Share

Bab 3

“AKU BUKAN ANAK PAUD!!!”

Aylin menggerutu membaca dan meresapi buku yang kini ia pegang. Matanya yang semula berbinar pun berubah menjadi nanar. Lagipula apa yang ia harapkan dari seorang Enzo yang super absurd itu.

“Kata siapa buku mewarnai hanya untuk anak paud?”

Lirikan tajam menghujam Enzo yang berwajah ceria tanpa dosa. Sontak laki-laki berwajah jenaka itu menutup mulut.

“Om anak SMA mana yang masih memakai buku mewarnai?”

Enzo menggaruk rambutnya yang sama sekali tidak gatal. Ia juga tidak paham mengapa ia melakukan hal demikian. Ia hanya merasa otaknya bekerja dengan keras untuk memikirkan pertanyaan Aylin.

“Hmmm ...”

Laki-laki berbadan jangkung itu masih mencoba berpikir dengan logikanya. Mengapa pertanyaan Aylin sulit sekali untuk ia pahami.

Cklek!

“Hehe, iya ayo jalan aja.”

Tanpa basa-basi lagi Enzo segera menyalakan mesin mobilnya. Jiwa tidak pekanya menguap begitu saja saat melihat gadis disampingnya sudah bersiap mengenakan sabuk pengaman. Perjalanan pun berlalu dengan keheningan tanpa ada yang mau membuka obrolan.

Aylin memutar bola mata malas dengan berbagai pertanyaan yang sebenarnya bersarang didalam kepalanya. Banyak sekali yang ingin ia tanyakan pada laki-laki yang mengaku rekan bisnis ayahnya itu. Tunggu, jika diperhatikan laki-laki yang berada disampingnya itu lumayan juga. Batin Aylin mulai bergejolak.

“Enggak!” ungkap Aylin seraya memukul kepalanya pelan menampik perasaan aneh yang timbul di otaknya yang mulai tidak masuk akal.

“Apanya yang enggak?” tanya Enzo penuh selidik.

Tubuh Aylin menegang tidak mungkin ia mengatakan apa yang ia pikirkan. Lagi-lagi gadis mungil itu merona membuat Enzo terkekeh geli.

“Iya aku emang ganteng.”

Aylin semakin mematung mendengar pernyataan terlalu percaya diri itu. Tidak ingin Enzo terbang ke angkasa Aylin segera menggelengkan kepala.

“Jangan ngada-ngada deh,” sanggah Aylin memasang wajah sedatar mungkin.

Tidak memakan waktu lama mobil yang dikendarai Enzo dan Aylin tiba di sebuah toko bertuliskan Petshop dengan tempelan gambar hewan yang menjadi ciri khasnya. Aylin yang baru pertama kali datang ke petshop nampak begitu tertegun. Dengan heran ia melirik laki-laki disebelahnya. Namun keheranan itu semakin bertambah kala seorang Ibu paruh baya melambaikan tangan ke arah Enzo dan Aylin.

“Ibu itu siapa?” tanya Aylin setengah berbisik tidak ingin ada orang lain yang mendengar pertanyaanya.

“Lagi ikut acara uji nyali mungkin,” jawab Enzo sekenanya.

“Enzo...!” seru Ibu itu mencubit pinggang putra keduanya itu.

“Sakit Bun!” pekik Enzo mencoba melepaskan diri dari cubitan sang Ibu.

“Masak bunda dikatain lagi uji nyali sih. Ada-ada aja kamu,” gerutu Elena tidak terima.

Aylin yang sedari tadi menyimak percakapan anak dan ibu itu hanya bisa menahan tawa geli. Pantas saja Ibu paruh baya itu melambaikan tangan ke arahnya ternyata Ibu itu adalah Ibu Enzo.

Deg!

Calon mertua?! Batin Aylin terkejut.

“Ini gadis yang kamu bilang itu ya?” tanya Elena penasaran dengan gadis bertubuh mungil berseragam putih abu-abu yang berada tepat disamping putranya.

“Oh iya lupa. Kenalin Bun ini Aylin calon menantu,” jelas Enzo menimbulkan rona pipi Aylin kembali menyala.

Dengan malu-malu Aylin mengulurkan tangannya kepada Ibu Enzo. Entah mengapa ia sangat gugup layaknya seseorang yang benar-benar sedang bertemu dengan calon mertua.

“A ... Ay ...”

“Ayam.”

Aylin melotot protes dengan celetukan Enzo yang menyebut dirinya sebagai ayam. Sungguh menyebalkan!

