Share

Suami Istri

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-01-09 13:15:50

“Kau tidak perlu setegang itu. Prosesnya tidak akan lama.”

“Bagaimana mungkin saya tidak tegang?” pekik Damar dengan wajah yang sangat pucat. “Bagaimana mungkin kita menikah hanya dalam waktu seminggu saja dan sekarang Anda sedang merokok?”

Audrey yang tampak tidak peduli dengan lelaki di depannya, malah menghembuskan asap rokok pada sang calon suami. Itu jelas saja membuat Damar yang tidak pernah menyentuh nikotin, jadi terbatuk-batuk cukup keras.

“Semua bisa terjadi, Damar.” Setelah dua kali menghembuskan asap berbau nikotin, Audrey akhirnya berbicara. “Apalagi pernikahan ini sudah lama disiapkan oleh ibuku.”

“Bagaimana mungkin sudah disiapkan tanpa adanya mempelai pria?” desis Damar ingin sekali mengumpat, tapi dia tahan.

“Sebelumnya aku punya calon tunangan,” jawab Audrey dengan entengnya. “Sayang sekali dia tidak mau patuh padaku, jadi kuputuskan saja. Lagi pula tidak akan ada pesta. Hanya makan malam keluarga saja.”

Kedua alis Damar terangkat. Dia jelas saja tidak menyangka, jika apa yang dia gunakan sekarang adalah bekas orang. Setidaknya, konsep pernikahan ini bukanlah miliknya. Bukankah korsase bunga dan warna jas yang dia gunakan bisa dibilang hasil pilihan lelaki entah siapa?

“Walau tidak ada pesta, tapi tetap saja ada keluarga besar Anda kan?” tanya Damar yang masih terlihat frustrasi. “Bagaimana Bu Audrey akan menjelaskan ini semua?”

“Cinta pada pandangan pertama?” jawab Audrey dengan santainya, tapi dia sendiri juga tidak yakin. Terdengar jelas dari nada tanya pada jawabannya.

“Apa Bu Audrey pikir masih ada yang percaya seperti itu?” Sang asisten makin frustrasi saja mendengar tanggapan dari atasan, sekaligus calon istrinya.

“Lupakan saja soal sesuatu yang tidak masuk akal itu.” Audrey mengibaskan tangan, kemudian mematikan batang rokok yang masih tersisa kurang dari setengah dengan sembarangan. “Lebih baik, kau perbaiki cara bicaramu itu.”

“Ada apa dengan cara bicara saya?”

“Cara bicaramu terlalu sopan untuk ukuran seseorang yang akan menjadi suamiku dalam beberapa jam atau bahkan beberapa menit lagi.”

Damar mengedipkan matanya beberapa kali. Yang dikatakan perempuan di depannya tidak salah, tapi juga bukanlah hal yang mudah. Biar bagaimana, Audrey adalah atasannya dan kedepannya pun masih akan menjadi atasan.

Untung saja keresahan itu dengan cepat menghilang karena waktunya sudah tiba. Lebih tepatnya, ibu dari Audrey masuk dan memberi tahu.

“Astaga, apa yang kalian lakukan berduaan di sini?” tanya perempuan paruh baya berwajah oriental itu. “Seharusnya kalian tidak boleh bertemu sebelum resmi.”

“Itu hanya mitos, Mom. Lagi pula, kami pasti bertemu setiap hari di kantor.” Bukannya mengalah, tapi Audrey malah melawan ibunya dan membuat perempuan paruh baya itu mendesah pelan.

“Sudahlah. Lebih baik Damar keluar saja dulu, nanti Audrey menyusul dijemput Daddy. Kali ini jangan kabur.”

Yang ditegur hanya menaikkan kedua alisnya sebagai tanggapan, sementara Damar tidak lagi heran dengan keanehan sang atasan dan keluarganya. Terjadinya pernikahan yang amat sederhana ini adalah buktinya. Mana ada seorang ayah yang setuju menikahkan putrinya, dengan lelaki yang baru ditemui?

Yah, walau sebenarnya mereka sedikit berbohong juga. Tapi tetap saja terasa sangat aneh bagi Damar. Sayang sekali, lelaki itu tidak kuasa menolak. Dia merasa harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi malam itu.

“Terima kasih ya karena sudah mau menerima Audrey.” Tiba-tiba saja, ibu dari Audrey berbicara.

“Kenapa Ibu berterima kasih?” tanya sang mempelai pria dengan sangat sopan.

“Panggil Mommy saja. Biar sama dengan Audrey yang manja itu.”

Damar menaikkan sebelah alisnya. Jujur saja, dia tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Audrey tidak mungkin manja.

“Jadi kenapa Mommy berterima kasih?” Alih-alih memikirkan soal kemanjaan, calon pengantin itu memilih untuk mengulang pertanyaannya.

“Karena kau mau menerima Audrey, walau sebenarnya dia itu aneh.”

“Bu ... maksud saya, Audrey sama sekali tidak aneh.” Damar nyaris saja menyebut calon istrinya sebagai ‘ibu’.

“Kau mungkin belum menemukan keanehannya, tapi sudah banyak orang yang mengatakan seperti itu,” balas sang Mommy dengan raut wajah sendu. “Bukannya ingin mengejek anak sendiri, tapi memang begitulah adanya.”

“Tapi mungkin masalah itu nanti saja dibahas.” Sang Mommy tersenyum pada calon menantunya. “Walau sangat disayangkan karena tidak ada keluargamu yang bisa datang dan ini sebenarnya sangat tiba-tiba, tapi ini pernikahanmu. Hari bahagia, jadi kita tidak perlu membahas hal yang bikin sakit kepala.”

“Tentu saja.”

Ibu dari Audrey menepuk pelan lengan calon menantunya, sebelum memberi tahu Damar harus menunggu di mana. Setelah itu, perempuan paruh baya itu kembali ke tempatnya duduk. Menunggu acara benar-benar dimulai.

Damar ditinggalkan sendiri di kursi. Ada kursi kosong di sebelahnya dan itu milik Audrey. Itu membuat sang mempelai menatap ke sekelilingnya. Tidak ada dekorasi mewah atau tamu berlimpah. Lagi pula, mereka hanya mengadakan acara secara kenegaraan saja. Setelah ini, baru acara makan dengan keluarga besar Audrey.

“Apa yang membuatmu melamun seperti itu?” Tanpa terduga, Audrey sudah duduk di kursinya.

“Hanya memikirkan masa depanku,” jawab sang asisten dengan jujur.

“Tidak perlu khawatir.” Audrey menjawab dan mengabaikan apa yang dikatakan petugas catatan sipil. “Masa depanmu akan terjamin.”

“Benarkah?” Damar kini mengambil pulpen karena diminta menandatangani berkas. “Saya tidak begitu yakin.

“Apa mau membuat kontrak saja?” tanya Audrey lebih rasional. “Kita bisa membicarakannya setelah acara berakhir.”

“Itu terdengar cukup masuk akal, tapi mari kita fokus saja dulu.” Damar pada akhirnya menandatangani berkas yang perlu dia tanda tangani, setelahnya barulah menyerahkan pulpen kepada perempuan di sebelahnya.

Setelah proses penandatanganan yang sangat singkat dan sedikit petuah dari petugas catatan sipil, selesai sudah acara pernikahan yang sangat sederhana itu. Bahkan Audrey tidak berganti gaun untuk acara makan-makan bersama. Hanya gaun putih polos berbahan satin dengan rambut digerai.

“Wah, akhirnya sepupu kita tercinta ini menikah juga.” Sambutan yang terdengar hangat menyapa telinga kedua mempelai yang saling bergandengan.

“Terima kasih.” Audrey menjawab seadanya, dengan wajah datarnya yang seperti biasa.

“Tapi cowok baru nih.” Sepupu yang lain menyambut. “Aku belum pernah melihat yang ini.”

“Tante juga tidak pernah lihat.” Seorang perempuan paruh baya ikut bergabung. “Kamu gak mungkin asal menarik lelaki untuk dinikahi, hanya karena ultimatum Daddy kamu kan?”

