Rossa rupanya tidak pergi ke tempat les. Dia hanya pergi ke rumah Daniel tanpa sepengetahuan ayahnya.
"Kak Daniel!" panggil Rosa ketika melihat Daniel keluar dari rumahnya.
Rosa menghampiri lelaki yang menatapnya dengan wajah penuh tanya tersebut.
"Kenapa?"
"Kakak mau ke mana?" tanya Rosa. Berharap dia akan diajak pergi oleh Daniel.
"Main basket," jawab Daniel dingin.
"Aku ikut!"
Daniel melirik jam di tangannya. "Bukankah kamu seharusnya pergi les?" tanyanya yang seakan sudah tahu jadwal harian Rosa.
"Aku bolos hari ini. Oh ya, aku mau minta kakak buat jadi guru les aku, kira-kira mau gak?" Rosa bertanya. Menjadikan Daniel guru les adalah salah satu hal yang bisa membuatnya dekat secara wajar dan alami.
"Tapi bayaranku gak murah."
"Bisa diatur," sahut Rosa cepat-cepat. Lalu membiarkan Daniel pergi dengan sepeda motornya.
Ia tersenyum sendiri melihat punggung Daniel. Maklum, dia menyukai Daniel sejak dia masuk sekolah itu.
Daniel adalah satu lelaki yang sama sekali tidak tertarik pada Rosa. Sementara siswa lain berusaha untuk merebut perhatian dan cinta dari Rosa. Tapi Daniel tidak peduli.
Dia sangat dingin terhadap wanita apalagi padanya. Dia hanya akan tersenyum pada perempuan yang menurutnya bisa membuatnya tertarik!
"Yuk Pak, kita ke mall." Rosa menutup pintu dan menyuruh supirnya untuk pergi ke mall alih-alih ke tempat les.
"Lho, nanti saya dimarahin sama Bapak."
"Gak apa-apa nanti saya yang bilang sama Ayah kalau aku lagi malas masuk les."
"Masih ada waktu nih Non," kata supir yang bernama pak Diman itu. Ia melirik dari kaca spionnya. Berharap kalau anak majikannya itu akan berubah pikiran.
Tapi tidak.
"Lagian bentar lagi aku udah ganti guru les kok, Pak," kata Rosa dengan yakin. Ia sangat yakin kalau Daniel mau memberikan les padanya.
Tapi belum tentu juga.
**
Sementara itu di rumah Rian. Carissa sedang membantu pembantu lainnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk membalas kebaikan dari Rian.
"Lho, ngapain masuk ke dapur. Udah sana belajar aja," kata Bik Sum ketika melihat Carissa hendak mencuci piring.
"Saya cuma mau bantu, Bik."
"Gak usah, nanti saya dimarahin sama Pak Rian."
"Lho, kok?"
"Iya, katanya bibik harus anggap Carissa seperti Non Ocha."
Carissa tertegun, apa harus sampai seperti ini dia diperlakukan di rumah itu. Hingga membuatnya tak enak seperti ini.
"Udah belajar aja," suruh Bik Sum sekali lagi dan Carissa pun akhirnya mau tak mau pergi dari dapur dan masuk ke dalam kamarnya lagi.
Dia membuka-buka bukunya. Dan rasanya dia sama sekali tidak mengerti dengan pelajaran matematika.
Otaknya memang agak bebal jika berurusan dengan rumus dan angka tersebut. Apalagi pelajaran Kimia atau Fisika, lebih baik dia menyerah duluan sebelum pusing.
Pulpen yang ada di tangannya hanya ia mainkan alih-alih untuk mengerjakan tugasnya.
"Kamu pusing ya Ris?" tanya Rian yang tahu-tahu sudah berdiri di ambang pintu.
Carissa tersentak, perasaan tadi dia sudah menutup pintunya serapat mungkin.
"Iya Paman, sedikit," jawab Carissa. Wajah bingungnya terpancar jelas. Bukan karena masalah pelajaran melainkan masalah Pamannya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.
"Kamu mau Paman sewakan guru les?"
"Heh?" Mulut Carissa menganga, lalu ia katupkan sedetik kemudian. Bingung lagi. Kenapa pamannya sebegitu baiknya padanya.
