Beranda / Romansa / My 'Bad' Boyfriend / BAB 75 - Terpaksa

Share

BAB 75 - Terpaksa

Penulis: Kanita Faraya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-11 17:05:57

"Ta... Tapi, De..." bantahku, yang langsung dimentahkan oleh Bude Rahmi.

"Masakanku belum mateng. Pasti kamu udah laper, 'kan? Terus kasian itu anak kamu kalau makanmu ditunda-tunda," kata Bude Rahmi.

"Iya, Dek. Kasian bayi kamu," timpal Pak Burhan mendukung ucapan Bude Rahmi.

Aku mengembuskan napas berat. Merasa sudah kalah set karena Bude Rahmi dan Pak Burhan menyebut-nyebut anakku sebagai alasan.

'Dek. Ibu nggak suka pergi sama laki-laki itu. Tapi, bagaimanapun juga, betul kata mereka. Kasian kamu kalau Ibu makannya nunggu masakan Bude Rahmi mateng.' Ku usap perutku sekilas tanpa kentara.

"Gimana, Dek?" tanya Pak Burhan mendesakku.

"Baik. Saya mau ikut Pak Burhan," sahutku.

"Nah, kalau gitu, langsing aja. Toh kamu juga udah siap pergi 'kan, Ris. Pakai baju yang kamu pakai ke kampus itu aja udah cukup 'kan, Nduk?" celetuk Bude Rahmi.

"Ya, De," jawabku.

'Tentunya pakai baju dari kampus ini aja udah cukup. Nggak perlu ganti pakai gaun cantik yang Bude beliin kemaren.' pikirku
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 76 - Pergi

    "Kalau budemu udah tau soal aku, pasti kamu udah tau 'kan Dek kerjaku apa?" cetus Pak Burhan di tengah-tengah perjalanan pulang."Ya," sahutku."Besok kamu mau nggak aku ajak ke tempat kerjaku? Karyawan-karyawanku pada baik semua kok," kata Pak Burhan."Saya besok nggak bisa pergi sama Bapak. Besok-besoknya juga nggak bisa. Saya nggak bisa nikah sama Bapak," tukasku. Aku mengerahkan segenap keberanian untuk menegaskan perasaanku kepada Pak Burhan sebelum Bude Rahmi menginterupsi pembicaraan kami lagi."Kenapa?" celetuk Pak Burhan bingung.'Udah jelas-jelas nolak. Kok masih ditanya kenapa juga?' batinku tak kalah bingungnya."Ya saya merasa nggak cocok aja sama Bapak. Masih banyak perempuan lain yang..."Pak Burhan memotong ucapanku, "Tapi aku udah cocok sama kamu, Dek.""Pasti ada yang lebih cocok sama Pak Burhan," bantahku."Siapa? Aku udah pernah ikut biro jodoh, pernah dijodohin juga sama tetangga yang janda. Pernah sama saudara jauh yang juga janda punya anak tiga. Tapi semuanya..

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-12
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 77 - Usul Nela

    "Kemaren kamu tau dari mana La, aku lagi makan di restoran itu?" tanyaku pada Nela. Kebetulan kami bertemu di depan kampus dan berjalan bersama ke ruang kelas. "Ada sepupu aku update status foto lagi makan di restoran XXX itu kemaren. Aku liat kamu lagi duduk di belakangnya. Jadi aku kirim chat ke kamu deh. Eh, kamu makan sama om kamu ya?" balas Nela. "Bukan. Cuma kenalan," jawabku kikuk. "Masa sih? Dia itu om-om, lho. Sini, Ris. Kita duduk di sini dulu," cetus Nela heran. Dia menarik tanganku untuk duduk bersamanya di sebuah bangku kayu yang panjang di selasar yang kami lewati. "Ada apa, Ris? Ini nggak kayak yang aku sangka, 'kan?" tanya Nela dengan sorot mata penuh selidik. Aku tertawa garing, "Emangnya... Kamu nyangkanya apa?""Maaf, ya. Jujur aja, aku nyangka kamu jalan sama om-om itu... Buat... Cari uang?" kata Nela terbata-bata. Namun, tatapan matanya tak pernah lepas dariku. Aku maklum, siapapun yang melihatku makan bersama-sama laki-laki yang lebih tua dariku pasti mengi