“Tentu saja tidak.” Audrey melebarkan senyumnya. “Kami memang belum lama saling mengenal, tapi sudah cocok.” Hanya sang mempelai wanita yang menjawab. Damar memilih untuk tersenyum saja karena takut salah bicara.

“Bule ya? Atau campuran?”

“Sebenarnya ....” Damar agak ragu untuk menjawab dan melirik pada istrinya untuk meminta izin. “Saya yatim piatu, tapi lahir dan besar di sini,” lanjutnya ketika mendapat anggukan persetujuan.

“Pekerjaan?”

“Dia asistenku dan akan terus menjadi asistenku.” Audrey kembali menjawab.

“Asisten? Yang benar saja.”

***To be continued***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Satu Saja

    “Lebih cepat lagi, please.” Damar menggeram dalam suara rendah dan tertahan. “Kau pikir aku ini mesin yang bisa bergerak cepat?” jawab Audrey dengan nafas terengah. “Kakiku sudah mulai terasa pegal.” “Kalau begitu, biarkan aku mengambil alih.” Damar yang terengah pun memohon dengan sangat. “Aku mohon.” Audrey tidak menjawab, tapi dia berhenti bergerak. Kedua tangan yang tadi bertumpu pada kaki Damar, kini bergerak memeluk sang suami. Sayangnya, dia masih belum mau membiarkan lelaki itu mengambil alih kegiatan ranjang mereka dan memilih mengubah posisi saja. “Jangan bergerak.” Kali ini giliran Audrey yang menggeram, ketika merasakan sang suami menggoyangkan pinggulnya. “Aku tidak bisa menahan diri lagi, Re,” desis Damar tepat di telinga sang istri yang kini memeluknya. Dia bahkan menggigit bagian telinga itu, sebelum melanjutkan, “Tolong lepaskan ikatan di tanganku. Please.” Sungguh, Damar ingin sekali mengentak lebih keras. Dia bisa melakukan itu dalam keadaan duduk dan terikat

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Pamer

    “Apa kau menikmati acaranya?” Audrey bertanya pada orang di depannya, dengan senyum lebar. “Kau mengejekku?” desis Patricia tampak begitu marah. “Aku hanya bertanya, Patricia. Mengejek dan bertanya jelas adalah dua hal yang berbeda.” Dua perempuan itu pada akhirnya saling menatap. Patricia dengan tatapan kemarahan disertai dendam, sementara Audrey dengan tatapan penuh kemenangan. “Re. Kau di sini.” Baru juga Patricia ingin buka mulut untuk memaki, tapi Damar sudah mendekat. Lelaki itu tampak begitu rapi dengan menggunakan tuxedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam. Penampilannya jadi makin sempurna dengan celana hitam, sapu tangan putih dan rambut tertata. “Ada Patricia rupanya.” Demi kesopanan, Damar dengan terpaksa menyapa. “Hai.” Mau tidak mau, Patricia menyunggingkan senyum. “Aku tidak tahu kalau kau benar-benar dari Italia dan punya rumah seindah ini.” “Ini bukan rumahku, tapi

  • My Assistant, My Husband   Mengikutimu

    “Wah, jadi ini perkebunan milik Padre?” tanya Audrey, ketika mereka baru saja memasuki kawasan penuh tanaman anggur. “Ya, kebetulan saja ini sudah dekat masa panen.” Domi yang menjawab dengan riang. “Kau bisa memetik beberapa kalau mau, sebelum semuanya dijadikan wine.” “Oh, sungguh?” Audrey tampak cukup tertarik. “Tapi apakah aku boleh mendapatkan keduanya? Anggur dan wine?” “Apa pun yang kau inginkan.” Kali ini, Damar yang menjawab. “Aku bertanya pada Padre,” balas Audrey dengan sebelah alis yang terangkat. “Ini semua akan jadi milikmu, jadi tentu kau boleh meminta apa saja.” Damar tersenyum lebar, sembari menatap sang istri. Hal yang membuat ayahnya berdecak. “Rasanya kau lebih parah, dari lelaki mana pun yang kukenal di dunia ini.” Mau tidak mau, Domi mengeluh juga. “Kalau tidak ingin dilihat, Padre tidak perlu melihat.” Audrey membalas dengan sangat kurang ajar. Mendengar itu, Domi hanya bisa mendengus saja. Dia juga tidak mungkin marah, karena biar bagaima

