Share

BAB 2

Author: Icas Sia
last update Huling Na-update: 2022-08-18 11:29:43

“Ay tidak mau Pa!”

Sangkal gadis bertubuh mungil dengan rambut kuncir kuda khas anak seusianya. Bibirnya yang berwarna merah ranum pun sudah maju beberapa centi. Menandakan Aylin memang sedang tidak bercanda.

“Dengerin Papa dulu Nak.”

Dengan terpaksa Aylin menghentikan langkah kakinya yang sudah menaiki tangga. Meski begitu ia tetap enggan memutar tubuhnya menghadap sang Ayah.

“Enzo itu rekan bisnis terbaik Papamu Ay,” ungkap Sekar, Ibu Aylin yang masih terlihat awet muda.

Apa hubungannya semua itu? Aylin bertanya-tanya dalam hati. Pemuda slengean yang sering nongkrong di depan gerbang sekolahnya berniat ingin menikahi dirinya. Benar-benar diluar dugaan Enzo adalah rekan bisnis Rendy, Ayah Aylin.

“Tapi Ay masih bocil Ma. Baru juga kelas XI,” protes gadis remaja itu tidak terima.

Respon yang normal untuk remaja SMA seperti Aylin. Sebenarnya Rendy juga cukup menyayangkan jika gadis kecilnya menikah secepat itu. Tapi melihat keseriusan Enzo perihal putrinya. Akhirnya ia memilih untuk mengalah. Toh ia yakin Enzo bisa menjaga Aylin layaknya ia yang sudah menjaga gadis itu selama 16 tahun.

“Dia laki-laki yang bertanggung jawab Ay. Sudah turuti saja kemauan Papamu.”

Mutlak. Mau menyangkal sekuat apapun Aylin tetaplah anak kecil yang tidak bisa menyanggah orang tua. Ia juga teramat takut jika dikatakan menjadi anak yang durhaka kepada orang tua. Tapi ia baru kelas XI?

“Tapi Pa, Aylin mau melanjutkan sekolah.”

Bukan Aylin namanya jika tidak bisa membuat alibi. Bukan ingin melawan tapi ia hanya mencoba untuk mencari alasan. Sungguh ia tidak ingin masa depannya suram seperti remaja yang terjebak pernikahan dini yang pernah ia baca di berita.

“Ay, dia berjanji pada Papa. Dia akan menjagamu dengan baik. Lagipula nikahnya kalau kamu udah lulus SMA kok.”

Hanya beberapa kalimat namun berhasil membuat Aylin mengatupkan bibir rapat. Iya, Aylin tidak pernah berani menyanggah perkataan sang Ayah. Ah sudahlah ia terlalu belum siap menerima tawaran menikah. Toh masih sekitar satu tahun lebih.

Sementara disebuah rumah bernuansa klasik namun berkelas, nampak seorang laki-laki berusia 28 tahun sedang merebahkan diri di sofa malas. Mata elangnya menatap daun yang berguguran diterpa angin. Enzo tidak bisa menghentikan bibirnya yang terus menyunggingkan lengkungan tipis.

“Sehat Mang?”

Reflek Enzo memutar kepala melihat suara familiar yang terdengar sedikit cempreng. Astaga bernyali sekali Enzo mengatai wanita paruh baya disampingnya cempreng. Wanita itu adalah Elena, ibu Enzo.

“Bunda mah gitu, anak seganteng seleb masak manggilnya Mamang,” protes Enzo kepada Elena.

Geli dengan ucapan pemuda di hadapannya Elena hanya bisa terkikik kaku. Bukan kali pertama putra semata wayangnya itu terlampaui percaya diri seperti itu. Tapi memang benar Enzo setampan seleb menurut Elena, entah menurut orang lain.

“Besok ikut Bunda ke petshop ya?” bujuk Elena. Pasalnya Enzo selalu menolak ajakannya.

Enzo memutar bola mata malas. Ia tahu ada maksud tersembunyi dari permintaan wanita yang ia panggil dengan sebutan Bunda itu. Bukan tanpa alasan, petshop adalah tempat Elena bertemu dengan kawan lamanya. Hal itulah yang membuat Enzo sangat malas jika diajak pergi menemani sang Ibu.

KRING!!!!!!