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-13
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 78 - Barikade

    ""Nggak usah, Pak. Misalnya saya mau pulang ke tempat pakde saya, saya bisa sendiri. Jangan jelekin temen-temen saya juga. Mereka cuma mau belain saya dari orang yang tidak sopan kayak Anda," kataku dingin. Kemudian aku memamerkan badan dan masuk ke mobil Wawa diikuti teman-teman baikku."Pulang sendiri aja, Pak! Ini kampus ya, bukan kantor biro jodoh!" celetuk Devi saat mobil yang membawa kami hendak melaju meninggalkan area parkir itu. "Bocah ed*n (anak gila)!" maki Pak Burhan pada Devi. Sontak Devi dan Wawa persaudaraan laki-laki itu dengan tawa heboh mereka. Bahkan mereka kompak mengacungkan jari tengahnya."Emang dasar preman kalian berdua tuh," komentar Febri ketika sosok Pak Burhan sudah tertinggal jauh di belakang sana. "Tapi laki-laki itu takut 'kan sama kita?" timpal Devi dengan tawa yang masih berderai. “Kita rela kok jadi preman demi belain Risa,” kata Wawa. Dia sudah berpikir dengan serius. Mungkin karena harus fokus menyetir. "Iya, Ris. Kita semua, bakalan rela jadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 79 - Buka Kartu

    "Yaelah! Gitu aja pakai disembunyiin. Kayak ada affair apaan," decih Wawa. "Pantesan kamu keliatan ilfeel gitu ya Mar, waktu Romi gandeng tangan kamu pas challenge OSPEK dulu," cetus Febri. Marwah hanya nyengir kuda.Romi yang sekarang berdiri menyandar ke ambang pintu langsung mendebat pernyataan Febri. "Aku juga ilfeel kok. Kata siapa cuma dia?""Nggak tuh. Kamu keliatan menikmati. Sama cewek manapun 'kan kamu gitu. Gampang nyaman sama tiap cewek dan suka bikin nyaman mereka," timpal Febri. "Termasuk kamu. Gitu 'kan, Feb?" celetuk Devi iseng. "Nggak dong. Aku udah punya ayang. Selama ini kita LDR-an. Kalian aja yang pada nggak tau," dengkus Febri pongah. "Hah?! Orang mana?" tanyaku dan Wawa cs berbarengan. "Orang kampus sebelah," kata Febri. Sontak dia mendapat hujatan dan gelitikan dari kami yang berada di dekatnya. Bahkan aku ikut menggelitik perutnya. "Ampuuunnn!!! Eh, Romi! Ngapain kamu malah pergi sih?! Tolongin gue kek!" teriak Febri diselingi tawa terbahak-bahak karena

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-15
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 80 - Berakhir

    "Apa kamu udah mikirin bener-bener, Nduk?" tanya Pakde Joko dengan raut muka suram. "Ya, De. Aku nggak bisa nikah sama Pak Burhan," tegasku."Kalau boleh tahu, apa kurangnya anakku di mata kamu, Nduk? Biar jadi jelas alesanmu dan bisa jadi bahan perbaikan untuk Burhan," kata Bu Wirya. Binar matanya yang lembut keibuan menjadi penetral suasana hatiku yang kacau-balau saat ini. "Hanya... Nggak cocok, Bu," sahutku. "Cuma karena itu, Nduk? Coba kamu pikir baik-baik. Tolong kamu pertimbangkan lagi matang-matang. Kamu ada anak lho Ris sekarang. Apa kamu nggak kasian sama anakmu kalau dia nanti diejekin temen-temennya karena nggak ada bapaknya? Apa kamu juga nggak kasian sama pakdemu yang nantinya ikut nanggung beban?" celetuk Bude Rahmi tajam."Maaf De kalau anakku jadi beban Bude sekeluarga. Makanya aku keluar dari rumah ini biar nggak membebani kalian lagi," kataku sarkastis. Aku tak terima anakku disebut sebagai 'beban'.'Kamu matahari Ibu, Dek. Jangan dengerin kata-katanya eyang Rahm

