Share

Hari Sial

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-01-30 21:02:24

“Alasan tidak masuk akal apa itu.” Audrey memukul meja, walau tidak begitu keras.

“Apa ada yang salah, Bu?” Seseorang yang sedang menjelaskan sesuatu di depan ruang rapat langsung bereaksi.

“Lanjutkan saja.” Setelah mengatakan hal itu, Audrey kembali menunduk menekuri tablet yang dia pegang di tangannya.

Sudah lewat beberapa hari sejak kejadian di tempat olah raga dan Audrey masih saja merasa tidak habis pikir. Dia memang tidak mencari tahu lebih lanjut karena sibuk membuang waktu dengan berfoto dan bercinta saat bulan madu, tapi tetap saja kepikiran.

Kalau mau lebih tepatnya, Audrey dan Damar dipaksa untuk pergi berbulan madu. Tentu saja harus ada bukti kalau mereka berdua menikmati bulan madunya, berupa foto dan kadang video. Damar adalah orang yang paling gencar mengambil gambar.

“Bu Audrey.” Sang asisten yang baru masuk beberapa waktu lalu itu, memanggil atasan dan juga sekaligus istri kontraknya.

“Ada masalah?” Hanya itu yang empunya nama ucapkan sebagai balasan.

“Apa ada yang salah dengan meeting tadi?” lanjut Damar masih dengan nada tanya. “Saya lihat, sepanjang meeting Bu Audrey terlihat tidak senang. Mungkin ada bahan yang kurang jelas atau apa?”

Perempuan yang ditanyai itu hanya bisa mendesah pelan. Memang ada yang salah dengan materi rapat tadi, tapi jelas bukan itu yang membuatnya tidak senang. Inginnya sih Audrey memberitahu sang asisten saja, tapi rasanya tidak etis juga. Pasalnya, dia sudah berjanji untuk tidak mencari tahu.

“Tidak ada apa-apa.” Akhirnya, Audrey hanya bisa menjawab seperti itu. “Lanjutkan saja pekerjaanmu.”

“Setelah ini kita ada jadwal untuk makan siang di luar dengan supplier.” Damar memberitahu, sembari melihat tablet sepuluh inci yang dia pegang.

“Supplier yang mana?”

“Yang akan menggantikan supplier lama kita, perihal kemasan produk premium kita. Setelahnya, kita akan bertemu dengan orang yang akan mendesign logo.”

Audrey hanya bisa mengangguk. Dia sudah meninggalkan pekerjaan dalam waktu lama, jadi tentu sekarang jadwalnya cukup padat. Terutama karena perusahaan mereka sedang merancang produk baru. Sayangnya, tidak semua berjalan sesuai dengan keinginan.

“Coba lihat siapa ini?”

Padahal Audrey baru saja tiba di restoran yang dipesankan oleh Damar, tapi malah disambut oleh salah seorang yang paling menyebalkan. Itu adalah Lenita, salah seorang sepupu Audrey yang cukup menyebalkan.

“Aku tidak punya waktu untuk meladenimu, Len.” Sayang sekali Audrey sudah menolak kehadiran sepupunya itu, sebelum sang sepupu bicara lebih banyak. “Aku sibuk.”

“Sibuk?” tanya Lenita dengan tawa mencemooh. “Kau mungkin hanya sibuk dengan suamimu yang tidak banget ini. Apa kalian mau bercinta di dalam private room? Rendahan sekali.”

“Maaf, Bu ....”

“Siapa yang kau panggil Ibu?” Belum juga kalimat Damar selesai, Lenita langsung menghardik.

“Maaf, Mbak.” Mau tidak mau, Damar mengoreksi. “Tapi bisa lain waktu saja berbicara dengan Ibu Audrey-nya? Kami benar-benar sedang sibuk. Mbak mungkin bisa kembali, setelah membuat janji.”

Lenita menaikkan kedua alisnya mendengar penolakan itu. Kekesalannya memuncak, ketika Damar malah mengeluarkan kartu nama, agar perempuan itu bisa membuat janji dengan lebih leluasa di lain hari.

“Kurang ajar sekali.” Lenita menyambar kartu nama itu dengan kasar. “Kau hanya asisten, tapi kau memperlakukanku seperti orang asing? Apa kau tidak tahu siapa aku?”

“Maaf, tapi saya tidak tahu,” jawab Damar dengan polosnya.

Sungguh, sekarang ini Audrey sangat ingin tertawa. Rasanya baru kali ini dia melihat ada asisten yang berani meminta keluarganya sendiri untuk membuat janji. Walau Damar sepertinya tidak tahu siapa Lenita, tapi tetap saja kejadian ini sangat menghibur bagi Audrey. Dia bahkan tidak keberatan untuk ikut mempermainkan sang sepupu.

“Maaf, Len. Aku sibuk, jadi buat janji untuk lain hari saja,” gumam Audrey dengan ekspresi datar, sebelum berlalu begitu saja untuk menuju ruangan yang akan mereka tempati.