"Tadi Paman udah telepon temen Rossa, dan katanya ada anak kelas tiga yang biasa ngajarin adik kelasnya."
"Tapi Paman."
"Paman udah bilang, dan nanti setelah jam lima dia mau ke sini."
Carissa mengerjapkan matanya kerap. Ingin ia tolak tapi dia juga tidak mengerti dengan pelajaran tersebut.
Ingin meminta bantuan pada Rosa, tapi dia lebih sibuk dari Rian.
Rian menekan kedua bahu Carissa dengan lembut. Memberikan pijitan lembut pada bahunya. Membuat Carissa sedikit risih dan menggeliat geli. "Kamu kalau sama Paman jangan gak enakan begitu, kamu kan udah Paman anggap seperti anak sendiri," ucapnya tapi tangan itu enggan untuk lepas dari pundak Carissa.
"Iy—iya Paman." Seluruh tubuh Carissa rasanya tak karuan, ia ingin menepisnya tapi tak enak. Tapi jika ada yang melihatnya Rian seperti ini pasti akan salah sangka jadinya.
"Kakak kelas kamu yang ke sini nanti namanya Daniel, dia populer di sekolahan. Mungkin kamu kenal sama dia." Rian berbisik tepat di samping telinga Carissa, membuat lehernya merinding.
Daniel? Daniel yang disukai sama Ocha?
Carissa mulai berpikir, nama Daniel cuma dia, jadi tak mungkin Daniel lain di sekolahan.
"Apa Paman Rian gak tahu kalau Ocha suka sama Daniel?" batin Carissa penuh dengan tanya.
Tapi sepertinya dia tidak tahu.
"Kok bukan Ocha aja Paman yang les sama Daniel?" tanya Carissa, ia sedikit menggeser tubuhnya sedikit.
"Oh itu Ocha kan udah banyak les, pasti dia marah kalau nambah jam belajar lagi."
Ya, semoga saja.
Tapi ketika sorenya, sepulang Rosa dari mall, ia menemukan sepeda motor yang diparkir Daniel di halaman rumahnya membuat Rossa memekik kegirangan.
Dia menebak jika Daniel datang untuknya. Tapi senyum lebar itu langsung menciut begitu melihat Daniel tidak ada di dalam kamarnya atau di ruang tamu.
"Lho Yah, kok kak Daniel ada di kamarnya Carissa sih bukan di kamar Ocha?" tanya Rossa dengan wajah yang keruh. Dia marah karena telah memberikan guru les pribadi pada sepupunya itu.
"Carissa kesulitan dalam pelajaran, makanya ayah kasih guru les buat dia."
"Tapi kan bisa ikut ke tempat les bareng sama Ocha, bukan les privat begini!"
"Kayaknya ayah lebih sayang sama Carissa dibanding sama Ocha ya!" pekiknya kesal. "Kemarin ayam panggang, sepatu baru tas baru bahkan baju baru dan sekarang guru les?"
Rian tahu kalau anaknya itu sangat kecewa padanya. Tapi mau bagaimana lagi dia sudah membayar Daniel untuk memberikan les padanya selama enam bulan penuh.
"Kalau gitu nanti ayah bilang sama Daniel buat ngajarin kamu juga."
"Gak usah!" sahut Rossa marah.
"Terus kamu maunya gimana?"
"Carissa aja yang les di tempat les bukan pribadi begini. Masa keponakan sama anaknya sendiri malah lebih kelihatan kalau Ocha yang orang lain sih!"
Rossa masih bertengkar dengan ayahnya. Sementara itu Daniel dan Carissa benar-benar khusuk belajar di kamarnya yang ada di belakang.
Jadi mana mungkin mereka berdua mendengar pertengkaran tersebut.
"Tadi Ocha ke rumahku," kata Daniel tiba-tiba. Wajahnya tetap memandang ke arah buku pelajaran milik Carissa.
"Terus?" Wajah Cariisa menatap guru mudanya itu, mungkin jarak mereka hanya terpaut beberapa senti saja.
Wajah Carissa memerah, pun dengan Daniel. Lalu ia alihkan ke buku pelajaran lagi.
"KALIAN PACARAN APA BELAJAR SIH?!" sentak Rossa, membuat kedua orang itu menoleh ke arahnya. Terkejut.