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 81 - Rencana Masa Depan

    "Ya, De." Aku menjawab ucapan Pakde Joko dengan terharu. "Terus, ke depan kamu mau gimana, Ris? Perut kamu bakal makin besar 'kan, Nduk. Apa kamu mau tetep masuk kuliah? Atau kamu mau ngajuin cuti dulu?" Pertanyaan yang diajukan oleh Pakde Joko kali ini membuat tercenung. Perkataannya mengena telak di hatiku sebab benar adanya. Akhir-akhir ini aku juga sedang memotong. "Rencananya aku mau ambil cuti semester depan, De. Aku juga mau balik ke rumah Bapak. Aku pengin lahiran di sana sekalian mau deket sama Makam Bapak," kataku. "Tapi nanti kamu balik lagi ke sini ya, Ris. Sayang kuliahmu lho, Nduk. Lagian budemu sama kakak-kakakmu 'kan di sini. Mereka bisa bantu-bantu kamu ngurus anakmu juga." Pakde Joko memandangku lekat-lekat. "Makasih banyak, De. Tapi... Aku pengin berusaha hidup mandiri. Aku nggak mau ngerepotin Pakde dan keluarga di sini lebih banyak lagi. Aku nggak mungkin terus-terusan kayak gini," ujarku hati-hati. "Lho, ngerepotin opo, Ris? Kamu itu bagian dari keluargaku,

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-17
  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 82 - Perpisahan

    "Kamu bilang mantan br*ngsek kamu itu idola kampus, Ris? Pengin aku tonjok-tonjok dia, terus habis itu aku buang ke laut!" geram Wawa. "Kurang itu, Wa! Harusnya digeprek dulu terus dikasih air garam," celetuk Devi tak kalah geramnya. "Psikopat beneran deh kalian berdua," komentar Nela dengan wajah mengernyit ngeri. "Cowok mesum sok kegantengan kayak mantannya Risa itu emang harus digituin," timpal Wawa. "Biarin aja mereka. Aku juga ikut gemes sama mantannya Risa," kata Marwah pada Nela. "Jadi... Sekarang di perut kamu..." Febri memandang perutku dengan ragu-ragu. “Ya,” sahutku pelan. Febri langsung mengulurkan tangan untuk kemudian dia taruh di atas perutku. "Halo, Dek!" kata Febri. Teman-teman lain juga berebut untuk menyapa anakku. "Emangnya dedek bayinya denger kita ngomong sama dia?" tanya Devi. “Denger kok,” sahutku. "Tapi kok perut kamu belum gede, Ris?" celetuk Wawa. “Ya iyalah, orang baru 6 minggu. Iya kan, Ris?” ucap Nela. Aku mengiyakan sambil tertawa karena tanga

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-18
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 83- Kembali

    “Nyari aku ya, Non?” tegur seseorang. Aku menoleh ke sumber suara dan melihat Nava yang tengah mendekati kuda. "Risaaa!" pekik Nava heboh sambil merentangkan kedua lengan lebar-lebar dan memelukku erat. “Akhirnya kita ketemu ya, Va. Makasih lho udah jemput aku di sini,” kataku sambil balas memeluk sahabatku itu. "Iya. Kangen banget aku tuh sama kamuuu...! Tadi aku sempet takut salah orang. Habisnya dari tadi ada lumayan banyak ibu-ibu hamil seliweran di sini. Tapi ternyata emang kamu yang paling cantik," kata Nava. "Kalau mau gombal sama cowok aja kali, jangan sama aku," timpalku geli. "Ngapain ngerayu cowok? Orang cowok gak perlu diragukan aja udah gombal kok. Lagian aku cuma ngomong apa adanya aja kok ke kamu. Kamu tambah cantik lho, Ris," kilah Nava. Kemudian menyalakannya dan turun kembali ke perutku. Dia mengulurkan tangan dan mengusap-usap perutku yang membesar itu dengan sayang. "Hai, Dek. Ini Tante Nava lho. Yang suka telponan sama video call-an sama ibu kamu itu," ucap