“Awas saja kalian.” Audrey masih bisa mendengar umpatan sang sepupu, tapi tentu saja tidak menanggapi.

“Apa kau tahu yang tadi itu siapa?”

“Sama sekali tidak.” Damar tentu saja akan menggeleng, untuk menjawab sang atasan. “Apakah dia adalah seseorang yang perlu saya ingat?”

“Dia sepupuku.”

Jawaban Audrey begitu singkat, tapi sudah cukup membuat asistennya terkejut. Damar bahkan menutup mulut dengan tangan karenanya.

“Astaga! Bagaimana ini? Saya sudah tidak sopan.” Lelaki itu tiba-tiba saja jadi panik sendiri.

“Tidak perlu panik. Dia memang menyebalkan, jadi tidak masalah.” Audrey mengatakannya, sembari melihat buku menu. “Apa kau sudah memesan sesuatu?”

“Ya.” Damar yang panik, seketika berubah jadi lebih serius karena mereka mulai membicarakan pekerjaan. “Saya sudah memesan beberapa menu yang sekiranya bisa Bu Audrey sukai dan tentu saja tamunya juga. Tapi sepertinya, tamu kita agak terlambat.”

“Kita akan bertemu dengan ilustrator yang mendesain dulu kan?” Audrey bertanya hanya untuk memastikan.

“Ya benar. Untuk pemasok kita, dia sudah mengajukan pengunduran untuk jam temu. Jadinya, saya menukar jadwal bertemu pemasok dan ilustrator.”

Audrey mengangguk pelan. Dia juga tidak masalah dengan itu, asalkan jadwalnya tidak berantakan. Memang ada sedikit keterlambatan, tapi masih bisa ditoleransi karena memang jadwalnya berubah secara mendadak.

“Kita hanya akan menunggu lima belas menit.” Tiba-tiba saja Audrey berbicara.

“Baik, Bu. Akan saya beri tahu orangnya.” Untungnya, Damar bisa menanggapi dengan baik dan membuat atasannya cukup bangga.

Damar memang baru masuk dan pernah juga menganggur, tapi dia cukup bagus dalam bekerja. Rasanya, baru kali ini Audrey tidak marah pada asisten yang baru masuk. Jujur saja, ini adalah rekor.

“Apa karena servis ranjangnya yang cukup bagus?” Perempuan yang hari ini menggunakan blazer putih tulang itu bergumam dalam hati. “Sayang sekali aku sedang datang bulan. Sial sekali.”

Audrey hanya mengeluh dalam hati, tapi siapa yang sangka hari ini dia benar-benar sial. Buka hanya karena bertemu dengan sepupunya, tapi juga dengan mantannya.

“Loh, Audrey? Kau yang jadi klienku?”

***To be continued***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Satu Saja

    “Lebih cepat lagi, please.” Damar menggeram dalam suara rendah dan tertahan. “Kau pikir aku ini mesin yang bisa bergerak cepat?” jawab Audrey dengan nafas terengah. “Kakiku sudah mulai terasa pegal.” “Kalau begitu, biarkan aku mengambil alih.” Damar yang terengah pun memohon dengan sangat. “Aku mohon.” Audrey tidak menjawab, tapi dia berhenti bergerak. Kedua tangan yang tadi bertumpu pada kaki Damar, kini bergerak memeluk sang suami. Sayangnya, dia masih belum mau membiarkan lelaki itu mengambil alih kegiatan ranjang mereka dan memilih mengubah posisi saja. “Jangan bergerak.” Kali ini giliran Audrey yang menggeram, ketika merasakan sang suami menggoyangkan pinggulnya. “Aku tidak bisa menahan diri lagi, Re,” desis Damar tepat di telinga sang istri yang kini memeluknya. Dia bahkan menggigit bagian telinga itu, sebelum melanjutkan, “Tolong lepaskan ikatan di tanganku. Please.” Sungguh, Damar ingin sekali mengentak lebih keras. Dia bisa melakukan itu dalam keadaan duduk dan terikat

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Pamer

    “Apa kau menikmati acaranya?” Audrey bertanya pada orang di depannya, dengan senyum lebar. “Kau mengejekku?” desis Patricia tampak begitu marah. “Aku hanya bertanya, Patricia. Mengejek dan bertanya jelas adalah dua hal yang berbeda.” Dua perempuan itu pada akhirnya saling menatap. Patricia dengan tatapan kemarahan disertai dendam, sementara Audrey dengan tatapan penuh kemenangan. “Re. Kau di sini.” Baru juga Patricia ingin buka mulut untuk memaki, tapi Damar sudah mendekat. Lelaki itu tampak begitu rapi dengan menggunakan tuxedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam. Penampilannya jadi makin sempurna dengan celana hitam, sapu tangan putih dan rambut tertata. “Ada Patricia rupanya.” Demi kesopanan, Damar dengan terpaksa menyapa. “Hai.” Mau tidak mau, Patricia menyunggingkan senyum. “Aku tidak tahu kalau kau benar-benar dari Italia dan punya rumah seindah ini.” “Ini bukan rumahku, tapi

