dan ajaklah dia berkomunikasi dengan hatimu!"

"Berarti pedang ini bernama Pedang Kegelapan? Kenapa dinamakan seperti itu?" Aji sedikit heran dengan nama pedang hitam i yang menurutnya aneh.

"Ratusan tahun dulu, pemilik pedang ini adalah mantan pendekar aliran hitam tingkat wahid yang disegani di dunia persilatan, baik oleh aliran putih, netral atau hitam. Namun suatu ketika, muncul seorang pendekar yang tidak pernah terdengar namanya sama sekali, berhasil mengalahkan dia." Prayoga menerawang memandang keluar gua.

"Sebelum pendekar aliran hitam itu mati, pendekar itu sadar dan dia meminta agar pendekar yang mengalahkannya membawa pedangnya dan memurnikannya." sambungnya.

"Lalu apa hubungannya denganku, kek?" 

"Pendekar aliran hitam itu adalah nenek moyangmu, Aji. Sebelum mati, dia ingin ada keturunannya yang bisa memperbaiki kesalahannya, dengan mempergunakan Pedang Kegelapan ini di jalan kebenaran."

"Aku semakin tidak paham, Kek." Aji menggaruk kepalanya.

"Garis besarnya begini... ternyata pendekar itu tidak bisa memurnikan pedang ini, karena dia tidak mempunyai darah murni sepertimu. Dan Pedang Kegelapan ini akan bisa murni dan kekuatan hitam di dalamnya bisa netral, jika ditetesi oleh darah murnimu. Kau sudah paham sekarang?"

Aji menggeleng, "Lalu kenapa tidak aku tetesi dengan darahku saja sekarang?"

Prayoga mulai kehilangan kesabarannya, "Aku pernah bilang kalau darah murnimu kotor karena perbuatanmu, bukan!?"

Aji kembali mengangguk.

"Lalu apa selanjutnya?" tanya Prayoga.

"Aku harus menemukan pendekar itu untuk memurnikan darahku kembali. Berarti, jika darahku sudah murni kembali, aku baru bisa menetralkan dan memurnikan pedang ini," jawab Aji. 

"Tapi kenapa pedang ini perlu dimurnikan, Kek? Apa dampaknya jika dibiarkan saja tanpa dimurnikan?"

"Itu yang hendak aku jelaskan padamu. Jadi, di dalam pedang ini terdapat sisi iblis yang bisa setiap saat menguasaimu saat kau menggunakan pedang ini. Meskipun kau menggunakannya di jalan kebenaran, kau akan bersikap seperti pembunuh berdarah dingin, dan itu munculnya bisa sewaktu-waktu tanpa kau sadari."

"Apa itu berarti aku tidak perlu menggunakannya sebelum pedang ini dimurnikan?" tanya Aji. Dia merasa perlu banyak bertanya agar bisa memahami tentang pedang kegelapan.

"Nanti seiring waktu berjalan, kau akan bisa mengerti kapan sisi iblis pedang ini berusaha menguasaimu. Dan setidaknya kau harus bisa menekannya agar kesadaranmu tidak sepenuhnya dikuasai."

"Baik, Kek. Aku sudah paham sekarang." 

"Sekarang kau boleh pergi untuk membalaskan dendammu. Aku sudah selesai dengan tugas yang diberikan kepadaku. Selamat tinggal, Aji." Prayoga tersenyum dan tiba-tiba saja menghilang tak berbekas.

Aji menggaruk kepalanya melihat Prayoga menghilang di depan matanya, "Kenapa aku tidak diajari ilmu untuk menghilang?" gumamnya pelan.

Selesai berkemas, Aji menggantung Pedang Kegelapan di punggungnya. Setelah itu dia berjalan menuju markas Winarto.

Seharian berjalan kaki, Aji sudah mendekati markas perampok yang sudah menghabisi nyawa anak dan istrinya tersebut.

Dengan tenang dia berjalan menuju pintu gerbang yang dijaga dua anak buah Winarto.

"Bukankah itu Aji? Ternyata dia masih hidup. Cepat laporkan kepada ketua!"

Salah seorang anak buah Winarto yang menjaga pintu gerbang berlari masuk ke dalam markasnya.

"Berhenti kau, Aji! Apa kau sudah bosan hidup dengan datang lagi kemari!?" 

Aji tersenyum sinis memandang bekas temannya itu, "Aku ingin mencabut nyawa kalian!" 