"KALIAN MAU PACARAN ATAU BELAJAR SIH?!" sentak Rossa membuat Daniel dan Carissa menoleh. Terkejut.Carissa berdiri diikuti oleh Daniel yang menatap kedua wajahnya secara bergantian."Tadi aku sampai bela-belain buat ke rumah Kak Daniel, buat minta jadi guru les privatku. Tapi kakak nolak, dan sekarang tiba-tiba malah di sini, ngajar sepupuku sendiri." Rosa menangis, sudah menahan kesal dia juga menahan rasa cemburunya.Sudah lama dia berada di ambang pintu tanpa disadari oleh kedua orang itu. Tapi lama-kelamaan malahan pemandangan tersebut membuat Rossa patah hati."Karena ini yang nyuruh ayah kamu," jawab Daniel santai. Ia tak menunjukan kepanikan atau apapun, karena dia merasa jika dirinya benar."Oh gitu? Kakak lebih suka sama cewek yang baru kakak kenal, dibanding sama aku yang sudah lama suka sama kakak!"Kalimat itu meluncur begitu saja, antara malu dan
"Aahhh!!" pekik Carissa ketika melihat ada bangkai tikus di dalam lacinya. Dia tak sengaja memegangnya ketika berusaha mengambil buku yang ada di dalam laci.Carissa berusaha membuang bangkai tikus itu sendirian. Dengan menggunakan kertas yang ia robek dari bukunya.Rossa yang melihat dari kejauhan hanya terkekeh geli karena semua itu adalah perbuatannya."Setelah merebut perhatian ayah, sekarang berusaha merebut perhatian dari Daniel," desis Rossa.Sebelumnya …Ketika dia melihat sepupunya yang sedang makan di kantin, dia pun langsung melancarkan serangan.Dia menyuruh Saipudin yang bucin padanya untuk meletakan bangkai tikus di dalam laci Carissa."Dari mana aku dapat bangkainya, Cha?!" tanya Udin dengan frustrasi,"Sama Pak Bon, pasti dia ada," jawab Rossa. "Pokoknya taro aja di laci Carissa."Dan akhirnya dia menuruti perintah d
Rossa semakin membenci Carissa, terlebih ketika mengetahui jika gadis itu nampak semakin dekat dengan Daniel, dan karena itu lah Rossa semakin memusuhinya tak hanya di sekolah tapi juga di rumah.Ibu Carissa sama sekali tidak tahu, karena waktunya selama seharian ia habiskan di tempat kerjanya. Dia hanya tahu jika anaknya itu lebih bahagia dibanding dengan kehidupan sebelumnya."Sekolah kamu lancar kan, Ris?" tanya ibunya ketika malam itu melihat anaknya masih terjaga dan terpekur di meja belajar.Dia berusaha memahami pelajarannya karena tak ingin membuat Daniel susah."Lancar, Bu," jawab Carissa sambil menatap wajah ibunya yang nampak letih tersebut. "Ibu tidur aja, Carissa masih mau belajar.""Hubungan kamu sama Rossa, baik-baik aja kan?" Entah mengapa ibunya tiba-tiba bertanya seperti itu pada Carissa.Tak seperti biasanya juga dia masuk ke dalam kamar anaknya hanya untuk bertan
Daniel mengatakan hal itu bukan tanpa sebab, karena setiap hari dia melihat bagaimana pamannya memperlakukan Carissa sangat aneh dan berlebihan.Dan ia ingin membawa gadis itu pergi dari rumah itu nanti, setelah dia sudah menjadi seseorang yang membuat Carissa bisa hidup dengan nyaman.Seperti waktu itu ketika Daniel datang untuk memberikan les untuk Carissa. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Rian memperlakukan Carissa bukan seperti layaknya keponakannya sendiri."Permisi," sapa Daniel ketika dia sudah berada di ruang tamu.Carissa yang berada di dapur dan tepat di belakangnya ada Rian, langsung menoleh. Wajah keduanya tegang, Rian gugup sedangkan Carissa takut."Oh, kamu sudah datang rupanya," sahut Rian dengan gugup. Ia tersenyum canggung dan menatap keduanya bergantian."Sana Carissa, jangan buat Daniel menunggu lama," kata Rian. Dia mendorong punggung Carissa pelan.
