Home / Romansa / My Assistant, My Husband / Alasan Tidak Masuk Akal

Share

Alasan Tidak Masuk Akal

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-01-30 05:48:29

“Sepertinya aku salah sudah datang ke sini ya.” Damar menggaruk pipinya, tepat di depan pintu gym.

Waktu bangun tadi pagi, lelaki itu melihat ada catatan yang ditinggalkan istrinya. Catatan itulah yang membuatnya turun untuk bergabung di tempat gym.

Dari lokasi dia berdiri, Damar bisa melihat ke arah istrinya. Audrey yang sedang berbicara dengan seorang lelaki adalah pemandangan yang bisa dia lihat dengan jelas. Melihat situasinya, Damar yakin kedatangannya adalah sebuah kesalahan.

“Apa aku harus kembali atau aku menghampiri mereka saja?” Damar bergumam dalam hati, dengan raut wajah sangat bingung.

“Maaf, permisi.” Belum juga memutuskan, seseorang menegur Damar. “Bisa jangan berdiri di tengah jalan? Saya mau lewat.”

“Maaf.” Lelaki yang ditegur pun meringis dan segera menyingkir.

Sayangnya, perempuan yang dia halangi jalannya tidak puas dengan menegur seperti itu saja. Dia mengomel dari pintu masuk, sampai dengan ketika sudah bersiap untuk berlari di atas alat olahraga. Kebetulan, lokasinya bersebelahan dengan Audrey. Membuat perempuan itu menoleh ke arah pintu.

Ringisan makin lebar saja, ketika dia melihat sang istri sekaligus atasannya itu tersenyum tipis. Audrey pun tidak lupa untuk melambaikan tangan, meminta Damar untung datang dan mendekat.

“Aku tidak mengganggu kan?” Sang asisten bertanya, ketika sudah berada di samping atasannya.

Walau sudah menikah, tapi Damar masih tahu diri. Dia tahu dirinya hanya dinikahi demi perusahaan, jadi Damar tidak akan keberatan kalau Audrey ternyata punya kekasih.

“Lagi pula, dia juga bukan tipeku,” gumam Damar di dalam hati.

“Tentu saja tidak, Sayang.” Walau dengan ekspresi yang tidak banyak berubah dan sangat tidak terduga, Audrey mengatakan sesuatu yang romantis. “Mana mungkin suamiku menjadi pengganggu.”

“Suami? Kau sudah menikah?” Lelaki di depan pasangan itu bertanya dengan raut wajah terkejut.

“Tentu saja.” Audrey yang mengambil alih percakapan. “Kami menikah kemarin dan sebentar siang baru akan berangkat pergi bulan madu. Pagi ini, kami memilih olah raga lebih dulu.”

“Wow, selamat!” Lelaki yang tidak dikenali itu bertepuk tangan pelan dan bibir tersenyum, tapi matanya masih terlihat sangat terkejut. “Akhirnya ada yang mau menikah denganmu.”

“Terima kasih.” Audrey kembali tersenyum tipis. “Tapi mungkin sekarang ini kami harus kembali ke kamar dulu untuk bersiap-siap.”

“Tentu. Tentu saja. Silakan pergi bersiap-siap. Maaf karena mengganggu dan selamat bulan madu.”

Audrey tidak membuang waktu dan segera menyeret suaminya pergi. Membuat Damar merasa tidak enak pada lelaki tak dikenal tadi, tapi tidak mungkin juga menentang sang istri. Biar bagaimana, mereka sudah berjanji untuk menjadi pasangan romantis di depan umum. Itu dilakukan karena banyak mata yang memperhatikan Audrey.

“Tadi itu siapa?” Damar bertanya dengan nada ragu-ragu.

“Hanya seseorang yang kebetulan kukenal.”

“Oh, begitu ya.” Lelaki dengan rahang tegas itu mengangguk. “Lalu apa yang Anda maksud soal bulan madu tadi?”

“Kau tidak tahu?” Audrey yang baru saja menekan tombol lift, menatap sang suami dengan kening berkerut.

“Saya tidak tahu apa pun.” Damar jelas saja akan menggeleng. “Saya tahu kita akan menikah kemarin saja baru dua hari yang lalu.”

“Benar juga.” Audrey memijat pangkal hidungnya.

Kejadian beberapa hari ini bisa dibilang sangat tiba-tiba. Memang bisa dibilang sudah direncanakan sejak lama dan hanya dirombak sedikit saja, tapi tetap saja membuat lelah. Dia tidak menyangka kalau mengubah pesta pertunangan, menjadi acara pernikahan sederhana bisa memakan waktu yang cukup lama.

“Sekarang malah ditambah bulan madu. Kalau bukan Daddy mengancamku, aku mana mau,” gumam Audrey dengan tangan yang menutup sebagian mulutnya.