"Hahaha... Kau jangan bermimpi bedebah!" ucap lelaki itu sambil menarik pedangnya

Aji berjalan mendekati lelaki itu lalu menarik tubuh menyamping untuk menghindari ujung pedang yang mengincar perutnya. Dalam sekali pukulan, lelaki itu menggelepar di tanah setelah dadanya terkena serangan Aji dengan telak.

"Kau mencari mati saja!" Tatapan mata lelaki tampan itu tertuju kepada sosok yang sudah tergeletak di tanah.

Aji kemudian mendekati pintu gerbang yang terbuat dari kayu tersebut dan menendangnya dengan keras.

Braaaak!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Munawar Munawar
trus mantap
goodnovel comment avatar
Budi Efendi
lanjutkan mantappp
goodnovel comment avatar
antonoke339
JANGAN DIBACA LEBIH LANJUT DARI PADA KECEWA, SUDAH BACA SAMPAI HABIS, TERNYATA SDH 3 BULAN INI NGGK UPDATE...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mustika Naga Bumi   Kematian Raja Iblis (Tamat)

    "Kau! Energi apa yang kau miliki itu?"Raja Iblis dibuat heran dengan kemampuan lawan yang bahkan menurutnya memiliki kekuatan lebih besar dari pada yang dibayangkannya. Selain itu, energi yang keluar dari tubuh lawan sejauh ini tidak pernah diketahuinya."Itu tadi belum seberapa, Iblis busuk! Kali ini aku akan mengeluarkan semua kemampuan yang kumiliki!" Aji yang sudah memegang pedang Mustika Naga Bumi, mengerahkan semua energi yang dimilikinya.‘Tidak mungkin!’ pekik Raja Iblis dalam hati. Dia terkejut dengan energi pemuda itu yang menjadi berlipat ganda, setelah pedang di tangannya mengeluarkan aura hijau terang."Sekarang terimalah ajalmu! Kembalilah kau ke alammu Iblis biadab!” Pedang Mustika Naga Bumi di tangan Aji memancarkan energi yang begitu besar, bahkan lebih besar dari energi yang dikeluarkan Raja Iblis di awal kemunculannya tadi.Tiba-tiba saja, suara tawa Raja Iblis terdengar menggelegar. "Hahaha ... Aku memang terkejut dengan kemampuanmu, manusia hina! Tapi kau pun ju

  • Mustika Naga Bumi   Aji vs Raja Iblis

    Setelah debu pekat yang menutupi pandangannya menghilang, Aji yang masih dalam keadaan tergeletak di tanah bisa melihat dengan jelas jika Caraka masih berdiri dengan kokoh di tempatnya berdiri. Bahkan tubuhnya tidak sedikit pun bergeser dari tempatnya semula. Pendekar yang belum genap 30 tahun tersebut merasakan nyeri yang begitu hebat di dadanya. Dia kemudian terbatuk kecil dan lalu memuntahkan darah segar dari mulutnya. ‘Kekuatannya sangat besar. Bahkan energiku saja tidak mampu untuk menggoyahkannya,’ gumam dalam hati. Tubuh Caraka kemudian melayang satu meter di atas tanah. Dia lalu bergerak maju mendekati Aji yang belum juga bangkit berdiri, "Apa kau sudah sadar betapa jauhnya perbedaan kekuatan kita berdua? Aku tahu kau belum mengeluarkan energi terkuatmu, tapi meskipun kau mengeluarkannya, itu tidak akan merubah apapun!" Caraka yang masih merasa geram dengan Aji langsung melesat tanpa terlihat seusai berbicara. Tendangan kerasnya mendarat dengan telak di perut Aji, hingga m

  • Mustika Naga Bumi   Aji Vs Caraka

    Rasa terkejut Aji belum selesai, tiba-tiba saja muncul bayangan hitam berbentuk cakar naga melayang di angkasa. Bayangan hitam itu menutupi matahari sehingga suasana yang semula terang menjadi redup. “Jurus apapun yang kau keluarkan tidak akan bisa mengalahkan aku!” ucap Ki Brenggolo Karang. Seusai berucap, energi yang lebih besar meluap dari tubuhnya. Secara perlahan energi tersebut semakin membuat Aji tertekan. Namun suami Ratih itu masih menunggu kesempatan untuk menjatuhkan jurus Naga Bumi Mengoyak Langit yang masih mengambang di angkasa. Dia terus menarik unsur alam yang ada di sekitar hutan tersebut untuk menambah daya hancur jurus yang hendak dikeluarkannya. Sejauh ini, Ki Brenggolo Karang belum menyadari apa yang dilakukan Aji. Dia menduga lawannya itu hanya menggunakan tenaga dalamnya untuk bertahan dari tekanan energi yang dikeluarkannya. Selain itu, redupnya sinar matahari juga menurutnya hanya karena tertutup awan tebal saja.Beberapa saat kemudian, Cakar Naga raksasa y

  • Mustika Naga Bumi   Naga Bumi Mengoyak Langit

    Aura hitam yang menyelimuti tubuh Ki Brenggolo Karang perlahan menghilang. Dia sadar jika terus menggunakannya dalam jangka panjang, yang ada tenaga dalamnya akan berkurang drastis. Murid Caraka itu juga berpikir harus bisa mengefektifkan serangannya lebih tepat lagi. Dia melihat jika lawannya itu masih menyimpan kekuatannya yang sebenarnya. Itu terlihat dari kondisinya yang masih terlihat bugar meski sudah terkena serangannya.Melihat aura hitam di tubuh Ki Brenggolo Karang menghilang, Aji tersenyum lebar. Kuat dugaan energi lawan sudah berkurang cukup signifikan. Memaksa menggunakan kabut beracun dalam jangka panjang jelas menguras energinya.Di antara reruntuhan pepohonan dan kepulan debu, pertarungan sengit masih terus terjadi di antara kedua pendekar yang tidak henti bertukar serangan. Beberapa pohon kembali bertumbangan terkena dampak pertarungan mereka berdua.Seperti terjadi kesepakatan, mereka berdua melompat mundur mengambil jarak. Nafas mereka tersengal-sengal terasa berat

  • Mustika Naga Bumi   Aji vs Ki Brenggolo Karang 2

    Belum juga sempat menyeimbangkan tubuhnya, serangan kembali muncul tanpa terlihat oleh mata Aji. Dia hanya merasakan energi besar saja yang bergerak menyerangnya. Aji kembali bergerak menghindar. Dia melompat menyamping dua langkah. Namun tiba-tiba sebuah pukulan menghantam punggungnya dengan begitu keras, hingga membuatnya terjungkal dan bergulingan di tanah berulang kali. Batuk kecil terdengar dari mulut Aji. Sesaat kemudian, darah segar meleleh keluar dari sudut bibirnya. Sambil bangkit berdiri, dia mengusap darah tersebut dengan punggung tangannya. Belum sempat pemuda itu berdiri tegak, kembali sebuah serangan yang tidak bisa dilihat menghajar dadanya dengan telak. Beruntung Aji masih sempat menahannya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada ketika merasakan energi besar yang bergerak ke arahnya. Meskipun bisa melindungi dadanya, tapi tak urung tubuh Aji harus kembali terlempar hampir 12 langkah ke belakang hingga membentur sebuah batang pohon.Batuk kecil kembali te

  • Mustika Naga Bumi   Aji vs Ki Brenggolo Karang

    Sementara itu di sekitar lembah, terdapat sebuah gubuk kecil yang berdiri di dekat sungai kecil. Air di sungai itu berasal dari air terjun yang berada tidak jauh dari gubuk itu berdiri. Di dalam gubuk, Sanjaya terlihat duduk sendirian di sudut ruangan dengan wajah pucat pasi. Dia menunggu kedatangan Ki Brenggolo Karang yang menemui Caraka sejak dia baru datang di gubuk tersebut. Menjelang tengah malam, Ki Brenggolo Karang akhirnya kembali ke gubuknya yang biasa digunakannya beristirahat sehari-hari. Sanjaya yang tertidur sambil memeluk lutut, terbangun ketika terdengar suara pintu dibuka. “Ki, akhirnya kau kembali,” ucap Sanjaya pelan.“Kenapa kau kemari tanpa membawa gadis, Sanjaya? Apa kau tidak tahu jika proses yang dilakukan Guru Caraka sudah mendekati akhir?” tanya Ki Brenggolo Karang seraya menatap tajam Sanjaya yang menunduk ketakutan.“Maaf, Ki, sebenarnya tiga gadis tambahan yang dibutuhkan sudah tersedia, tapi sebelum aku membawanya kemari, ternyata anak buahku telah menc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status