Ini sudah sore, aku sudah tak sanggup untuk tiduran lagi, aku kahirnya membuka mata. Aku masih belum bergerak dan melihat sekeliling… memantau apakah semua dalam keadaan aman?
Aman. Ah…syukurlah. Dan disaat yang sama perutku berbunyi, kelaparan. Aku mengetik pesan kepada Rose, mengecek apakah mereka sudah berangkat atau belum. Linds : Kau sudah berangkat? Tak lama, Rose membalas. Rose : HmmLinds : Yea? Kau sudah berangkat? Kenapa awal sekali?
Aku seperti seorang anak abg yang sednag merengek dengan ibunya. Menyedihkan. Mungkin ini juga sebuah pertanda bahwa Rose akan cocok menjadi kakak iparku. Rose : Dave yang menggeretku keluar dari apartemen, aku sekarang sedang di mobil. Ia menyetir sendiri. Padahal aku mengecek, lokasinya hanya kurang dari setengah jam berkendara. No Idea… apa yang ada di kepala Dave, aku juga tak tahu. Linds : AkuAku mengurung diriku di kamar yang kukunci dari dalam. Sekarang sudah jam Sembilan malam, dan aku lapar. Great! Lagi-lagi aku dan kebodohan juga perutku.Aku masa bodoh kali ini, toh…ini apartemen kakakku, kenapa aku yang harus mengurung diri.Aku keluar, dan sesuai dengan prediksiku…ia sedang menonton tivi di ruang keluarga milik Dave. Ia mengenakan kaus yang sama dan celana bahan yang sama. Untuk seorang bodyguard…ia makan gaji buta, karena ia hanya makan dan nonton Tv saja selama ini. Gumamku.Aku tak menyapanya dan langsung ke dapur. Aku lapar. I don’t care…kalau perlu aku akan makan saja keju beku itu… daripada harus meminta tolong kepada Lucas memasakkan makanan untukku.Andai saja, aku bisa memesan makanan Chinese kesukaanku.Ah ya! Kenapa tak terpikirkan di kepalaku? Aku bisa memesan makanan kan?Aku berbelok dan kembali ke kama
Aku sedang memakan mie daging dengan rasa fantastis impianku, di depan pria yang wajahnya masam dan sedang memakan pasta buatannya. Ia membuat porsi yang cukup besar…sepertinya untuk dua orang. Jadi ia membuatkan untukku juga?Salah sendiri ia tak bilang sejak awal. Pikirku membela diri. Aku terhanyut dengan kekenyalan mie dan kekompleksan rasa kuah daging yang membuat lidahku berteriak nikmat. Apakah ini namanya foodgasm? Ah.. kenapa aku jadi ingat dengan Mario. Aku melirik kea rah Lucas, pria itu ternyata sedang memperhatikanku dengan mulut penuh pasta.“Pria itu… akan kau nikahi?” Tanyanya dengan suara rendah.Haruskah aku menjawab? Namun dengan no-talking rule yang aku sendiri buat, membuatku lelah. Aku ingin marah dengannya, aku butuh memarahi seseorang… memukul seseorang… atau bahkan menciumnya! Bukan karena aku mencari kesempatan…tapi karena aku mengalami perasaan yang bercampur aduk. Mixed of emotion.
Apa maksudnya mempertimbangkannya? Aku berdiam di kamar, aku akan mencoba menelepon Rose. Ia pasti sudah sampai kan?Dua dering berlangsung sebelum Rose mengangkat panggilanku.“Rose!”“Hu?! Huh? Aku barus sampai Linds!” Ucapnya seperti mengeluh.Aku menengok ke arah jam dinding. Sudah lebih dari jam Sembilan malam…dan mereka berangkat dari sore… bagaimana mungkin?!“Bagaimana bisa? Kan di dalam kota?!” Protesku.“Kakakmu… dia berbuat sesuatu, sampai mobil ini baru sampai resort semalam ini, dna ia harus pemotretan jam dua pagi… ia pasti akan mnyeretku, agh… aku mau tidur Linds!” Keluh Rose. Ia memang terdengar lelah.“Wait Rose, aku tak ada orang yang bisa kutanyai…tunggu sebentar, okay?”“Kenapa? Kau mau aku ajari cara memasak nasi goreng? Nyalakan kompor…”“No… aku sudah makan, bukan it
“Ayo Rose! Kau harus berjalan lebih cepat!” Perintah Dave yang sudah tak sabaran kepadaku. Ia membawa dua buah duffel bag berisi pakaianku dan pakaiannya. Aku padahal hanya mengemas dua pakaian…entah ia membawa apa saja…padahal besok kami sudah akan pulang, atau besok lusa maksimal?Aku hanya mengumam betapa ia sangat tak sabaran, walau aku ikut mengikuti langkahnya yang panjang.“Kenapa kita berangkat sire? Padahal kau masih bekerja nanti dini hari?” Protesku.“Ada banyak yang harus kulakukan.” Jawabnya, ia memasukkan semua barang ke dalam bagasi dan menyuruhku duduk di kursi penumpang depan. Ia sendiri yang memasangkan aku seat belt.Ia mengendara selama dua menit dan melakukan panggilan dengan sebuah hands free.Ia sepertinya bertanya dan memastikan semua persiapan photo shoot berjalan dengan lancar. Walau ia beberapa kali membentak orang yang dihubunginya.Di saat yang sama Lindsay emnele
