Share

Andra Dikeroyok

Tiara yang mendengar anaknya menangis segera turun dari tempat tidurnya dan berjalan keluar kamar menuju kamar anaknya yang berada tepat di sebelah kamarnya itu. Dia pun segera menghampiri buah hatinya yang duduk di atas tempat tidurnya itu sambil mengulurkan tangan kecilnya padanya meminta digendong.

"Maamaa..Mamaaa..huaaa..."

Dia pun menggendong anaknya itu dan menimangnya sambil menepuk-nepuk punggungnya pelan berusaha untuk menenangkannya agar berhenti menangis.

"Iya, sayang Mama di sini. Kamu kenapa? Kamu kok tiba-tiba nangis gini? Kenapa Mama tanya. Iya sayang cup cup cup. Mama di sini, nggak apa-apa ya. Kamu tenang ya?" bujuk Tiara.

Ada apa ya dengan Nayla? Mengapa tiba-tiba dia menangis keras seperti itu? Tidak biasanya buah hatinya terbangun di jam sekarang ini dan menangis sekencang itu. Apa terjadi sesuatu ya dengan Raka suaminya? Ah semoga saja tidak. Dia selalu berharap suaminya itu baik-baik saja. Suaminya itu sudah seminggu berada di luar kota untuk mengurus pabrik miliknya yang berada di sana dan sudah selama itu pula suaminya itu tidak menghubunginya. Bahkan sekedar untuk mengabari bahwa dia sudah sampai di sana pun tidak. Dia jadi cemas. Apalagi sekarang anaknya menangis seperti itu semakin membuatnya gelisah saja.

"Kamu haus, Nak? Sebentar ya, iya sayang, cup cup cup udah ya, Nak. Jangan nangis terus ya?" Tiara terus membujuk buah hatinya itu dengan sayang. Dia pun mengambil segelas susu yang masih hangat itu untuk Nayla yang ada di meja dekat tempat tidur kemudian meminumkannya ke anaknya itu namun Nayla menolak dan kembali menangis.

"Kamu kenapa sih, Nayla sayang? Udah ya cup cup cup sayang." Tiara mencium pipi Nayla dengan penuh kasih sayang. Berharap tangisan anaknya mereda.

"Nayla kenapa ya? Apa terjadi sesuatu sama Mas Raka ya?" batin Tiara namun dia segera menggelengkan kepalanya membuang pikiran buruk tersebut dari kepalanya. "Semoga Mas Raka baik-baik aja."

Dia terus berusaha menenangkan anaknya yang terus menangis itu sambil menimangnya dan mengecup keningnya.

Sementara itu Andra yang sedang dalam perjalanan pulang dari bekerja dengan mengendarai motornya itu tiba-tiba saja dia dihadang oleh kawanan orang tak dikenal saat melewati jalanan yang sepi. Terpaksa dia menghentikan motornya itu karena mereka menutupi jalan.

"Nah dia nih anak ingusan yang sok jagoan yang bikin kita jadi gagal dapet duit itu, Bos!" seru si copet yang tadi pagi gagal mencopet tas Tiara tersebut.

"Oh jadi dia cuma bocah? Dan lu kalah lawan dia?" sahut si bos murka pada anak buahnya yang menurutnya tidak becus dalam menjalankan tugas mencopetnya itu. "Payah lu!"

"Sorry, Bos abisnya dia nih licik." si copet mencoba membela diri.

Bosnya mendengus kesal. "Licik gimana? Alesan aja lu!" hardiknya.

Andra terlihat jengah dengan perdebatan mereka yang tak penting itu.

"Eh turun lu bocah ingusan!" perintah si bos copet pada Andra.

"Mau kalian apa sih sebenernya?" tanya Andra santai tak terlihat takut sedikitpun. Dia masih asyik nangkring di atas motor sportnya itu.

"Dia malah nanya? Hahaha"

Sontak para anak buah copet itupun tertawa kencang karena si bos menertawakan Andra.

"Malah nanya mau kita apaan, ya jelas lah kita bakalan ngabisin lu sekarang juga," seru si bos. "Turun nggak lu!"