“Anda mengatakan sesuatu?” tanya Damar yang tidak terlalu mendengar.

“Tidak, tapi kita akan pergi ke Italia.” Audrey malah memberi tahu tempat bulan madu mereka. “Aku juga tidak ingin melakukan ini, tapi harus.”

“Ke mana pun itu asal bukan Italia. Saya tidak mau ke sana.” Sang asisten dengan tegas menolak.

“Maksudnya apa?” Tentu saja perempuan yang bertanya tadi merasa bingung, walau wajahnya tetap datar.

Damar yang tampak frustrasi, kesulitan untuk mengutarakan keinginannya. Dia malah merasa gelisah dan menyugar rambut sampai beberapa kali.

“Intinya, saya punya masalah dengan negara itu.” Setelah cukup lama berpikir, Damar akhirnya berbicara juga. “Tidak, mungkin saya tidak bisa mengunjungi Eropa.”

“Aku harus tahu alasannya, apa pun yang terjadi,” balas Audrey tanpa mengubah ekspresinya.

“Kalau kau tidak mau mengatakan apa pun, maka aku akan mencari tahu,” lanjut sang atasan dengan kedua tangan terlipat di dada.

Inginnya sih Damar berpikir dulu, tapi lift tidak mengizinkan. Pintu kotak besi itu sudah terbuka dan membuat sang istri keluar dari sana.

“Waktumu sudah habis,” gumam Audrey sambil berjalan keluar. “Aku akan mencari tahu sendiri dan ketika aku menemukan sesuatu yang salah, maka tamat riwayatmu.”

Mata Damar membesar mendengar itu. Hal yang membuatnya makin panik dan segera mengejar sang istri.

“Tunggu dulu!” Damar menarik lengan perempuan ramping di depannya. “Saya akan bilang, tapi tolong jangan menertawakanku.”

“Akan kudengarkan.”

Audrey mengatakan itu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Dia sebenarnya agak merasa aneh, tapi akan didengarkan dulu. Biar bagaimana, tiap orang punya masa lalu yang berbeda dan mungkin saja trauma yang berbeda juga.

Tapi, ketika mendengar alasan sang suami sekaligus asisten, rasanya Audrey merasa aneh. Mungkinkah lelaki tampan yang tampak jantan ini seperti itu?

***To be continued***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Satu Saja

    “Lebih cepat lagi, please.” Damar menggeram dalam suara rendah dan tertahan. “Kau pikir aku ini mesin yang bisa bergerak cepat?” jawab Audrey dengan nafas terengah. “Kakiku sudah mulai terasa pegal.” “Kalau begitu, biarkan aku mengambil alih.” Damar yang terengah pun memohon dengan sangat. “Aku mohon.” Audrey tidak menjawab, tapi dia berhenti bergerak. Kedua tangan yang tadi bertumpu pada kaki Damar, kini bergerak memeluk sang suami. Sayangnya, dia masih belum mau membiarkan lelaki itu mengambil alih kegiatan ranjang mereka dan memilih mengubah posisi saja. “Jangan bergerak.” Kali ini giliran Audrey yang menggeram, ketika merasakan sang suami menggoyangkan pinggulnya. “Aku tidak bisa menahan diri lagi, Re,” desis Damar tepat di telinga sang istri yang kini memeluknya. Dia bahkan menggigit bagian telinga itu, sebelum melanjutkan, “Tolong lepaskan ikatan di tanganku. Please.” Sungguh, Damar ingin sekali mengentak lebih keras. Dia bisa melakukan itu dalam keadaan duduk dan terikat

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Pamer

    “Apa kau menikmati acaranya?” Audrey bertanya pada orang di depannya, dengan senyum lebar. “Kau mengejekku?” desis Patricia tampak begitu marah. “Aku hanya bertanya, Patricia. Mengejek dan bertanya jelas adalah dua hal yang berbeda.” Dua perempuan itu pada akhirnya saling menatap. Patricia dengan tatapan kemarahan disertai dendam, sementara Audrey dengan tatapan penuh kemenangan. “Re. Kau di sini.” Baru juga Patricia ingin buka mulut untuk memaki, tapi Damar sudah mendekat. Lelaki itu tampak begitu rapi dengan menggunakan tuxedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam. Penampilannya jadi makin sempurna dengan celana hitam, sapu tangan putih dan rambut tertata. “Ada Patricia rupanya.” Demi kesopanan, Damar dengan terpaksa menyapa. “Hai.” Mau tidak mau, Patricia menyunggingkan senyum. “Aku tidak tahu kalau kau benar-benar dari Italia dan punya rumah seindah ini.” “Ini bukan rumahku, tapi