Mau tak mau Carissa pergi dengan Rossa dan Daniel. Daripada pergi dengan pamannya mungkin lebih baik pergi dengan mereka berdua meskipun banyak hal yang menyebalkan selama di perjalanan.Seperti ketika Rossa inginnya duduk di sebelah Daniel. Lalu ia akan berpura-pura ketiduran dengan kepala bersandar di bahunya.Daniel duduk di sebelah Rossa, dan Carissa duduk di depannya.Sesekali Daniel menampakan wajah tak nyamannya ketika Rossa terus menempel padanya seperti tikus yang terkena jebakan lem tikus.Carissa akan memalingkan wajahnya, karena jujur saja dia tidak begitu menyukai dengan sikap Rossa saat ini."Setelah ini kita naik apa?" tanya Daniel pada Carissa."Mungkin naik ojek," jawab Carissa."Aku gak mau kalau naik ojek, kalau kamu mau naik ojek kamu aja sendirian. Aku dan Kak Daniel akan naik taksi," sahut Rossa. Matanya tiba-tiba terbuka sempurna seperti belum
Bagaimanapun juga Carissa tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada ayahnya mengenai sikap Rian yang menakutkan.Ia memendamnya sendirian dan hanya Daniel yang mengetahuinya.Tetapi—setelah Daniel tidak ada nanti. Ketika dia pergi ke Sydney untuk kuliah, siapa lagi yang akan menjaganya seperti sekarang?"Aku gak mau pulang, Kak," ucap Carissa pelan. Ia memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam.Air laut membias oranye menunjukan jika senja sebentar lagi akan tiba."Kamu mau di sini dulu?" tanya Daniel."Kalau bisa, aku mau tinggal di sini sama ayah, tapi—""Kalau kita lapor polisi gimana?" Usulan Daniel membuat Carissa menoleh ke arahnya.Ia menggelengkan kepalanya cepat."Jangan, Kak.""Kenapa?""Gak ada bukti, lagian yang ada aku dan ibuku akan diusir. Dan ayahku pasti akan menganggur
Di sepanjang perjalanan Carissa hanya diam saja. Dia sama sekali tak bicara pada Daniel meskipun lelaki itu sudah berusaha untuk mengajaknya berbicara.Bahkan ketika tangan Daniel ingin mengenggam tangan Carissa dia menolaknya dengan halus."Kakak udah ada Ocha," ucap Carissa pelan.Daniel menghela napasnya. Wajar saja kalau Carissa marah padanya. Tapi mau bagaimana lagi, hanya itu yang bisa dilakukan oleh Daniel.Sebentar lagi dia akan lulus sekolah dan meninggalkan sekolah itu. Dia sudah tak bisa menjaga Carissa seperti biasanya karena ia pasti akan sibuk dengan persiapan kuliahnya.Hanya pada Rossa dia bisa meminta tolong, meskipun itu tidak masuk akal."Maafin aku, Riss," ucap Daniel yang menatap ke arah wajah Carissa dari samping, namun Carissa menatap jendela kereta.Sebentar lagi mereka berdua akan sampai. Dan entah apa yang akan dilakukan oleh
Mata Carissa membeliak terkejut ketika dia melihat panggung pensi yang ada di depannya. Ini bukan seperti yang ada di dalam pikirannya.Ini sama sekali berbeda dengan apa yang ia bayangkan di dalam kepalanya. Sangat berbeda dengan pensi yang ada di sekolahnya yang lama.Ini nampak seperti sebuah pesta—untuk siswa orang kaya."Aku mau ke temanku, terserah kamu mau ke mana," ucap Rosa pada Carissa.Sudah diduga jika Rossa tidak akan terus bersamanya selama ada di acara pensi itu. Ia langsung melesat meninggalkannya dan berkumpul dengan teman-temannya. Hingga membuat Carissa kebingungan sendiri.Ia mengitari pandangannya, dan sejauh yang ia lihat. Tak ada orang yang ia kenal. Semuanya rasanya asing meskipun mereka satu kelas dengannya.Carissa tak dianggap, Carissa dibuang."Itu kan Carissa." Rendy menunjuk ke sebuah arah. Diikuti oleh Galih dan Irvan.