"Iya, bos bener tuh. Kita beresin aja nih anak songong ini," sahut anak buahnya serempak setuju.

Dengan terpaksa Andra pun menuruti mereka, dia turun dari motornya bersiap untuk menghadapi mereka semua.

"Maju lu semua!" tantang Andra sambil membentuk kuda-kuda.

"Buruan beresin nih anak jangan kasih kesempatan buat napas lagi!" perintah si bos kepada para anak buahnya.

Sontak para anak buah copet itupun satu persatu maju mencoba menyerang Andra. Cukup lama mereka terlibat baku hantam namun mereka semua kalah telak karena Andra ternyata sangat kuat. Iyalah, Andra itu jago bela diri.

"Payah lu semua masa lawan anak piyik begitu aja kalah!" seru si bos yang marah sekaligus kecewa pada anak buahnya yang tersungkur di tanah babak belur di sekujur tubuh mereka padahal mereka semua lebih tua dan badannya lebih besar dari Andra.

Satu lagi anak buah copet yang masih tersisa ikut menyerang mencoba menendang Andra dari belakang namun lagi-lagi diapun gagal karena Andra dengan sangat sigap berbalik dan menendang perutnya hingga jatuh tersungkur di tanah di sebelah kawannya yang lain yang masih meringis kesakitan itu.

Bos copet itupun dibuat melongo. Sekarang nyalinya jadi ciut, tak menyangka Andra berhasil mengalahkan semua anak buahnya itu.

"Masih ada lagi nggak nih? Sini maju, gua ladenin!"

Melihat Andra yang menatap tajam ke arahnya membuat si bos copet ketakutan. "Ampun, Bos! Maapin gua yak?" pintanya memelas sambil mengatupkan kedua tangannya memohon kepada Andra agar dia tidak dihajar.

"Oke, kali ini gua maafin," balas Andra yang memang malas untuk melanjutkan perkelahian yang menurutnya sangat membuang waktunya itu.

"Makasih, Bos. Eh lu semua bilang maaf juga sama Bos kecil!" perintah si bos copet itu kepada semua anak buahnya.

"Iya. Maafin kita semua, Bos," ucap mereka serempak sambil berdiri dengan susah payah karena luka-luka di badan mereka.

"Iye. Ya udah gua cabut dulu," balas Andra yang kemudian menaiki motornya. Ingin segera pulang ke kos-kosannya untuk beristirahat.

Sesampainya di kosannya yang kecil namun rapi itu Andra duduk lesehan di lantai saking lelahnya bekerja ditambah berkelahi melawan para copet yang mengeroyoknya itu.

Dia kembali teringat pertemuannya dengan Tiara pagi tadi di pasar. Wanita itu semakin terlihat cantik bahkan hanya memakai daster dan rambut yang hanya dicepol asal itu. Oh iya, dia juga teringat anak perempuan cantik di gendongan wanita itu. Apa jangan-jangan anak itu benar anaknya ya? Dia jadi berpikir keras tentang hal tersebut.

"Gua harus cari tau," gumam Andra dengan tekadnya yang kuat.

Keesokan harinya di rumah Tiara.

"Mama berangkat dulu ya, sayang," pamit Tiara sambil mencium pipi Nayla yang sedang digendong oleh ibunya itu.

"Iya. Mama juga hati-hati ya?" balas Nayla pelan.

Tiara tersenyum. "Iya, sayang. Kamu jangan nakal ya sama Oma," pintanya sambil mengelus pipi anaknya membuatnya anaknya itu terkikik senang.

"Iya, Ma. Nayla nggak nakal kok."

"Pinter anak Mama."

Ibunya tersenyum melihat interaksi manis antara anaknya dan juga cucunya itu.

"Ya udah aku berangkat dulu ya, Ma."

"Iya, Nak. Kamu hati-hati ya di jalan."

"Iya, Ma."

Setelah mencium tangan sang ibu, Tiara pun pergi meninggalkan rumahnya untuk bekerja di toko handphone di salah satu Mall di kotanya. Iya, dia memang bekerja meski suaminya sudah sangat mencukupi kebutuhan mereka, dia hanya merasa tak enak jika hanya menerima uang dari suaminya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status