Mentari menyinari bumi, burung-burung mulai bersautan. Musim panas ditandai dengan hujan terus menerus.
Hari itu Irish sudah diizinkan pulang oleh Dokter Richard karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.
"Kau sudah boleh pulang hari ini, tapi dengan satu syarat. Kau harus banyak istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran. Selingi dengan olahraga ringan." Dokter Richard memberi nasihat pada Irish.
"Apa sakit kepalaku ini parah, dok?" tanya Irish.
"Kau tidak perlu khawatir," hibur Dokter Richard. Dia pun melangkah keluar. Namun, dia kembali berbalik arah.
"Aah, Irish. Apa kau dan Ben sudah bertunangan? Aku mendengar berita itu dari beberapa teman. Apakah itu benar?"
Irish mengangguk, "Iya."
"Wah ... selamat ya. Aku sangat senang mendengarkannya, akhirnya Ben bisa memilih wanita mana yang akan dijadikan partner hidupnya kelak. Kau pasti sudah ta
Aku tidak akan bosen untuk memberitahu kalian, jangan lupa baca PARTNER LIFE. Slow up ya
Selepas acara di panti asuhan, hati Benjamin tampak lega. Bersenandung dengan ria hingga membuat Irish heran. "Kau kenapa? Dari tadi aku perhatikan senyum-senyum sendiri," tanya Irish. "Aku bahagia." Irish mengernyit bingung, dia tidak paham apa yang sedang dibicarakan oleh Ben. "Ayo tidur, sudah hampir tengah malam," ajak Ben. ❣❣❣ Sebuah notiv berbunyi dua kali, Irish yang sedang merapikan sprei menoleh menatap sebuah ponsel yang tergeletak di atas nakas. "Mungkin pesan dari orang kantor," lirih Irish pelan mengabaikan notivication yang masuk. Beberapa saat setelah itu Irish mendekati meja tersebut dan berniat merapikan laptop dan berkas-berkas milik Ben. Kali ini ponsel bergetar kuat. Irish melirik ke layar ponsel Ben, di layar hanya tertera sebuah nomor tidak dikenal +31xxxxxx. Suara getar ponsel berhenti, tapi setelah itu berge
Ben berdiri di dekat jendela kaca yang ada di ruangan kantornya. Dia menikmati pemandangan dari lantai tiga gedung tersebut. Setelah itu dia menoleh menatap ponselnya yang tergeletak di dekan pesawat telepon kantor. Berjalan mendekat ke arah meja kerjanya dan meraih ponselnya. Ben menekan ikon berbentuk amplop dan membaca sebuah pesan._Benjamin. Kenapa akhir-akhir ini kau berubah? Semua pesan yang aku kirim sama sekali tidak pernah kau balas dan setiap kali aku menghubungi, kenapa selalu kau tolak? Hari ini temui aku di Cozy Caffe, meja nomor dua tepat jam sepuluh. Tidak ada kata penolakan!_Holly ValeriaBenjamin membaca pesan itu dengan cermat kemudian menghapus pesan itu dan meletakkan ponselnya kembali ke meja.Tokk ... Tokk
Cinta memang ajaib, membuat banyak perubahan dalam diri manusia. Membuat dendam menjadi damai, membuat duka menjadi suka atau sebaliknya membuat kasih menjadi benci dan membuat sayang menjadi dendam. Dengan kata lain mungkin cinta adalah satu-satunya hal di dunia ini yang paling rumit. Di ciptakan untuk kebahagiaan namun terkadang justru menjadi sumber penderitaan.Cinta yang indah akan berakhir dengan bahagia tetapi cinta yang sengsara akan berakhir dengan benci. Seperti sebuah cermin, benci adalah bayangan dari cinta. Keduanya sama tapi sangat berbeda. Cinta dan Benci adalah hal yang selalu ada di dalam diri manusia."Musim gugur ... ya musim yang sangat aku sukai," celetuk Irish yang berdiri menghadap cendela menikmati suasana yang mellow saat itu.Daun-daun berwarna kuning kecoklatan berguguran di mana-mana, sesekali angin bertiup sepoi-sepoi menerbangkan mereka.Sejuknya angin di tambah suasana yang s