Tidak seperti hari-hari sebelumnya. Siang ini gadis bertubuh mungil dengan sweater oversize nampak murung di kursi taman sekolah. Sepoi angin dibawah pohon rindang ternyata tidak bisa menyejukkan hatinya sama sekali. Pikirannya terus berkelana mengingat perkataan kedua orang tuanya perihal perjodohan.

“Arrrgghhh!! Kenapa aku terus memikirkan om-om itu?? Toh dia juga tidak menemuiku lagi.”

Monolog Aylin memerutuki dirinya sendiri.

“Cie, mikirin pangeran norak ya Ay?”

Demi apa, Aylin terkejut setengah mati melihat Sesil yang entah sejak kapan duduk disampingnya.

“Sejak kapan kamu disini hah??” tanya Aylin kebakaran jenggot.

Sesil mengedipkan sebelah matamya, “10 menit yang lalu.”

Ya Tuhan, bagaimana bisa aku tidak sadar sama sekali? Batin Aylin mengutuk diirnya sendiri. Apa mungkin virus pangeran norak itu sungguh membuatnya terlena? Membayangkannya saja ia sudah merinding.

“Om itu beneran gebetanmu ya Ay?” tanya Sesil penuh selidik. Tak lupa ia memasang wajah curiga.

Secepat kilat Aylin menggelengkan kepala tanda tidak setuju dengan tuduhan itu.

“Yakali pacarku setua itu Sil!” sanggah Aylin.

“Oh pacar toh?” goda Sesil semgaja menekankan kata pacar kepada sahabatnya yang terlihat menggemaskan saat sedang menahan marah.

“Dih amit-amit!”

Deru mobil mewah menghentikan percakapan dua gadis remaja yang sama-sama sedang menunggu jemputan pulang sekolah. Tanpa aba-aba Aylin dan Sesil menatap seseorang yang keluar dari mobil mewah keluaran terbaru itu.

Bingo! Sudah lama sekali Enzo tidak melihat pemandangan yang paling ia sukai beberapa hari ini lantaran ia harus pergi keluar kota. Dan beruntungnya ia langsung disambut peri kecil cantik yang selalu memenuhi kepalanya.

“Hai tuan putri,” sapa Enzo seraya menghampiri Aylin yang duduk mematung.

“Om panjang umur baru juga diomongin udah nonggol aja,” celetuk Sesil.

Enzo mengernyitkan alis tak paham.

“Kamu ngomongin saya??”

“Aylin Om.”

Apa? Sesil benar-benar minta dibogem. Dengan sengit Aylin mencubit kecil pinggang sahabatnya yang sudah asal bicara.

“Tidak! Jangan percaya!”

“Serius Om. Tadi Aylin bilang kangen.”

Hah? Apa-apaan Sesil berkata seperti itu. Aylin sungguh tidak habis pikir.

Enzo mengedipkan sebelah mata menggoda gadis mungil yang pipinya tengah memerah. Dimata Enzo Aylin terlihat seperti buah tomat yang sudah masak. Cantik dan merah merona. Ia baru tahu Aylin seimut itu.

“Sesil!” bentak Aylin dengan galaknya kepada gadis bersweater sama persis dengan yang ia kenakan.

“Serius Om aku gak bohong. Tadi Aylin nglamunin Om, sumpah.”

Aylin merinding sekaligus mual melihat ekspresi laki-laki jangkung dihadapannya. Pasalnya Enzo memasang wajah yang sulit sekali diartikan karena terlalu norak bagi Aylin. Sungguh kentara sekali laki-laki itu sedang berbinar bahagia.

“HOEK ...!”

Celetukan Aylin menyadarkan Enzo yang sedang berbunga-bunga. Sekejap ia langsung tersadar dari perasaan terbangnya mendengar pernyataan teman Aylin.

“Ya sudah pulang yuk!” ajak Enzo seraya menggandengan tangan kecil Aylin.

“Ih jangan pegang-pegang!” protes Aylin menepis tangan Enzo dengan sengit.

Bukannya marah laki-laki bertubuh jangkung itu justru melempar senyum. Ia menghargai gadis kecilnya yang menolak bergandengan tangan dengan dirinya. Meski ketus Aylin tetap menurut masuk ke dalam mobil. Tentu saja dengan wajah datar nan dingin.

