Terimakasih sudah mau baca. Ayo mari budayakan jadi pembaca yang aktif dengan komen dan beri gem agar penulis semakin semangat up bab. Harga bab itu tergantung jumlah kata, semakin mahal maka jumlah kata semakin banyak. Harap semuanya sudah paham ya. Terima kasih. Enjoy membaca.
Tiap 100 kata dihargai 1 koin. Walaupun terasa sulit, Adeline berusaha membuka suara. "A—aku tidak mau," tolak Adeline dengan bibir yang bergetar.
Kendrick menarik satu ujung bibirnya, membentuk sebuah smirk yang sangat menyeramkan. "Aku tidak peduli. Kau harus menandatanganinya!"
Adeline menggelengkan kepalanya. "I—ini semua terjadi karena kesalahan. A—aku dijebak oleh bosku," bela Adeline.
Kendrick mengangguk. Pura-pura percaya dengan kalimat Adeline. Nyatanya, pria itu tidak akan percaya sama sekali. Dengan Adeline ada di hadapannya bersama pakaian seksi, sudah menyimpulkan semuanya kalau Adeline bukanlah wanita baik-baik.
Kendrick mengambil ponsel mahalnya dari kantong saku celananya. Dia mencari nomor Denio, sekretaris pribadi yang selalu menemani Kendrick kemanapun.
"Halo, Tuan," sahut Denio dari seberang. Tak butuh waktu yang lama Denio sudah menjawab telepon itu. Sejak bekerja di bawah Kendrick, Denio selalu membawa ponsel miliknya kemanapun dia pergi.
"Kumpulkan semua data wanita yang bernama Adeline Fritzi malam ini juga. Aku tunggu email darimu sampai besok siang!"
Adeline membulatkan matanya besar ketika mendengar Kendrick yang mengetahui nama lengkapnya. Rasa takut mulai menyelimuti diri Adeline. Sampai sini ia tahu kalau pria di hadapannya ini bukan pria sembarangan.
Kendrick bukan peramal. Tadi, sebelum tiga wanita itu masuk ke dalam ruangan bernuansa hitam ini, Kendrick sudah meminta daftar nama tiga wanita tersebut dari bos mereka.
"Ayo!"
"Kau mau membawaku kemana?" tanya Adeline, membuat Kendrick menghentikan langkah kalinya.
"Pergi dari sini. Sekali kau memberontak maka akan kupastikan kau akan menderita."
Ancaman Kendrick sukses membuat Adeline menelan salivanya takut. Ia hanya mengikuti kemana Kendrick membawanya pergi, untuk cara pergi biarlah ia akan memikirkannya nanti. Adeline adalah wanita pintar dan dia percaya kalau ia bisa pergi nantinya.
***
Adeline mengedarkan pandangannya ketika mobil yang ditumpangi sudah masuk ke dalam gerbang hitam tinggi nan mewah. Mata dan bibirnya terbuka, merasa terkejut sesaat ia mengetahui kalau mereka berada di halaman mansion mewah.
"Silahkan turun, Nyonya."
"Nyonya?" gumam Adeline tak percaya saat sopir itu memanggil dirinya. Banyak pertanyaan yang muncul di benak Adeline tapi dia mengurungkan semua pertanyaan itu, lantaran Kendrick sudah mengamati mobil yang ditumpangi dengan mata elangnya.
Ya, Kendrick dan Adeline berpisah mobil.
"Kenapa? Baru pertama kali lihat rumah semewah ini, heh?" tanya Kendrick dengan senyum mengejek sesudah Adeline turun dari mobil.
Adeline menghela nafasnya sabar. Sebenarnya ada rasa kesal ketika ia melihat senyum penuh ejekan itu, tapi sayang, ia terlalu takut untuk menyerang Kendrick. Jadi lebih baik dia diam, pasalnya sudah terlintas bagaimana caranya untuk kabur dari sini.
"Ikuti aku!" perintah Kendrick yang lalu berjalan masuk ke dalam mansion mewah. Adeline menurut, ia mengikuti Kendrick dari belakang.