Elena tersenyum geli melihat tingkah putranya dan gadis mungil dihadapannya. Benar-benar terlihat seperti sepasang remaja yang baru saja puber. Sangat tidak cocok sekali dengan umur Enzo yang sudah 28 tahun.

“Aylin tante,” ucap Aylin mencoba menutupi perasaan gugup yang menderu dadanya.

“Halo Aylin, panggil Bunda Elena aja ya.”

Semburat pink kembali singgah di pipi Aylin. Mendengar perkataan Elena membuat Aylin salah tingkah tingkat dewa. Aylin memang tidak bakat menyembunyikan perasaannya yang mudah tersipu.

“Anak nomor tiga Jeng?” sambar seorang wanita paruh baya yang terlihat seumuran dengan Elena.

Reflek Elena dan Aylin saling menggelengkan kepala.

“Itu calonnya Enzo Jeng,” sahut Ibu paruh baya yang lain layaknya seorang intel yang sudah paham betul dengan hubungan Aylin dan Enzo.

“Hah serius Enzo mau sama anak SMA?” celetuk Ibu-ibu semakin memanas. Jiwa pergosipan mereka mulai tersulut.

“Ibu-ibu sekalian saya kan berhak memilih siapapun yang akan menjadi pendamping saya. Memangnya kenapa kalau anak SMA? Toh dia mau sama saya.”

Ingin rasanya Aylin menabok Enzo yang berbicara terlalu percaya diri. Namun apalah daya ia tidak ingin Ibu-ibu itu semakin memojokkan dirinya.

“Nak Enzo jangan gitu. Kan kasihan masa depan Adik ini jadi suram kalau nikah muda,” imbuh kumpulan Ibu-ibu itu tidak habis pikir.

“Jeng anak saya ini seorang CEO. Mana mungkin kehidupannya suram,” sanggah Elena mulai tidak terima Enzo direndahkan.

Geram mendengar cemooh dari kumpulan Ibu-ibu arisan Elena memutuskan untuk menggandeng Aylin kembali memasuki mobil. Percuma saja melawan kumpulan arisan karena mereka akan selalu mendebat.

“Ay jangan dimasukkan ke hati ya,” ucap Elena mengusap surai hitam milik Aylin dengan lembut.

“Yaa gimana konsepnya Bun bisa masuk hati?” tanya Enzo dengan tatapan mata fokus pada jalan raya.

Tidak peduli dengan tatapan Elena yang seolah ingin membalik mobil saat itu juga.

“Memangnya kamu mau konsep seperti apa??” balas Elena sengit.

“Yaa paling tidak harus terorganisir,” sahut Enzo.

Aylin terkikik mendengar percakapan Ibu dan anak itu. Enzo memang paling bisa membuat ia tidak bisa berlogika.

“Kamu banyak-banyak sabar Ay. Enzo emang gak jelas anaknya,” ungkap Elena kepada Aylin yang masih menahan tawa.

“Bun, justru Aylin harus bersyukur punya calon Enzo.”

Tak lupa Enzo menyisir rambutnya dengan tangan. Entah ia melakukan itu untuk siapa. Pasalnya Aylin dan Elena berada di kursi belakang. Percuma saja ia tebar pesona di kursi kemudi.

“Itu yang Bunda maksud harus banyak bersabar Ay.”

Aylin tertawa renyah mendengar ucapan Elena yang terus saja menyangkah Enzo. Walaupun Ibu dan Anak itu tidak pernah berhenti berdebat tapi Aylin tahu hubungan mereka sangat harmonis.

“Bunda dulu ngidam apa sih?” tanya Aylin receh.

Elena tertegun sejenak. Akhirnya Aylin bertanya kepadanya karena ia khawatir gadis itu merasa tidak nyaman berada diantara dirinya dan Enzo. Nampaknya itu tidak benar.

“Dulu Bunda pengen ...”

“Pengen es kepal,” sambar Enzo mengintrupsi perkataan sang Ibu.

“Mana ada. Bunda gak pernah ngidam es kepal tuh!” sanggah Elena tidak terima.

Lagi-lagi Aylin tertawa mendengar pertikaian kecil itu.

“Apa sih Bun. Enzo emang lagi pengen es kepal kok,” ucap Enzo seraya memarkirkan mobilnya tepat di depan sebuah stand es kepal.

Aylin menatap wanita paruh baya disampingnya dengan tatapan tidak percaya.

“Bun itu benar anaknya?” tanya Aylin penuh tanya.

“Bukan, dia siapa ya.”

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status