  • My Assistant, My Husband   Mengikutimu

    “Wah, jadi ini perkebunan milik Padre?” tanya Audrey, ketika mereka baru saja memasuki kawasan penuh tanaman anggur. “Ya, kebetulan saja ini sudah dekat masa panen.” Domi yang menjawab dengan riang. “Kau bisa memetik beberapa kalau mau, sebelum semuanya dijadikan wine.” “Oh, sungguh?” Audrey tampak cukup tertarik. “Tapi apakah aku boleh mendapatkan keduanya? Anggur dan wine?” “Apa pun yang kau inginkan.” Kali ini, Damar yang menjawab. “Aku bertanya pada Padre,” balas Audrey dengan sebelah alis yang terangkat. “Ini semua akan jadi milikmu, jadi tentu kau boleh meminta apa saja.” Damar tersenyum lebar, sembari menatap sang istri. Hal yang membuat ayahnya berdecak. “Rasanya kau lebih parah, dari lelaki mana pun yang kukenal di dunia ini.” Mau tidak mau, Domi mengeluh juga. “Kalau tidak ingin dilihat, Padre tidak perlu melihat.” Audrey membalas dengan sangat kurang ajar. Mendengar itu, Domi hanya bisa mendengus saja. Dia juga tidak mungkin marah, karena biar bagaima

  • My Assistant, My Husband   Dunia Terbalik

    “Apa aku tidak salah lihat?” tanya seseorang pada Happy. “Bu Audrey dan Pak Damar bergandengan tangan?” “Sama sekali tidak,” jawab Happy dengan embusan napas pelan. “Yang kau lihat itu adalah kenyataan.” “Serius?” tanya rekan kerja Happy yang tadi. “Jadi gosip yang bilang kalau Bu Audrey mengincar Damar itu benar?” “Tidak, Sayang.” Happy menatap temannya dengan tatapan kasihan. “Sejak awal Pak Damar itu off limit. Sejak awal dia sudah sold out, alias taken.” Setelah mengatakan hal itu, Happy memilih untuk melangkah terlebih dulu dan meninggalkan temannya yang tampak sangat terkejut. Biar bagaimana, atasannya sudah datang. Dia tidak bisa lagi bersantai-santai dengan alasan habis dari membeli kopi. “Sekarang aku punya dua atasan,” gumam Happy sepelan mungkin. “Untung Pak Damar baik, tapi jelas aku harus hati-hati padanya. Kalau tidak, Bu Audrey yang akan memecatku.” *** “Perasaanku saja, atau sejak ta

  • My Assistant, My Husband   Yang Penting

    “Untuk apa kau membawa buket bunga?” tanya Domi, ketika melihat sang menantu berdiri di depan pintu rumah, yang baru saja dia buka. “Aku tentu saja akan memberikan ini untuk ....” “Damar?” Fiana muncul di sebelah sang suami dengan sebelah alis terangkat. “Kau ingin memberikan bunga untuk Damar? Bukankah seharusnya terbalik?” “Tentu saja bukan untuk Damar,” jawab Audrey dengan senyum lebar. “Aku membawakan ini untuk Madre dan membawakan hadiah lain untuk Damar.” Kedua alis Fiana terangkat mendengar jawaban yang mengejutkan, tapi tetap menerima buket bunga yang dibawakan oleh menantunya. Hadiah yang sangat tidak biasa dari menantu perempuannya, sampai Audrey lupa untuk dipersilakan masuk. Untung saja Audrey yang sedikit tidak tahu malu itu, meminta izin untuk duduk di ruang tamu. Katanya, masih ada hadiah yang mau diberikan. “Cokelat untuk Madre.” Audrey mengeluarkan sekotak cokelat yang terlihat mahal. “Apa ayah mertuamu ini tidak mendapatkan apa-apa?” tanya Domi pu

  • My Assistant, My Husband   Jujur

    “Ini benar-benar tidak masuk akal,” desis Audrey benar-benar kesal, dengan ponsel yang menempel di telinga. “Bagaimana mungkin mereka mengurung, bahkan menempatkan bodyguard di depan pintu dan di bawah jendela.” Mendengar protes dari sang istri, Damar hanya bisa tertawa pelan. Memang ini sangat tidak masuk akal, tapi kalau Audrey jadi memperhatikan dirinya seperti ini, rasanya Damar tidak akan masalah. “Mau apa lagi?” tanya damar denan senyum yang terkulum. “Walau aku sering olahraga, tapi aku tidak mungkin melawan orang-orang berbadan besar itu kan? Apalagi mereka lebih dari satu orang.” “Tapi kau kan bukan anak gadis perawan yang harus dijaga dengan bak,” hardik Audrey terlihat begitu kesal. “Aku juga bukan serigala yang akan memangsamu.” Tentu saja Damar akan tertawa mendengar hal itu. Dia merasa perumpamaan yang diucapkan oleh Audrey sangat lucu. “Bu, tolong jangan pacaran di depan saya.” Jangankan Damar, Happy saja merasa risih dan langsung menegur ketika sang atas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status