Kepala Adeline berputar, melihat dekorasi ruangan yang ia lalui. Banyak sekali pilar-pilar besar yang menopang mansion ini, jendela-jendela besar dengan gorden mewah yang menutupinya, lampu-lampu kristal yang menggantung mewah di atas, bahkan ada dua tangga besar dengan bentuk melingkar.
"Sangat mewah," gumam Adeline sambil melihat ubin yang ia injak, ubin itu bahkan terbuat dari marmer.
Adeline berusaha menyadarkan dirinya, ia menggelengkan kepalanya keras. Ini bukan waktunya untuk memuji mansion mewah ini.
Langkah kaki Adeline berhenti bersamaan dengan Kendrick yang memilih untuk duduk di sofa yang bernuansa abu-abu. Mansion ini didominasi oleh warna putih dan warna-warna muda, membuatnya semakin terasa mewah.
"Kau hanya perlu menandatangani surat perjanjian ini, Adeline," jelas Kendrick dengan wajah angkuh. Seperti biasa, kaki kanannya sudah menyilang di atas kaki kiri, kedua tangannya sudah berada di inside back sofa. Sungguh terlihat berkuasa.
Kendrick tetap membahas soal perjanjian yang tadi dikatakannya di awal. Dia sengaja memilih untuk membawa wanita itu ke mansionnya, supaya dia bebas melakukan apapun jika Adeline tidak menandatanganinya.
"A—aku ingin membacanya dulu," jelas Adeline yang berusaha kuat untuk menatap manik biru Kendrick.
Tak sadar, dia sudah menggantikan kata saya menjadi aku, mengikuti Kendrick.
"Silakan," sahut Kendrick dengan kepala yang mengangguk samar.
Dengan jantung yang menari-nari, Adeline melangkah ragu. Ia mengambil kertas itu lalu berjalan mundur, kembali ke tempat semulanya.
Di sini Kendrick menjadi pihak pertama dan Adeline menjadi pihak kedua. Ia tidak terkejut ketika melihat namanya sudah tercetak di kertas, lantaran Kendrick saja sudah tahu nama lengkapnya tadi. Sesaat dia ingin membaca lagi, suara Kendrick terdengar.
"Baca dengan kuat tanpa terputus," jelas Kendrick.
Adeline menghirup nafasnya dalam. "Kendrick Malik sebagai pihak pertama dan Adeline Fritzi sebagai pihak kedua. Kendrick hanya meminta kepada Adeline untuk menjadi wanita simpanannya. Selama Kendrick membutuhkan Adeline, Adeline harus siap. Adeline tidak boleh membantah dan Adeline tidak boleh pergi bebas tanpa izin. Untuk pihak kedua, pihak pertama akan memberikan uang bulanan, rumah, mobil beserta dengan para pembantu—"
"Cukup," potong Kendrick. Selama Adeline membaca, Kendrick membuang wajahnya, pasalnya pakaian yang Adeline gunakan malah membuatnya semakin kepanasan. "Sekarang tanda tangani."
"T—tapi—"
"Tidak ada penolakan," potong Kendrick, "tanda tangani sekarang!"
"A—aku tidak mau," tolak Adeline sambil menggelengkan kepala. Jika ia menandatanganinya, maka harapan Adeline untuk pergi tidak akan pernah terkabul.
Kendrick berdiri, berjalan cepat ke arah Adeline.
"Akkkhh," ringis Adeline saat Kendrick menarik pergelangan tangannya. Kendrick menarik 3 buah jari Adeline, lalu menempelkannya dengan kasar di spons sidik jari. Setelah telapak jarinya berwarna biru, ia kemudian menempelkannya ke kertas.
"Selesai," ucap Kendrick yang langsung melemparkan tangan Adeline. Dia menatap Adeline dengan tajam, membuat Adeline menelan salivanya dalam. "Sekarang kau adalah milikku! Kau tidak akan bisa bebas pergi kemanapun! Sekali kau buat kesalahan maka bersiaplah untuk dituntut! Aku akan mengirimkan salinan kontrak ini. Satu lagi, jika kau berusaha menolak perintahku, maka aku bisa berlaku kasar denganmu!"
Sebenarnya Kendrick membutuhkan tanda tangan Adeline, tapi karena Adeline yang terlalu susah membuat Kendrick mengambil cara alternatif. Tunggu saja, dia akan mencari kelemahan Adeline dan akan mengancam Adeline dengan kelemahan itu.
