Dua tahun kemudian …
"Gimana ujiannya?" tanya Rendy pada Carissa.
"Lancar," jawab Carissa sambil tersenyum.
Dia sudah terbiasa dengan Rendy selama ini. Atau lebih tepatnya ketika Daniel sudah mulai kuliah di luar negeri. Dan seperti janjinya pada Daniel, Rendy bersedia untuk menjaga Carissa selama dia pergi.
Waktu yang ia lewati dengan Rendy malah terbilang lebih lama dibandingkan dengan Daniel waktu itu.
Mereka berdua kini malah lebih akrab dibanding waktu pertama kali bertemu dulu.
Rendy berbeda dengan Daniel. Rendy adalah lelaki yang banyak bicara, dan dia tak akan segan mengungkapkan isi hatinya jika itu menganggu pikirannya.
"Mau makan dulu?" tanya Rendy ketika Carissa sudah naik ke atas motornya.
"Boleh."
"Nanti mau kuliah, atau langsung kerja?" tanya Rendy lagi. Gadis itu selalu saja mengalihkan pembicaraan jika ditanya seper
"Kalau gak kamu buka, Paman akan buka pintu ini."Suara Rian terdengar berbeda, suaranya penuh dengan ancaman. Namun Carissa tak bisa berbuat apa-apa karena dirinya terjebak di dalam kamarnya sendiri.Namun sedetik kemudian dia melirik ke arah jendela kamarnya. Ia berusaha untuk membuka jendela tersebut tapi dia baru teringat jika jendela itu terdapat teralis yang menghalanginya bisa keluar dengan mudah."Carissa, kamu pikir Paman gak bawa kunci cadangan?" Suara Rian masih terdengar santai tapi penuh dengan ancaman.Tak ada pilihan lain selain dia ingin melindungi dirinya dengan cara membuat Rian tak bisa mendekatinya.Carissa mengambil helm yang pernah diberikan Daniel untuknya. Sebagai hadiah ulang tahunnya agar bisa dipakai untuk berjalan-jalan dengannya."Maafin aku Daniel," ucap Carissa putus asa. Ia mengambil helm tersebut kemudian ia pegang dengan erat.Dan b
"Hei!" Sebuah tangan memegang tangan Carissa dengan kuat, ia menoleh kemudian terkejut."Kamu—" Carissa terpleset, setengah badannya sudah berada di tengah-tengah. Sebentar lagi dia akan terjatuh jika lelaki itu tidak memegangi tangannya."Lepaskan." Mata Carissa menatap nanar, kenapa harus ada Arka di sana?"Kamu mau bunuh diri, hah?!" teriak Rossa ia muncul dari balik mobil dengan wajah yang marah."Siapa suruh kamu boleh bunuh diri! Kamu mau bikin malu keluargaku!"Carissa tersenyum miris, sangat mudah baginya mengatakan hal seperti itu padanya. Tetapi apakah dia sanggup mengucapkan hal yang sama jika dia berada di posisinya."Bantuin dong, jangan ngomel-ngomel terus," ucap Arka. Dia tampaknya tak sanggup mengangkat Carissa sendirian hingga meminta Rossa untuk menolongnya.Entah dari mana mereka muncul, tapi kedua orang itu sama sekali tak diharapkan oleh Carissa
Jika harus mematahkan kakinya sendiri, mungkin Carissa akan melakukannya selama dia bisa kabur dari rumah pamannya tersebut.Dia tidak akan sudi untuk kembali ke dalam rumah yang seperti neraka baginya.Rian yang ia kenal dulu sangat berbeda dengan Rian ketika dia bertemu lagi setelah puluhan tahun tak bertemu. Dan seharusnya Carissa bisa merasakan bagaimana tatapan lelaki bejat itu. bagaimana dia menelan ludahnya tiap kali melihat setiap jengkal lekuk tubuh Carissa yang sedang ranum.Kini Carissa sudah lulus, dia tak perlu lagi kembali di sana dan akan kembali pada ayahnya yang pasti berada di pihaknya.Persetan dengan ibunya yang secara tidak langsung telah menjualnya pada Rian.Setelah mencabut selang impusnya, Carissa berjalan tertatih menuju pintu kamar di mana ia dirawat. Namun ketika dia berhasil membuka pintu tersebut, sosok Rian sudah berdiri di depannya dengan senyum yang menakutkan.