Ting Tong... Ting Tong....Suara bel rumah berbunyi beberapa kali, Irish yang sedang berberes-beres rumah segera melangkah dan membukakan pintu."Oh ... Ibu." Irish terlihat terkejut. Pasalnya tidak seperti biasanya wanita itu datang ke rumah tanpa memberi kabar terlebih dahulu."Ibu sengaja mampir ke sini karena kebetulan jalan searah. Ibu membawa ini untuk kalian." Nyonya Elaine memberikan sekotak bekal makanan pada Irish"Apa ini, Bu?" tanya Irish menerima kotak bekal dari Nyonya Elaine."Ibu tadi membuat sup kuah kental dan Macaroni Schotel. Benjamin sudah Ibu suruh untuk ke rumah, tapi selalu saja ada alasannya." Nyonya Elaine duduk di sofa."Kenapa Ibu tidak bilang padaku. Biar aku yang akan mengambilnya ke rumah, jadi Ibu tidak perlu repot-repot mengantar sampai ke sini."Nyonya Elaine tersenyum menatap calon menantunya."I
Siang itu Alex keluar masuk supermarket hanya untuk mencari buah belimbing pesanan istrinya. Namun, nihil hasilnya. Terpaksa dia langsung tancap gas ke kota Rotterdam. "Mumpung masih siang, lebih baik aku mencari buah itu ke Rotterdam." Sesampai di sana, Alex langsung menuju pasar tradisional dan akhirnya dia mendapatkan buah itu. "Maaf Bi, apa di sini ada buah belimbing?" tanya Alex. "Belimbing? Sepertinya tinggal lima buah," kata bibi si penjual buah. "Lima buah? Aku ambil semuanya," sahut Alex. "Anak muda, kau membeli buah belimbing sebanyak ini untuk apa?" tanya si bibi. "Apa kau pernah memakan buah ini sebelumnya?" lanjutnya heran.
Kedua insan yang sedang bermalam di hotel itu akhirnya tertidur pulas sampai pagi. Irish membuka matanya dan melihat Benjamin masih tertidur pulas. Irish begitu seksama menatap Benjamin, lelaki yang kini telah menggantikan posisi kakaknya, Alex. Perlahan Ben membuka matanya dan menatap Irish. Laki-laki itu membelai lembut rambut Irish. "Selamat pagi calon istriku," sapa Benjamin mencium kening gadis itu. Mendadak muka Irish menjadi merah seperti tomat, dia pun menenggelamkan kepalanya kembali ke dada lelaki itu. "Kau kenapa?" tanya Ben. "Boleh aku begini dulu." Irish menghirup aroma tubuh lelakinya. Ben tersenyum dan membelai lembut gadisnya. "Ayo bangun, sudah pagi. Kita akan ke lantai bawah untuk sarapan." Ben bangkit dari ranjang. Tok ... Tok ... Tok .... Suara pintu diketuk beberapa kali. Ben melangkah d
Sekembalinya mereka dari hotel, Irish langsung membaringkan tubuhnya yang ramping ke ranjang. Benjamin yang menyusul masuk kamar juga langsung ikut menjatuhkan tubuhnya di samping Irish."Aku belum masak untuk makan malam." Irish langsung bangun."Tidak perlu masak malam ini." Benjamin menarik tangan Irish hingga jatuh dipangkuannya."Kenapa aku tidak boleh masak? Apa di kulkas tidak ada bahan makanan untuk dimasak?" tanya Irish menatap Benjamin."Kakak iparmu tadi membawakan bekal makanan dari hotel," jawab Ben menatap lekat mata Irish dan semakin mendekat, semakin dalam dan bibir itu saling bertemu kembali. Ben mencium lembut bibir Irish."Ah ... Benjamin, aku ingin ke kamar mandi," kata Irish beralasan."Kenapa kau selalu menghindar?""Tidak. Aku hanya ingin cuci muka saja." Irish kembali beralasan.Irish melangkah masuk ke kamar mandi,
Flashback seminggu yang lalu. Ayana terus memperhatikan sebuah benda yang dia pegang. Binar mata bahagia terpancar saat dua garis merah terlihat. "Aku hamil." Ayana mengusap perutnya beberapa kali. Dia benar-benar bahagia. "Aku harus memberitahukan ini pada Alex." Ayana menyembunyikan benda itu saat akan keluar dari kamar mandi. Ayana melangkah pelan dan melihat Alex yang sedang duduk santai sambil menikmati teh hangat. Ayana berdiri tak jauh dari tempat Alex duduk, sebelum akhirnya Ayana mendekati Alex. Alex menatap heran istrinya yang hanya berdiri menatap dirinya. Alex pun berdiri dari duduknya. Tiba-tiba Ayana memeluk Alex dengan erat.