  • My Assistant, My Husband   Dunia Terbalik

    “Apa aku tidak salah lihat?” tanya seseorang pada Happy. “Bu Audrey dan Pak Damar bergandengan tangan?” “Sama sekali tidak,” jawab Happy dengan embusan napas pelan. “Yang kau lihat itu adalah kenyataan.” “Serius?” tanya rekan kerja Happy yang tadi. “Jadi gosip yang bilang kalau Bu Audrey mengincar Damar itu benar?” “Tidak, Sayang.” Happy menatap temannya dengan tatapan kasihan. “Sejak awal Pak Damar itu off limit. Sejak awal dia sudah sold out, alias taken.” Setelah mengatakan hal itu, Happy memilih untuk melangkah terlebih dulu dan meninggalkan temannya yang tampak sangat terkejut. Biar bagaimana, atasannya sudah datang. Dia tidak bisa lagi bersantai-santai dengan alasan habis dari membeli kopi. “Sekarang aku punya dua atasan,” gumam Happy sepelan mungkin. “Untung Pak Damar baik, tapi jelas aku harus hati-hati padanya. Kalau tidak, Bu Audrey yang akan memecatku.” *** “Perasaanku saja, atau sejak ta

  • My Assistant, My Husband   Yang Penting

    “Untuk apa kau membawa buket bunga?” tanya Domi, ketika melihat sang menantu berdiri di depan pintu rumah, yang baru saja dia buka. “Aku tentu saja akan memberikan ini untuk ....” “Damar?” Fiana muncul di sebelah sang suami dengan sebelah alis terangkat. “Kau ingin memberikan bunga untuk Damar? Bukankah seharusnya terbalik?” “Tentu saja bukan untuk Damar,” jawab Audrey dengan senyum lebar. “Aku membawakan ini untuk Madre dan membawakan hadiah lain untuk Damar.” Kedua alis Fiana terangkat mendengar jawaban yang mengejutkan, tapi tetap menerima buket bunga yang dibawakan oleh menantunya. Hadiah yang sangat tidak biasa dari menantu perempuannya, sampai Audrey lupa untuk dipersilakan masuk. Untung saja Audrey yang sedikit tidak tahu malu itu, meminta izin untuk duduk di ruang tamu. Katanya, masih ada hadiah yang mau diberikan. “Cokelat untuk Madre.” Audrey mengeluarkan sekotak cokelat yang terlihat mahal. “Apa ayah mertuamu ini tidak mendapatkan apa-apa?” tanya Domi pu

  • My Assistant, My Husband   Jujur

    “Ini benar-benar tidak masuk akal,” desis Audrey benar-benar kesal, dengan ponsel yang menempel di telinga. “Bagaimana mungkin mereka mengurung, bahkan menempatkan bodyguard di depan pintu dan di bawah jendela.” Mendengar protes dari sang istri, Damar hanya bisa tertawa pelan. Memang ini sangat tidak masuk akal, tapi kalau Audrey jadi memperhatikan dirinya seperti ini, rasanya Damar tidak akan masalah. “Mau apa lagi?” tanya damar denan senyum yang terkulum. “Walau aku sering olahraga, tapi aku tidak mungkin melawan orang-orang berbadan besar itu kan? Apalagi mereka lebih dari satu orang.” “Tapi kau kan bukan anak gadis perawan yang harus dijaga dengan bak,” hardik Audrey terlihat begitu kesal. “Aku juga bukan serigala yang akan memangsamu.” Tentu saja Damar akan tertawa mendengar hal itu. Dia merasa perumpamaan yang diucapkan oleh Audrey sangat lucu. “Bu, tolong jangan pacaran di depan saya.” Jangankan Damar, Happy saja merasa risih dan langsung menegur ketika sang atas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status