  • My Assistant, My Husband   Mengikutimu

    “Wah, jadi ini perkebunan milik Padre?” tanya Audrey, ketika mereka baru saja memasuki kawasan penuh tanaman anggur. “Ya, kebetulan saja ini sudah dekat masa panen.” Domi yang menjawab dengan riang. “Kau bisa memetik beberapa kalau mau, sebelum semuanya dijadikan wine.” “Oh, sungguh?” Audrey tampak cukup tertarik. “Tapi apakah aku boleh mendapatkan keduanya? Anggur dan wine?” “Apa pun yang kau inginkan.” Kali ini, Damar yang menjawab. “Aku bertanya pada Padre,” balas Audrey dengan sebelah alis yang terangkat. “Ini semua akan jadi milikmu, jadi tentu kau boleh meminta apa saja.” Damar tersenyum lebar, sembari menatap sang istri. Hal yang membuat ayahnya berdecak. “Rasanya kau lebih parah, dari lelaki mana pun yang kukenal di dunia ini.” Mau tidak mau, Domi mengeluh juga. “Kalau tidak ingin dilihat, Padre tidak perlu melihat.” Audrey membalas dengan sangat kurang ajar. Mendengar itu, Domi hanya bisa mendengus saja. Dia juga tidak mungkin marah, karena biar bagaima

  • My Assistant, My Husband   Dunia Terbalik

    “Apa aku tidak salah lihat?” tanya seseorang pada Happy. “Bu Audrey dan Pak Damar bergandengan tangan?” “Sama sekali tidak,” jawab Happy dengan embusan napas pelan. “Yang kau lihat itu adalah kenyataan.” “Serius?” tanya rekan kerja Happy yang tadi. “Jadi gosip yang bilang kalau Bu Audrey mengincar Damar itu benar?” “Tidak, Sayang.” Happy menatap temannya dengan tatapan kasihan. “Sejak awal Pak Damar itu off limit. Sejak awal dia sudah sold out, alias taken.” Setelah mengatakan hal itu, Happy memilih untuk melangkah terlebih dulu dan meninggalkan temannya yang tampak sangat terkejut. Biar bagaimana, atasannya sudah datang. Dia tidak bisa lagi bersantai-santai dengan alasan habis dari membeli kopi. “Sekarang aku punya dua atasan,” gumam Happy sepelan mungkin. “Untung Pak Damar baik, tapi jelas aku harus hati-hati padanya. Kalau tidak, Bu Audrey yang akan memecatku.” *** “Perasaanku saja, atau sejak ta

  • My Assistant, My Husband   Yang Penting

    “Untuk apa kau membawa buket bunga?” tanya Domi, ketika melihat sang menantu berdiri di depan pintu rumah, yang baru saja dia buka. “Aku tentu saja akan memberikan ini untuk ....” “Damar?” Fiana muncul di sebelah sang suami dengan sebelah alis terangkat. “Kau ingin memberikan bunga untuk Damar? Bukankah seharusnya terbalik?” “Tentu saja bukan untuk Damar,” jawab Audrey dengan senyum lebar. “Aku membawakan ini untuk Madre dan membawakan hadiah lain untuk Damar.” Kedua alis Fiana terangkat mendengar jawaban yang mengejutkan, tapi tetap menerima buket bunga yang dibawakan oleh menantunya. Hadiah yang sangat tidak biasa dari menantu perempuannya, sampai Audrey lupa untuk dipersilakan masuk. Untung saja Audrey yang sedikit tidak tahu malu itu, meminta izin untuk duduk di ruang tamu. Katanya, masih ada hadiah yang mau diberikan. “Cokelat untuk Madre.” Audrey mengeluarkan sekotak cokelat yang terlihat mahal. “Apa ayah mertuamu ini tidak mendapatkan apa-apa?” tanya Domi pu

  • My Assistant, My Husband   Jujur

    “Ini benar-benar tidak masuk akal,” desis Audrey benar-benar kesal, dengan ponsel yang menempel di telinga. “Bagaimana mungkin mereka mengurung, bahkan menempatkan bodyguard di depan pintu dan di bawah jendela.” Mendengar protes dari sang istri, Damar hanya bisa tertawa pelan. Memang ini sangat tidak masuk akal, tapi kalau Audrey jadi memperhatikan dirinya seperti ini, rasanya Damar tidak akan masalah. “Mau apa lagi?” tanya damar denan senyum yang terkulum. “Walau aku sering olahraga, tapi aku tidak mungkin melawan orang-orang berbadan besar itu kan? Apalagi mereka lebih dari satu orang.” “Tapi kau kan bukan anak gadis perawan yang harus dijaga dengan bak,” hardik Audrey terlihat begitu kesal. “Aku juga bukan serigala yang akan memangsamu.” Tentu saja Damar akan tertawa mendengar hal itu. Dia merasa perumpamaan yang diucapkan oleh Audrey sangat lucu. “Bu, tolong jangan pacaran di depan saya.” Jangankan Damar, Happy saja merasa risih dan langsung menegur ketika sang atas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status