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19

Bab terbaru

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 117 - I Love You

    "Capek ya, Dek?" kataku pada Xander yang berada di gendongan Boy. Kami baru saja keluar dari wahana It's A Small World Tokyo Disneyland. "Kita makan dulu. Habis itu naik kereta keliling taman ini, mau nggak?" tanya Boy kepadaku dan Xander sekaligus. "Oke," timpalku. Ku ikuti saja langkah Boy yang panjang-panjang menuju ke sebuah restoran yang ada di taman hiburan tersebut. "Enak nggak waffle-nya?" Boy menanyai Xander yang tengah menggigit waffle berbentuk kepala Mickey Mouse dengan topping mangga kocok dan saus maple. "Enak," jawab Xander. "Lebih enak waffle itu atau kue pancong?" tanyaku iseng. Xander pernah makan kue pancong dan bilang kue itu enak sekali. Aku ingin tahu penilaiannya sekarang. Apakah kue pancong masih jadi kue favoritnya? "Kue pancong," kata Xander. Sontak aku dan Boy tertawa mendengar jawabannya yang bernada polos itu. "Emang ya, lidah lokal." Boy mengacak-acak rambut Xander dengan sayang.

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 116 - Percaya

    Boy membukakan pintu kamar kami menggunakan key card. Mataku sukses dibuat terbeliak lebar begitu berjalan memasuki ruangan yang super mewah itu, yang sepertinya merupakan kamar yang termewah dan termahal di Java Star Hotel.Aku melewati mini bar dan berbagai fasilitas eksklusif yang ada di kamar itu dengan batin yang tak kunjung berhenti mengagumi. "Mau minum sesuatu?" Boy membuka pintu kulkas yang berada di dapur. Aku menggelengkan kepala pelan. "Aku udah banyak minum cocktail di ballroom tadi."Boy menenggak isi minuman kaleng di tangannya, kemudian dia bergabung duduk denganku di sofa yang ada di seberang meja TV. Kami berdua menonton film dokumenter mengenai kehidupan sekelompok gajah di Afrika dalam keheningan yang terasa aneh dan sedikit mencekam. Sampai-sampai, ketika laki-laki di sampingku mengatakan sesuatu, hampir saja badanku melonjak karena kaget. "Besok kita ke makam Bapak sama Ibu ya," kata Boy. Aku terpana men

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 115 - Bahagia

    Acara pemberkatan dan penandatanganan surat nikah sudah usai. Para tamu undangan bergiliran naik ke atas panggung untuk menyalamiku dan Boy yang berdiri diapit para orang tua. Kebanyakan dari mereka merupakan orang-orang yang tak ku kenal sama sekali. Sepertinya mereka adalah rekan bisnis Papa dan kenalan Mama. Hanya Nava, beberapa tetangga, dan teman-teman dari Yogyakarta yang merupakan tamu dari circle-ku. Bahkan, Boy juga cuma mengundang Riga. Selebihnya, dia bilang dia tak mempunyai teman dekat lain.'Seandainya Bapak sama Ibu hadir di sini sekarang.' batinku sedih.Di urutan terakhir dari antrean tamu sepanjang rel kereta api itu, Febri cs menyapaku dengan heboh begitu mereka sampai di hadapanku. "Hai, Risaaa! Selamat ya, Ris! Btw, kamu cantik bangeettt pake gaun kayak gituuu!" Febri menjabat tanganku dan mencium kedua belah pipiku dengan kalap.Wawa, Devi, Nella, dan Marwah mengikuti apa yang dilakukan oleh Febri itu dengan gaya yang sama persis. Bahkan, Nella yang pendiam sepe

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 114 - Langkah

    "Emangnya mau dipanggil apa lagi selain 'kak'?" Seorang laki-laki muncul di belakang Kak Valerie. Badannya lebih tinggi dari Boy, tetapi lebih berisi dibandingkan badan adiknya. Soal wajah, mereka berdua mirip sekali, bahkan sampai ke tingkah-lakunya. "Dari mana aja kamu?" sentak Kak Valerie dengan ekspresi muka bak emak-emak menginterogasi anaknya yang baru pulang subuh. "Dari ruang makan. Tadi ada telpon dari pak hakim," jawab laki-laki itu dengan nada acuh tak acuh. "Oh," timpal Kak Valerie singkat. Dia kembali ke setelan anggunnya, kemudian mengalihkan pandangan kepada Xander. Badannya sedikit dia bungkukkan agar bisa sejajar dengan anak itu. "Kalau kamu namanya siapa? Aunty boleh tau nggak?" tanya Kak Valerie ramah. Namun Xander bukannya menjawabnya, malah bergegas bersembunyi di balik kaki Boy. "Dia takut tuh sama kamu. Kamu sih, nakutin." Kakaknya Boy meledek istrinya dengan bicara sok serius, padahal tanpa sepengetahuan wanita itu dia meringis lebar seraya mengulurka

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 113 - Impian

    Aku keluar dari ruang ganti dengan wajah tertunduk. Rasa malu menyerangku, padahal aku tengah memakai gaun pengantin yang ku impi-impikan sejak aku baru mengenal cinta monyet. Gaun berbahan tile berwarna putih dengan hiasan payet-payet dan renda, dengan model kerah Sabrina yang menampakkan kedua bahuku. Belum lagi ekor gaun yang panjang menjuntai di lantai, serta tak lupa kerudung dari bahan veil yang melengkapi gaun itu. Cantik, bukan? Tapi aku merasa tak nyaman memakainya karena terlalu terbuka. Kalau aku yang dulu memakainya, pasti bakalan suka. Berbeda sekali dengan aku yang sekarang. Kejadian yang sudah menjungkirbalikkan kehidupanku itu telah mengubah seleraku juga dalam hal berpakaian. "Cantik banget kamu, Ris!" cetus Mama. Otomatis kepalaku terangkat menatapnya. Dan secara tak sengaja pula, aku dan Boy jadi bersirobok mata.Boy memperhatikanku hampir tanpa berkedip. Tatapannya begitu sulit ku artikan. Yang jelas, efeknya membuatku serasa dikuliti. "Ya 'kan, Boy?" Mama menole

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 112 - Will You?

    "I... ini... maksudnya apa ya, Tan?" kataku penuh rasa terkejut luar biasa ketika Tante Merry berhenti di depan sebuah boneka manekin yang memakai gaun pengantin kepadaku. Tante Merry tersenyum menatapku. "Tanya aja sendiri sama calon mama mertua kamu. Itu orangnya."Aku menengok ke arah yang ditunjuk oleh Tante Merry lewat kerlingan matanya. "Ma..." panggilku dengan nada bingung. "Maafin Mama ya, Ris. Mama pikir, lebih baik kalian cepet-cepet nikah aja dibandingkan tunangan dulu. Kelamaan nanti. Mama udah nggak sabar pengin jadiin kamu menantu Mama, Sayang. Nggak apa-apa, 'kan? Toh, Xander juga udah akrab sama Papa dan Mama. Apa lagi yang mau kalian tunggu?" jawab Mama dengan raut wajah polos versi anggunnya. Dia menggandeng tangan Xander selagi mendekatiku, kemudian menyunggingkan senyuman terlembutnya. "Tapi kalau Risa nggak mau sama aku habis ini, berarti itu salah Mama ya." Boy tahu-tahu muncul dari balik tirai ruang ganti. Penampilannya sangat-sangat berbeda jauh dibandingka

  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 111 - Hangat

    Ini jalan ke pantai yang waktu itu bukan?" celetukku saat mobil yang kami tumpangi memasuki jalan raya yang tampak familiar bagiku, berkaitan dengan ingatan masa lalu. Boy tersenyum sambil tetap fokus menatap ke depan. "Ya. Kamu belum pernah ke sini pagi-pagi, 'kan? Sunrise-nya juga bagus lho diliat di sana."Ya, memang. Saat ini masih subuh menjelang matahari terbit. Kenapa aku tidak menyadari maksud dan tujuan Boy sebelumnya ya? "Jadi nggak sabar liatnya," jawabku antusias sembari memalingkan wajah menatap pemandangan di luar kaca jendela mobil di sisi kiriku. "Papa," panggil Xander. Mendadak saja anak itu terbangun. Dia yang tadinya setengah tiduran di pangkuanku sekarang beringsut mengubah posisinya menjadi duduk tegak. Kedua tangannya mengusap mata yang merah khas orang baru bangun. "Kamu kaget nggak, tau-tau ada di mobil?" tanya Boy. Dia mengulas senyum lebar pada Xander yang tampak bingung celingukan melihat-lihat keadaan di se

  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 110 - Nostalgia Nasi Goreng Kampung

    "Kamu nggak salah apa-apa, Ris. Kemaren, bahkan sejak kita belum ketemu," sambar Boy. Aku terdiam, mencoba mencerna kata-kata Boy itu. "Ya... Kamu yang duluan deketin aku. Kamu yang ngajakin aku pura-pura pacaran. Kamu yang..." gumamku tanpa sadar. "Ya. Aku juga yang bikin semuanya jadi kacau. Makanya, aku mohon, kasih aku kesempatan buat ngeberesin semuanya, oke?" timpal Boy. Aku tersenyum kecut saat air mataku keluar begitu saja. Entah kenapa, ucapan Boy itu menghangatkan hatiku. "Aku boleh ke situ nggak?" tanya Boy tiba-tiba. Aku memikirkannya masak-masak sebelum menjawab. "Ya..." "Oke. Thanks, Ris. Tunggu aku," tandas Boy. *** "Udah makan belum?" Begitu aku membuka pintu, itu kalimat pertama yang Boy lontarkan kepadaku. "Belum," sahutku sembari memberinya akses masuk ke bagian dalam rumah. "Kenapa belum? Kamu bener-bener nggak suka kuenya, ya? Mau makan apa? Sebelum maag kamu kambuh," berondong Boy. Dia menghempaskan diri di sofa ruang tamu. Aku sendiri meng

  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 109 - Hadiah Kecil Untuk Diri Sendiri

    "Membantu diri sendiri gimana, Tante?" lontarku bingung. "Membantu diri kamu sendiri buat sembuh dari trauma kamu, Ris. Nggak ada orang yang bakal bisa bantu seseorang bener-bener sembuh dari traumanya, bahkan kalau orang itu ahlinya sekalipun, kalau orang yang bersangkutan nggak mau berusaha untuk sembuh dengan kesadarannya sendiri," jelas Tante Bella. Aku terpana mendengar jawaban dari wanita di hadapanku itu. "Oh... Gitu ya, Tan," tanggapku takjub. Ada perasaan ingin memberi hadiah kecil kepada diri sendiri setelah pulang ke rumah nanti. "Iya, Ris. Tante seneng, kamu termasuk orang yang dengan sadar mau berusaha untuk terbebas dari rasa sakit kamu itu," ujar Tante Bella. Senyuman hangatnya masih tersungging di bibirnya yang dipoles lipstik berwarna nude. ***Begitu aku keluar dari ruang praktek Dokter Bella, Mama dan Boy yang menungguiku di koridor langsung bangkit dari bangku besi yang mereka duduki. Wajah mere

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status