“Nih oleh-oleh,” ucap Enzo menyambar kado yang sudah ia siapkan sejak beberapa hari yang lalu.

Mendengar kata oleh-oleh ekor mata Aylin melirik sekilas kotak berwarna cream lengkap dengan pita diatasnya. Dengan rasa penasaran tingkat dewa Aylin membuka kotak yang diberikan Enzo.

“Hah??”

Aylin melongo menatap isi kotak berwarna cream itu.

“Gimana? Suka?” tanya Enzo tersenyum ceria.

Aylin mengerjapkan bulu matanya yang lentik berulang kali. Ia mencoba membaca buku yang ada didalam kotak cream itu berulang kali. Namun ia yakin ia tidak sedang salah membaca.

BERSAMBUNG

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • My Absurd CEO   Bab 35

    Enzo menindih tubuh Aylin yang sengaja ia baringkan diatas kasur king size miliknya. Ia tatap mata Aylin yang terlihat sayu. Cup!Enzo kembali memangut bibir Aylin. Tangannya sudah bergerlya meraih apapun yang ada ditubuh mungil Aylin. "Sayang ..." Aylin mengejang kala dengan lihai tangan Enzo memanjakan dirinya. Tubuhnya sudah terekspos bebas tanpa sehelai benang pun. Tak henti Enzo menikmati jengkal demi jengkal tubuh mulus Aylin. Tanda merah bertebaran hampir diseluruh bagian tubuh Aylin. Enzo pun sudah melepas seulas handuk yang melilit sebatas pusarnya. Menampakkan tubuh berotot yang membuat Aylin menelan ludah. "Om kenapa berhenti?" tanya Aylin ia tatap kembali Enzo yang ragu.Laki-laki jangkung itu memutuskan untuk memeluk tubuh Aylin dari belakang. Enzo benar-benar mengutuk dirinya sendiri. Jahat sekali ia memanfaatkan Aylin yang polos demi gairah bejatnya."Maaf sayang kita tidur saja."Meski bingung Aylin akhirnya menurut. Tapi ia yakin Enzo sangat menginginkan dirinya b

  • My Absurd CEO   Bab 34

    "Ampun om ampun!"Enzo menatap nyalang gadis berseragam khas anak SMA yang bersimpuh dihadapannya. Memohon ampun pada Enzo yang tak bergeming sama sekali."Kenapa kamu terus menganggu Aylin!?" Tubuh Misel bergetar, ia memerutuki dirinya sendiri yang ceroboh. Hingga jejaknya mudah dibaca oleh Enzo. Padahal jelas rekaman cctv sudah diretas namun dengan bodohnya Misel justru tak sengaja menjatuhkan gelang perak miliknya disekitar pot bunga dekat majalah dinding."Jawab?!" Tubuh gadis itu berjingkit. Napasnya kembang kempis mendengar hardikan Enzo. Ia begitu takut dengan laki-laki itu."Sa-saya cuma disuruh."Enzo memincingkan mata setelah beberapa detik keningnya berkerut. Disuruh? Itu artinya Misel tidak seorang diri melakukan semua itu. Termasuk penghapusan cctv. Tidak salah lagi."Apa orang ini yang menyuruhmu?" cecar Enzo dengan menunjukkan sebuah foto laki-laki berjas rapi.Bagaimana ini? Misel menelan saliva. Ia sudah berjanji tidak akan membongkar identitas seseorang yang telah

  • My Absurd CEO   Bab 33

    Elena mengernyit heran dengan kehadiran sepasang suami istri yang sudah duduk santai di ruang keluarga. Begitupun Markus yang juga terperangah dengan pemandangan dihadapannya."Loh kalian disini??" tanya Elena berjalan mendekati Enzo dan Aylin yang sedang melihat tv."Bukannya kata Bi Unah ...""Iya sudah ketemu Bun. Dia tidur dirumah pohon," kata Enzo memangkas perkataan ibunya. "Hah ngapain tidur ditempat kotor seperti itu?" Cemas Elena segera merangkul menantu kesayangannya. Melihat dengan teliti barangkali ada yang lecet. Ia tidak akan mengampuni rumah pohon itu jika terjadi sesuatu dengan Aylin."Aylin, penasaran sama tempatnya Bun. Terus ketiduran."Jawaban polos itu membuat seluruh keluarga Delwyn bergeleng-geleng tak habis pikir. Kecuali Frans, ia sudah tahu adik iparnya itu memang bersembunyi di rumah pohon. Ia bahkan sengaja memancing Enzo untuk mengungkapkan kebenciannya langsung dihadapan Aylin. Agar gadis itu sadar dimana ia berada sekarang. Keluarga Delwyn bukanlah kel

  • My Absurd CEO   Bab 32

    Sorot cahaya rembulan mengusik Aylin yang terpejam. Matanya menyipit lantaran terkena cahaya bulan yang lebih terang dari malam sebelumnya. "Apa ini untuk merayakan hariku yang malang?" monolog Aylin seraya menatap agungnya sang rembulan yang membulat sempurna. Ditengah rasa kantuknya yang masih tersisa sedikit. Aylin terus mengucek bola matanya berharap rasa kantuknya agak berkurang."Hah apa ini?" ucap Aylin menatap lekat ukiran yang berada dirumah pohon yang kini sedang ia duduki.Enzo dan FransAylin mengusap tulisan yang terlihat samar namun masih bisa terbaca dengan jelas itu. Kayu yang sudah mulai ditumbuhi lumut tak membuat Aylin gentar mengusap beberapa ukiran yang terlihat sudah lawas."Sebuah kematian harus dibayar dengan jiwa"Mata Aylin mengerjap sepersekian detik membaca tulisan itu. Mendadak ia merasa sedang syuting film horor. Bagaimana bisa mereka bisa menuliskan hal semacam itu? Batin Aylin tidak paham. Dilihat dari gaya tulisannya yang acak-acakan sudah bisa dipas

  • My Absurd CEO   Bab 31

    "Bi, om sudah pulang ya?"Wanita berbadan tambun yang akrab di sapa Bibi oleh keluarga Delwyn reflek menoleh saat Aylin datang menghampirinya. Gadis itu nampak membawa segelas air putih."Sepertinya sudah Non. Tadi saya mendengar suara mobil."Aylin manggut-manggut mengerti. Setelah meneguk air putih ia beranjak dari kursi. Namun Aylin menyipitkan mata melihat Bi Unah yang datang membawa cangkir kosong menuju dapur."Loh memangnya ada tamu Bi?" tanya Aylin heran dengan cangkir yang biasa digunakan untuk tamu. Ia sedang dirumah sendirian tidak mungkin ada tamu penting saat rumah sedang kosong. Bahkan ibu mertuanya juga sedang ada acara keluar."Iya Non tadi ada mbak-mbak nyariin tuan muda."Aylin lantas berpikir, Mbak-mbak? Ah palingan rekan kerja Enzo di kantor. Aylin tidak ingin ambil pusing. Toh bukan urusannya juga."Non mau kemana?" tanya Bi Unah karena Aylin terlihat buru-buru."Mau nyari om Enzo Bi," sahut Aylin tanpa menoleh ke belakang. Ia terus fokus berjalan ke depan menuju

  • My Absurd CEO   Bab 30

    "Aku sudah mengganti semua harta Aylin menjadi atas namaku kak."Wow, Frans sungguh tercengang dengan penuturan adiknya itu. Bisa-bisanya ia tidak tahu akal bulus Enzo. Jadi itu musabab Enzo keluar kota beberapa hari yang lalu. Ada untungnya juga Aylin masih dibawah umur. Semua hak waris bisa diwakilkan oleh walinya."Ini baru adikku."Frans mengacak rambut Enzo bak anak kecil. Hal yang paling sering Frans lakukan dulu saat Enzo masih kecil nan polos. Kini adiknya itu sudah tumbuh menjadi pria dewasa. Yang bahkan jauh lebih licik dibandingkan dengan Frans."Tapi kenapa kamu tidak menceritakan tentang Aylin ke Viola?" Enzo nampak berpikir sejenak. Ia memang tidak pernah mengatakan apapun tentang Aylin kepada Viola. Untuk apa juga? Enzo merasa itu tidak penting baginya. Viola bukan ibunya yang harus mengetahui semua tentang kehidupannya."Bukannya kamu cinta mati dengannya, hahaha."Frans tertawa mengingat betapa cintanya Enzo dengan Viola. Gadis yang bahkan pernah menyelingkuhi Enzo d

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status