Beberapa hari kemudian …. Rian mengusap wajahnya dengan frustrasi begitu mendengar kabar jika Carissa kabur dari rumah sakit malam itu. Bagaimana bisa hal itu terjadi? Sementara penjaga di depan pintu Carissa tidak pergi sedetik pun dari sana. Rian menduga jika ada yang membantu Carissa kabur dari kamarnya. Bisa jadi Rendy lelaki yang ingin menemui Carissa saat itu, atau mungkin orang lain. Dengan keadaan marah, Rian menyuruh penjaga untuk mencari Carissa di rumah Rendy. Namun sayangnya mereka tidak menemukan siapa-siapa di sana. “Kalian yakin? Kalian sudah geledah rumah lelaki itu?” tanya Rian. “Sudah Pak, rumah itu terlalu kecil untuk menyembunyikan nona Carissa,” jelas suruhan Rian tersebut. Rian pun berdiri kemudian menyapu semua barang yang ada di atas meja kerjanya dengan tangannya. Keinginannya untuk memiliki Carissa
Bau obat yang menyeruak dan juga cat dinding berwarna putih yang Carissa takutkan selama ini terlihat lagi di depan matanya.Apakah dia telah berhasil tertangkap oleh Rian? Ataukah kini dia sudah ada di dunia lain?Carissa mengedarkan pandangannya setelah matanya terbuka. Ia melihat seorang lelaki paruh baya yang sedang berbicara dengan seorang dokter.Ketika dia melihat Carissa sudah sadar, lelaki itu kemudian menghampirinya.“Kamu sudah sadar? Bagaimana dengan kepalamu? Kata dokter lukanya tidak parah. Dan besok kamu sudah bisa pulang.”Carissa baru teringat jika ia tadi—mengalami kecelakaan ketika melarikan diri dari rumah Dania.Melihat Carissa diam, lelaki itu cemas,takut jika perempuan yang ada dihadapannya itu tidak seperti yang dokter katakan.“Kalau kamu masih sakit katakan saja padaku,” ucap l
Sejak tinggal di rumah Raharja, hari-hari Carissa terasa jauh lebih baik. Dia tidak perlu khawatir dan dihantui rasa takut selama berada di sana.Meski ada seseorang yang membuatnya pusing dan gila karena tingkah dan permintaan konyolnya.“Oh jadi kamu lebih muda dari aku ya?” Aaron berkata ketika sore itu Carissa sedang membersihkan daun-daun yang rontok dan mengotori kolam renang.Carissa yang fokus dengan pekerjaannya tidak menyahut apa yang dikatakan oleh Aaron. Namun hal itu malah membuat Aaron semakin ingin menggoda pembantu barunya tersebut.Aaron mencari daun-daun yang sudah dimasukkan oleh Carissa di dalam sebuah plastik hitam. Kemudian dia tendang hingga daun-daun itu bertebaran di kolam renang lagi.Carissa yang melihatnya membulatkan matanya. Dia mendesah kesal, tapi tak bisa mengeluh pada Aaron.“Makanya kalau aku ngomong ditang
Usai kejadian tadi malam Aaron jadi kepikiran dengan apa yang terjadi pada Carissa. Mengapa perempuan itu tampak ketakutan ketika dia hanya mengatakan hal itu padanya.Bukankah hal itu terlalu berlebihan? Ataukah karena dia memiliki sebuah trauma yang dia tidak tahu?Aaron turun dari ranjangnya. Bergegas mandi kemudian turun dari kamarnya.Di meja makan seluruh anggota keluarganya sudah berkumpul di sana.“Di mana Carissa?” tanya Aaron. Dari tiga pelayan yang ada di sana. Namun dia tidak menemukan bayangan Carissa.“Carissa di dapur Tuan, sedang mencuci piring,” kata pelayan.“Kamu gak makan dulu?” Raharja berdeham, kemudian menatap anaknya. “Duduk dan makan dulu.”“Aku mau lihat Carissa.”“Kamu suka sama gadis itu ya?” goda Aarin. “Segituny
Rian masih mencari keberadaan Carissa saat ini. Usai Carissa menghilang, perubahan Rian dirasakan oleh Rossa.Setiap hari ayahnya itu hanya berdiam diri di dalam ruang kerja, kemudian menerima laporan dari orang orang suruhannya.Pernah sekali Rossa bertanya apakah Rian ada masalah atau tidak. Namun jawaban ayahnya membuatnya terkejut.Untuk pertama kali dalam hidupnya. Rian membentak Rossa.“Kamu bisa diam, Ocha? Ayah bosan kamu selalu tanya begini setiap hari.”“Ayah begini bukan karena Carissa, kan?” tebak Rossa yang mulai curiga.“Bukan urusanmu, Ocha!” bentak Rian. Rossa terkesiap, matanya bergetar menerima perlakuan ayahnya yang seperti itu.“Ayah—bentak Ocha karena pertanyaan sederhana itu?” tanya Rossa dengan suara gemetar.Rian menyadari jika apa yang sudah dia lakukan telah melukai perasaan anaknya. Maka dari itu—dia buru buru meminta maaf pada Rossa. Namun Rossa sudah terlanjur sakit hati.Da