Telapak tangan Adeline bergetar, ia menundukkan kepalanya dalam. Nafasnya bahkan terdengar tak beraturan. Sungguh, ia sangat takut sekali. Inilah pertama kalinya Adeline bertemu dengan pria menyeramkan seperti Kendrick.
Kendrick tersenyum miring. Ia jelas tahu kalau Adeline adalah wanita penakut. Keberanian yang ia tunjukkan hanyalah pura-pura. Kendrick suka dengan wanita penurut.
Adeline tersentak kaget ketika dagunya diangkat kasar oleh Kendrick. Membuat manik biru dan cokelat itu saling menatap satu sama lain. Kendrick yang menatapnya dengan tajam dan Adeline dengan tatapan penuh ketakutan.
"Aku adalah orang yang baik jika kau memperlakukanku dengan baik, dan sebaliknya," bisik Kendrick dengan suara beratnya.
Tangan besar Kendrick naik ke atas, meremas salah satu benda kengal Adeline dengan sangat keras.
"Tahan," kata Adeline dalam hati. Ia mati-matian menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk menahan ringisan kesakitan yang akan keluar. "Emhhh."
Adeline kalah. Kendrick malah mencubit bagian ujung yang sudah keluar sempurna itu, membuat Adeline meringis kesakitan. Kasar. Kendrick melakukannya tanpa perasaan.
"Sakit, bukan?" tanya Kendrick. Senyuman mematikan terbit di wajah Kendrick. "Aku bisa membuatnya lebih enak jika kau tidak menolak perintahku. Ini belum seberapa, camkan itu," jelas Kendrick pelan, tapi terasa sangat jelas, menghantam telinga Adeline.
"Kau hanya perlu menuruti setiap perintahku lalu kau akan hidup tenang. Hidup tenang dengan kekayaan yang kuberikan. Itukan mau wanita?"
Adeline tidak menjawab, jika sempat bibirnya terbuka, maka desahan kesakitan akan terdengar memenuhi ruangan besar ini. Kendrick masih saja meremas buah dada Adeline dengan sangat kasar.
"Bersiaplah besok. Aku akan mengirimkanmu pakaian dan harus kau pakai. Kau harus bersikap manis besok, tidak hanya itu, kau harus bersikap seperti wanita penggoda pada umumnya. Jangan buat aku kecewa kalau kau tidak mau dihukum."
Hukuman. Adeline tidak tahu hukuman apa yang dimaksud Kendrick. Tapi Adeline dapat membayangkan hukuman yang kendrick berikan akan sangat sakit, bahkan lebih sakit daripada apa yang Kendrick lakukan di buah dadanya sekarang.
'Dukkk'
Adeline langsung jatuh terduduk di lantai sesudah Kendrick menghilang dari pandangannya. Ia memeluk kedua lututnya dengan tangannya. Bibirnya bergetar hebat.
"Kenapa jadi seperti ini?" gumam Adeline. Setetes cairan bening mulai jatuh dari ujung matanya.
Seandainya, terus saja seandainya yang ada di kepala Adeline.
"Seandainya saja aku tidak menuruti perkataan bos."
Itu terus yang Adeline gumamkan. Adeline tahu kalau ia tidak akan pernah pergi karena kontrak itu.
"Hidupku terlalu menyedihkan dan sekarang semakin menyedihkan," gumam Adeline dengan bibir bergetar.
Tubuh pria itu kian mengeras seperti batu. Sungguh, Kendrick baru menyadari kalau saat ini mereka ada di makam Katrin.Kendrick tak berbohong kali ini. Awalnya, ia kira mereka sedang berziarah ke sebuah makam keluarga pria itu, makanya dia tak melirik batu nisan itu di awal.“Kenapa kau terdiam, Kendrick?” tanya Adeline. Menarik kerah mantel pria itu sehingga mata mereka kembali bertemu. “Ayo, jawab aku! Apa kau tidak punya jawaban? Apa kau tidak bisa berbohong untuk yang kesekian kalinya lagi? Jawab!” bentak Adeline hebat.Meskipun pria itu sedang dilanda rasa terkejut, mimik wajahnya tetap tidak menunjukkan itu. Malah terkesan sangat santai. Yang berhasil membuat emosi Adeline semakin mendidih.