Dave tak kunjung tiba. Tadi Lindsay meneleponku dan menceritakan drama hidupnya yang konyol. Perempuan itu berusaha bermain petak umpat dengan pria yang ditugaskan menjadi body guardnya.Aku memakan burgerku yang sejak tadi tak kusentuh. Walau tubuhku rasanya sakit dan pegal semua.. rasa lelah ini tak mampu mengalahkan penasaran dimana keberadaan Dave saat ini.Kenapa sudah jam sepuluh malam ia tak kunjung datang. Akhirnya aku terbuai dengan kantukku dan tertidur. Aku baru terbangun saat ada orang yang menggoyang bahuku perlahan. Ia membisikkan namaku dengan lembut di telingaku."Apa?" Tanyaku dengan suara serak.Dave sudah berganti dengan pakaian resminya. Apakah sudah saatnya pemotretan?Dengan kepala masih setengah sadar, aku duduk dan mencari jam di dinding. Masih jam setengah dua. Apakah acaranya akan dimulai?“Apakah waktunya pemotretan?” Tanyaku dengan suara serak.Dave duduk di depanku, dan menggeleng. Wajahn
Keluargaku? Untuk apa mereka ke sini? Mereka terlihat sangat rapih dan formal. What the heck …is happening here?! Aku menoleh kembali ke arah Dave, dan saat aku tiba di depannya. Ia menawarkan sebuah tangan untuk kugenggam. “Dave…kenapa keluargaku ada di sini? Ayah dan Ibuku. Apa yang terjadi? Apa ini? Acara apa ini?” tanyaku beruntun. Ia tak menjawab, malah ia mengajakku berjalan ke sebuah bukaan dengan alas karpet indah berwarna putih, dengan langit-langit sebuah gazebo penuh bunga hidup. aku menjadi semakin bingung, karena saat aku melirik kea rah Dave, ia hanya tersenyum simpul. “Dave…ini apa?” Bisikku lagi. Tak ada banyak orang di ruangan ini, mungkin ada sekitar dua puluh orang di sini. Namun beberapa dari mereka tak kukenal wajahnya. Apakah mereka para model itu? Tapi kenapa mereka semua paruh baya? Semua pertanyaan berkecamuk di dalam kepalaku, sampai aku tak sadar bahwa kami sudah tiba di bukaan b
Saat Lucas keluar dari kamar mandi, lampu kembali hidup. Aku memekik kaget saat melihat wajah Lucas dengan pencahayaan sempurna.“Apa yang terjadi?” Tanyaku tercekat. Di pipi sebelah kanannya ada sebuah goresan dari samping matanya sampai ke rahangnya, dan luka itu terlihat dalam.Aku berjalan maju dengan mata membelalak.“APa yang terjadi? Kenapa bisa seperti itu?” Tanyaku masih tak percaya.Ia tak menjawab, mata hijau tuanya menatapku, seperti orang melamun.“Lucas!” Ucapku setengah berteriak, aku lalu membawanya ke atas kasurku dengan menggandeng tangannya. Lalu aku berbalik, berjalan cepat kea rah pintu dan melihat ke luar, aku memastikan tak ada seorang pun di luar.“Tak ada orang lain di apartemen ini, sudah kuperiksa.” Ucap Lucas paham dengan apa yang kulakukan. Aku lalu menutup pintu dan menguncinya. Aku sempat bersandar pada pintu dan menetralkan detak jantungku.“Ya Tuhan
“Aku tak mau tidur sendirian!” Ucapku setengah merengek. Masa bodoh. Aku masih takut. Aku menoleh ke arahnya, ia hanya diam dan memandangku seperti orang melamun. “Kalau kau kira aku sedang berusaha merayumu… tenang saja..itu tak terjadi, masa itu sudah berlalu sangat lama.” Ucapku cepat. Aku takut ia salah paham dengan ucapanku tadi. Aku hanya takut, dan masih sedikit trauma dengan kejadian barusan. Mengingat tempat ini juga sangat luas…memabayangkan aku tidur sendirian setelah kejadian tadi, cukup membuat bulu kudukku berdiri. Belakangan ini, Lucas selalu terliaht melamun, sambil melihat wajahku. Apa ada yang salah dengannya? Atau ia mengingat seseorang karena melihat wajahku. Ieww… jangan bilang mantan pacarnya mirip denganku! “Aku mau tanya, boleh?” Tanya Lucas dengan suara lembut. “Huh? Tanya? Ya…tentu…” Jawabku bingung. “Ya. Saat itu… saat di lorong koridor rumahmu di Athena, saat kau berusaha menciumku. Saat itu kau masih gadis