Gustav mengernyitkan alisnya kala mendapati ada sebuah bayangan yang kini menutupi cahaya yang menerangi punggung bagian belakangnya hingga Adeline. Merasa penasaran, kepala pria itu berputar 180 derajat ke arah belakang, diikuti dengan sebagian tubuhnya. Dan kini, tubuh pria itu mematung kala matanya menatap netra biru yang sangat dingin.Adeline— yang posisinya tepat di seberang Gustav— juga menyadari ada sesuatu yang janggal. Perlahan namun pasti, juga dengan detak jantung yang kencang— wanita itu mendongakkan wajahnya. Mata dan bibir wanita itu terbuka lebar kala melihat seorang pria tengah menarik pandangan dari arah Gustav ke dirinya.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget. Tanpa sadar, dia berdiri dari tempat semula. Tatapan yang Kendrick layangkan, seakan dapat membuat tubuhnya terasa sa
Dalam perjalanan, sebenarnya Gustav sudah ingin memberitahukan dimana alamat itu berada. Namun karena melihat reaksi Adeline yang sungguh semangat, itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjelaskan apa yang terjadi.Gustav tidak ingin membuat ekspresi bahagia di wajah itu luntur begitu saja. Namun, ketika mereka sudah sampai, Adeline pasti akan berada dalam tahap itu. Sungguh, Gustav sangat dilema sekali.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu berjalan melambat. Menandakan kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat yang dituju.Adeline kerap kali memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan sedang mencari-cari namun sayangnya tak menemukan apa yang ia cari. Dengan penuh perasaan campur aduk, wanita itu melirik ke samping, ke arah Gustav. “Ap
Adeline meringis pelan. Dia terus berjalan dengan menatap ke arah samping. Sungguh merasa tidak enak.“Aku pasti sudah sangat mengecewakanmu.”Ucapan Adeline, membuat Gustav sontak memberhentikan langkahnya. Memutar kepalanya ke samping, menatap Adeline dengan alis yang menyatu bingung. “Mengecewakan?” tanyanya.Adeline mengangguk pelan. Ketika ia hendak menjelaskan, Gustav segera berbicara lebih dahulu.“Oh, aku paham. Soal permintaanku tadi di dalam?” Gustav bertanya dengan alis yang naik ke atas, juga telunjuk yang menunjuk ke belakang. Melihat Adeline yang mengangguk lagi, Gustav pun terkekeh ramah. “Astaga, Adeline, tidak perlu merasa seperti itu. Aku
“Maaf.”Satu kata itu membuat Adeline menoleh ke sebelah. “Tidak masalah.”Gustav mengembuskan napas. Dirinya merasa tidak enak sama sekali. “Aku sungguh bersalah. Ehm ... aku punya kenalan, dia seorang pria juga, kau mau bersamanya untuk mencari Katrin?” tanya Gustav, memberikan saran.Adeline terlihat berpikir. Sebenarnya, dia membutuhkan informasi mengenai Katrin dengan sangat cepat. Namun dengan tawaran itu, itu sama saja semakin merepotkan Gustav.“Tidak perlu. Aku maklum. Malah, aku yang merepotkanmu. Seharusnya tadi, kau meninggalkanku saja di restoran. Biar aku saja yang mencari keberadaan Katrin.”
Adeline tak mengerti kenapa dia bisa sepercaya ini pada seseorang yang baru ia kenal. Bahkan, kini dia sudah masuk ke dalam apartemen pria itu untuk menunggu sang pemilik apartemen bersiap.Wanita itu mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri. Mungkin saja dikarenakan Adeline sudah sangat pasrah dan tidak tahu harus mencari kemana Katrin, makanya dia menerima tawaran yang diberikan oleh Gustav .... Ya, itu adalah alasan yang paling masuk akal.“Maaf. Kau jadi lama menungguku.”Suara berat dan harum parfum maskulin itu masuk ke indra pendengaran dan penciuman Adeline. Wanita itu sontak menoleh ke sumber suara.Di depan sana, sudah ada Gustav yang penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya